Semua Bab Dendam dan Rahasia Tuan Muda: Bab 161 - Bab 170
205 Bab
Mencintainya lebih dulu
Air mata sudah menetes dan wajahnya yang semula pucat mulai diwarnai oleh titik-titik kemerahan.“Dia hanya manusia biasa, yang bisa merasakan kegembiraan oleh kasih sayang dan kesedihan karena pengabaian, penindasan, dan pengucilan. Hira—dia sama sekali tidak menghasutku, tidak menjebakku, tidak mempermainkanku atau mengkhianatiku. Aku yang memilihnya….”mencintainya lebih dulu.“Dia… bisa tidak memilihku karena ini semua bukanlah kehendaknya. Bukan keinginannya untuk dijebak oleh tuduhan itu, dikirim ke penjara dan menjalani hidup sebagai narapidana. Bukan keinginannya untuk menjadi orang yang kalian katakan sangat hina itu. Namun dia tahu dia tak berhak meminta lebih karena dosa yang ditumpahkan padanya terlampau besar.”Ervan masih menatap Kiara lirih.“Kiara, kau lihat. Dia bisa mengorbankan harga dirinya agar kau tidak mendekam di penjara dan mengalami hal yang telah dia alami. Dan di
Baca selengkapnya
Angsa Tak Bersayap
Ervan menghubungi Nahif setelah berhasil kabur dari tengah pertikaian dan ledakan kecil di kediaman Limawan. Kegemparan itu tak begitu ketara saat dia berada di luar. Ini dikarenakan lokasi rumah Limawan sedikit terisolir dari kepadatan kota.Nahif sudah berhasil menjebak para pesuruh yang diutus Haris saat mereka membawa Adhira keluar dari Lavandula.Ervan tahu kondisi Adhira tetap harus mendapat penanganan segera. Jadi dia meminta Nahif segera membawanya ke tempat dengan fasilitas kesehatan yang memadai secara sembunyi-sembunyi.Rumah sakit yang terletak di pinggir kota bisa menjadi tempat pemulihan yang ideal untuk sementara waktu. Setidaknya Ervan bisa merawat Adhira sampai tubuhnya pulih.Asap mengepul di koridor depan. Nahif duduk diam-diam mengisap rokoknya. Dia sudah berulang kali diusir para perawat karena merokok di kawasan rumah sakit, tapi tentu saja tidak akan diacuhkan mantan napi itu. “Di mana dia?” &ld
Baca selengkapnya
Maafkan Aku
“Aku tidak menggantikanmu.”Setelah jeda, Adhira melanjutkan, “Malam itu… terlepas kamu yang mabuk atau aku yang mabuk, aku tetap akan mendapat penyakit ini.”Ervan menggeleng. Dia sadar Adhira sakit bukan karena dia melakukan perbuatan asusila. Dia tidak memerkosa atau menyakiti siapa pun, tidak membunuh para pembunuh orang tuanya. Adhira tidak membuktikannya karena dia tidak ingin menyakiti orang yang dia sayangi. Dia menerima hukuman itu dan berharap dengan menjalaninya, bisa mengurangi dosanya.Sejak awal Adhira menganggap mencintai Ervan adalah sebuah kesalahan dan dosa. Dia takut menjadi aib bagi Ervan. Takut mempermalukannya. Jadi biarkan orang-orang menganggapnya si homo yang mesum. Biar dia saja yang dipukul, mendapatkan penyakit mematikan ini, ditusuk ribuan jarum selama menjalani pengobatan, dan menanggung hinaan agar nama cemerlang Ervan tidak tercemar.Akar-akar cinta itu entah dari mana asalnya, tapi pondasinya
Baca selengkapnya
Ciuman Kedua
“Maafkan aku… Hira.”Ervan adalah orang yang keras kepala. Bahkan ketika meminta maaf, dia pun akan bersikap yang sama.“Daffin! Siapa yang menyuruhmu berlutut di sini? Bukannya lantai rumah sakit itu penuh dengan jamur dan mikroba. Dengkulmu bisa tercemar.”Ocehan Adhira tak lekas membuat Ervan menghentikan niatnya.“Kamu hari ini kenapa? Salah makan obat?”Adhira turun dari ranjangnya dan menarik tubuh Ervan dari lantai.Namun dia sendiri tahu kekuatannya sudah terisap habis sejak mereka menganiayanya di Lavandula kemarin.Alhasil, keduanya justru berlutut di lantai bersama.Dengan cepat Adhira merangkul Ervan, menepuk punggungnya untuk mengibaskan rasa bersalah yang membebani dirinya.“Sudahlah. Kita jangan bahas hal menyedihkan begini lagi. Walau aku pandai menghibur orang, aku tidak pernah berhasil membuatmu tertawa.”Tampaknya Ervan masih enggan bangkit.
