All Chapters of Dendam dan Rahasia Tuan Muda: Chapter 181 - Chapter 190
205 Chapters
Dendam dan Rahasia Tuan Muda
Suara Kuswan membahana mengisi setiap sudut ruangan yang ada di ruangan pesta. “Kiara!”Para tamu tercekat akan kejadian tadi. Haris dan Gerwin terperangah melihat sang pengantin wanita kini sudah tak lagi bernyawa di pangkuan Kuswan.Adhira berbalik dan menghampiri Kiara tanpa berkata-kata. Hanya ada jarak beberapa detik dari terakhir kali mereka minum sampai Kiara sudah meregang nyawanya di lantai.Hal yang mengejutkan lagi adalah, Lodra hanya berdiri di depannya tak memberi respons apa pun, tidak panik, tidak juga berusaha mencari bantuan. Dia seperti sudah memprediksi kemungkinan tersebut.Saat Adhira hendak meraih Kiara, Kuswan langsung menyergah tubuhnya, “Jangan sentuh dia!”Adhira terempas ke lantai tanpa kekuatan. Tangisnya tertahan, tapi perasaan sesal membelenggu hatinya sekarang. Dia menoleh ke arah Ervan yang mematung tanpa ekspresi.“Kau apakan dia, Adhira?” tandas Kuswan dengan nada tinggi.
Read more
Malam Berhujan
“Bangsat kau, Lodra!” maki Gerwin dengan sejuta kemurkaan.Dia hendak melakukan penyerangan pada Lodra, tapi segera dicekal oleh dua penjaga. Walau Adhira akhirnya bisa melepaskan dirinya, ada banyak penjaga yang memagari dirinya dengan Ervan.“Perlu kuberi tahu padamu, kalau Defras sudah sirna sejak kematian Semias. Taktikmu terbaca jelas dan aku tidak butuh menebak kalau kau bahkan tidak bisa memimpin perusahaan kecilmu ini. Kau menjual nama Hadaya Group untuk kepentingan pembangunan Riverside Blossom, lalu merusaknya dengan cara murahan. Kau dan sekelompok putrimu itu hanya seonggok sampah yang menambah daftar panjang aliansi saja.”“Kau….”Bola mata sehitam jelaga hampir keluar dari rongganya.“Kau dan perusahaanmu ini harus mengganti rugi kehilangan ini, Gerwin.”“Kau anak haram sialan!”Umpatan tadi membuat Lodra tertawa kian lebar. Dia mendekati Gerwin dan menar
Read more
Penebusan
“Keluarga Defras masih akan baik-baik saja selama kau bisa menutup mulut.” Semias merasa terancam. Dia tahu bahwa dia hanya anak bawang di aliansi ini. Sebagian besar kekayaan keluarga Defras adalah asupan dari Refendra dan Sadana. Tanpa kedua orang itu, Semias hanya pria biasa yang tak memiliki nama. Bertolak dari nuraninya, Semias pun mengantar Adhira pada keluarga Osman. Dia berharap Adhira bisa menjalani hidupnya tanpa perlu mengetahui semua ini. Kalung triquetra yang masih tergantung di leher Adhira disimpan oleh Semias untuk membersihkan kenangan yang tersisa. Semias juga menyimpan gantungan kunci yang masih berada di saku celana Tanusal. Benda itu pernah dia berikan untuk Tanusal sebagai buah tangan dan Tanusal mengaitkkannya ke kunci rumah. Dia juga menjemput Genever yang masih terkatung-katung di pinggir jalan kembali ke rumahnya. Akan tetapi Semias tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Iren. Dia hanya mengatakan Tanusal mati tertembak dan penembaknya sedang dal
Read more
Itu Bukan Kesenangan!
Kuswan menggeletakkan jenazah Kiara di lantai, lalu melangkah ke pintu keluar. Namun ketika kakinya melangkah di depan pintu, dua penjaga langsung melemparnya ke tengah-tengah aula.“Kalau kalian patuh pada ucapanku harusnya tak perlu ada adegan seperti ini,” ucap Lodra. “Ervan, kamu kan tidak sempat minum teh beracun itu, kamu bisa menolong kami.” Gerwin masih enggan menandatangani berkas yang diserahkan Lodra padanya.“Aku juga tidak minum teh yang beracun,” timpal Adhira.Entah kenapa dia merasa gembira melihat para anggota aliansi itu sekarang memohon pada Ervan.“Meminta bantuan pada buronan sepertimu?” Gerwin mendengus tak rela.“Ya sudah, aku juga tak sudi membantu. Daffin, papah aku keluar dari sini. Biarkan orang-orang ini dengan harta yang berlimpah ruah ini saling tikam-menikam!”Adhira mendekati tubuh Kiara dari lantai yang masih berada dalam dekapan Kuswan.