Baca selengkapnya
Nyawamu sangat berguna
Berminggu-minggu lamanya Adhira harus mendekam di rumah sakit itu, barulah Ervan mengizinkannya kembali ke apartemennya. Laila dan Odin datang khusus menyambut kepulangannya dengan memesan begitu banyak makanan kesukaan Adhira.“Wah, kamu akhirnya bisa pulang juga. Kukira kalian mau membangun rumah di RS,” singgung Laila.“Apartemenmu baru direnovasi?” tanya Adhira menatap sekeliling ruangan dengan dinding yang sudah dicat ulang serta perabot yang ditata ulang.“Huff… kamu belum tahu saja, kemarin waktu Flora menginap di sini, ada penyusup masuk. Flora hampir mau ditembak.”“Hah? Ada kejadian begitu?”Adhira sudah lupa akan telepon dari Flora waktu di berada di rumah sakit kemarin. Ervan juga tak menyinggung tentang itu setelahnya.Laila mengangguk.“Terus aku serang penyusup itu dari belakang pakai silet.”Adhira tercengang-cengang membayangkan gadis di depanny
Baca selengkapnya
Dia menyakitiku
“Kalung triquera itu… mereka sudah mengambilnya.”Reaksi Adhira di luar dugaan Ervan. Dia hanya menyengir, “Ya, aku sudah menebaknya.”Alis Ervan yang saling bertautan menggantung tinggi.“Yang mereka cari sudah hilang, jadi kalung itu sudah tak berguna.” Adhira menjawab enteng. “Tapi kamu tidak diapa-apakan sama mereka, kan?”Ervan tak bisa berterus terang kalau dia hampir dipukul karena berusaha membungkam. Dia pun menggeleng, kembali duduk di samping Adhira, menatapnya dengan serius, “Hira, kamu benar-benar mau menyerah?”“Kamu?”Ervan merunduk. “Kemarin dulu aku bertemu dengan Pak Harlan. Dia disiram air keras oleh Lodra. Kondisinya memburuk dan hidupnya bergantung pada mesin.”Adhira mendengar dengan saksama. Dia menarik napasnya, bimbang. Ada balik seluruh penderitaan yang telah dilaluinya, Adhira masih merasa para saksi dan korban itu tak
Baca selengkapnya
Kamu memberiku segalanya
“Daffin, dia menyakitiku.”Mendengar ini, hatinya kembali teriris, jiwanya seperti disambar halilintar. Ervan mengutuk siapa pun yang tega membuat Hira-nya jadi seperti ini.“Hira….”Ervan membelai kepala Adhira dengan segenap kelembutan. Mengapa mereka harus melakukan ini padanya?Dalam hati, Ervan bersumpah akan membalaskan dendam ini untuk Adhira. Dia akan membuat orang itu menelan ribuan jarum dan memuntahkan sekolam darah. Dia akan mencabik-cabik isi perutnya dan melemparnya di danau piranha. Dia akan mematahkan jari-jarinya, mengiris wajahnya tipis-tipis agar dia meraung kesakitan sebelum mati kehabisan darah. Ervan akan memastikan orang itu merasakan neraka di dunia ini.Namun sekejam apa pun niatnya, dia tetap tak kuasa membalikkan kejadian yang sudah berlalu. Adhira sudah sakit, tubuhnya sudah dirusak, jiwanya sudah dihancurkan.Ervan hanya selimut usang yang tak berdaya melakukan apa pun sela
Baca selengkapnya
Pria dalam Gelap
Setelah mengantar Laila kembali ke panti asuhan, Adhira mengajak Odin ikut bersamanya ke sebuah tempat. Mobil putih itu terus melaju keluar dari kawasan perkotaan, menembus wilayah pedesaan hingga ke area perbukitan.Rumah kecil menyelip di antara rimbunan pohon di puncak bukit, tersembunyi dari lingkungan warga. Mereka harus melanjutkan sisa perjalanan dengan berjalan kaki.Dengan stamina Adhira yang menurun drastis beberapa bulan belakangan, butuh waktu lebih lama bagi mereka untuk bisa mencapai halaman rumah itu.Odin mengikuti langkah Adhira dan Ervan memasuki kawasan yang lebih lebat. Ada jalan setapak yang mengarah ke sebuah pintu di salah satu sisi rumah.“Kita mau ke mana?” tanya Odin.“Kalian tunggu di sini,” pinta Adhira.Ervan segera menghadang langkahnya.“Tenanglah, aku tidak akan kenapa-kenapa. Aku akan memberi tahu kalau memang kalian sudah bisa masuk ke dalam.”Meski dengan ra
Baca selengkapnya
Perjumpaan
 “Ada orang yang melakukan ini pada mereka, pada orang tuamu, dan pada puluhan pekerja tambang itu.”“Siapa?”“Aliansi Lima Pilar!”Mivar terlihat enggan menatap wajah Adhira setelah mendengar nama itu disebutkan. Tawa lebar memenuhi wajahnya. Dia berkelit dengan menggeleng-gelengkan kepala.Atas reaksi ini, Adhira hanya bisa berucap, “Aku tidak mengerti bagaimana cara orang-orang itu meracuni pikiranmu. Tapi apakah kau tidak merasa tindakan ini membuat hidupmu sendiri berantakan?”Adhira bangkit dari kursinya karena sudah tak tahan dengan bau asap di ruangan pengap itu. Dia membuka pintu rumah dan udara segar mulai berembus masuk.Seolah baru mendapat serangan telak, Mivar mematung tanpa suara. Sekonyong-konyong, dia meraih lengan Adhira dan mencengkeramnya dengan erat. Adhira sadar memar di lengannya kembali memerah karena cengkeraman kuat itu.“Katakan padaku siapa
Baca selengkapnya
Wanita Berlipstik Ungu
 Pusat perjudian yang dulunya begitu berkembang di tengah kota ini sudah dilarang keberadaannya oleh pemerintah setempat. Meski mendatangkan keuntungan deras bagi pemilik usaha, bisnis yang mengundang perdebatan ini akhirnya ditutup. Bangunan megah tadi pun dimofikasi dan disulap menjadi kelab malam yang tak kalah ramai dengan pusat perjudian sebelumnya.Adhira menarik Ervan memasuki pusat hiburan malam yang diterangi cahaya gemerlap di sepanjang muka bangunan. Segerombolan anak muda memenuhi barisan meja yang mengelilingi panggung dansa. Mereka terus melangkah mendekati meja bar yang berada di sisi belakang gedung. Lampu sorot warna-warni berputar acak mengikuti irama musik. Lantai kaca dan marmer memantulkan sinarnya kembali ke langit-langit.Pada sisi lain meja bar, ada pintu besi yang dulunya merupakan jalan tembus menuju markas besar narkoba di kota itu.“Tunggu aku di sini,” ucap Adhira sembari mengantar Ervan ke kursi bar yang aga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
21
DMCA.com Protection Status