Read more
Kita Pernah Bersama
Sebelum Lodra menyingkap topeng di wajahnya, Kuswan selalu meragukan Adhira sebagai dalang atas kematian ayahnya. Namun setelah beberapa kesaksian yang ditampilkan, Kuswan mulai mencurigai Lodra. Dia hanya enggan percaya pada apa yang tak dilihatnya.“Aku tidak pernah membela diriku atas kematian Tante Durga, Bu Tamara, ataupun papamu, Kuswan,” ucap Adhira. “Aku mengunjungi makam mereka dan bersujud memohon pengampunan. Saat kamu menembakku, aku pun berharap ini bisa menggantikan kehilangan yang kamu rasakan. Tapi Ervan yang baik ini telah menyelamatkanku. Maaf, aku gagal mengabulkan keinginanmu.”Kuswan berdiri dalam diam. Hatinya bergetar, tapi dia belum mau mengakui permohonan tulus Adhira padanya.“Aku menyesal persahabatan kita harus berakhir seperti ini. Tapi aku tetap bersyukur telah mengenalmu sebagai temanku.”Kali ini Kuswan tak bisa menolak untuk tidak menangis.Dia ingat pertama kali Adhira berbaris d
Read more
Kebenaran yang Sia-Sia
Adhira menciduk perkara yang bertahun-tahun menimpa dirinya tadi penuh amarah. Dia tak mau membiarkan dirinya membungkam dan menikmati tuduhan demi tuduhan itu lagi. “Lodra, kau benar-benar biadab!” Myra mengumpat kesal. “Apa yang membuatmu bisa setega itu pada Lyra?” Senyum sarkastik membeku di wajah Lodra. Para penonton yang berdiri mengelilingi Lodra kehabisan akal untuk menyerang. Racun yang diminum mulai bereaksi pada beberapa orang. Gerwin memegangi perutnya saat rasa perih mulai menjalar dari ulu hati. Haris yang merasakan napasnya kian pendek mencoba untuk duduk. “Jadi kalian percaya pada buronan ini?” Kini giliran Adhira yang tergelak, “Sampai kapan kau mau bersandiwara? Semua orang memang bisa mengira kalau aku si pembunuh berantai itu. Bahkan, bila ada kurap di wajahmu, kau bisa mengatakan itu karena aku telah mencemarimu. Tapi kau tetap tidak bisa lari dari dosa-dosamu, Lodra.” Adhira melirik pada Kiara yang sudah dipindahkan ke atas meja penyuguhan. Tubuhnya masih tam
Read more
Kekacauan Palsu
Tak lama setelah Lodra meninggalkan pulau, Ervan keluar dari gedung resepsi. Mivar membantu menahan dua penjaga yang masih mengejarnya. Dia melangkah ke tepi laut mengejar keberadaan Adhira.“Hira!”“Dokter Ervan!” pekik Laila yang baru muncul dengan kapal kecil bermesin itu.“Laila?”Ervan tidak heran. Dia melihat Laila memang datang bersama Ali. “Cepat, turun!” Ervan berujar keras.Dia menyentak Ali untuk segera turun dari kapal. “Kiara dan para tamu ada di dalam. Aku harus menyelamatkannya.”“Hei, tapi bukankah….”“Pergilah, selamatkan yang lain! Aku tidak punya waktu menjelaskan padamu.”Dengan cepat Ali didorong dari kapal. Ervan terlalu panik hingga barang-barang itu langsung dibuangnya ke permukaan pasir. Kemudian, dia segera naik ke kapal bermotor tadi.“Dan kamu….” Ervan menoleh pada Laila, “Tunggu di kapal kecil yang di belakang pulau. Jangan coba-coba mengendarainya!”Ervan pun memutar setir kapal dan dengan cepat dia mengejar kapal lain yang sudah cukup jauh meninggalkan
Read more
Aku teman baik papamu
Di kala para tamu sudah berbondong-bondong keluar saat mendengar tentang keberadaan bom, pria itu tetap tenang mengamati kondisi pengantin wanita yang masih belum sadar. Dia bekerja seperti tidak mendengar keributan yang masih terjadi di antara para tamu. Tidak ada yang peduli dengan pengantin wanita yang sudah mati itu di sini. “Kenapa masih di sini?” ujarnya saat melihat Kuswan masih mondar-mandir di sampingnya, “Aku memberimu suntikan agar kau bisa menyelamatkan Adhira.” “Ada bom di tempat ini. Dan kapal kami semua dicuri.” Dokter itu mengelus kepalanya jengkel, “Bom kepalamu! Cepat kau ke kapal yang tertambat di antara tanaman bakau itu! Yakinkan gadis kecil di sana agar dia mau meminjamkan kapalnya untukmu.” Kuswan bingung dengan jawaban pria itu. Tapi dia tak memiliki penyelaan yang berarti. Jadi dia segera melaksanakan apa yang dipintanya. Baik Adhira ataupun Kiara tidak ada yang boleh mati. Dia telah salah paham dengannya selama ini dan pelakunya harus bertanggung jawab at
Read more
Jangan berikan napasmu lagi...
“Daffin….”Ervan melompat ke kapal tersebut dan segera menendang tubuh Lodra dari Adhira. Dia melepas jasnya dan melingkupi tubuh ringkih ini dari udara laut. Lalu dengan lengan bajunya dia mengusap darah yang bercucuran di bibir dan hidung Adhira. Dia juga melirik miris ke arah bahu Adhira yang terdapat bekas gigitan itu.“Hira, aku datang. Aku bersamamu sekarang.”Adhira menatap ke arah Lodra yang masih menelungkup itu dengan pandangan seram. Ervan langsung menutup matanya dan mendekap Adhira dalam pelukannya. Sekujur tubuhnya masih gemetar hebat. Dia tak kuasa membuat dirinya tenang. Ketakutan dan bayang-bayang hitam masih bergelung di pikirannya.“Daffin, lepaskan ini….”Ervan melihat pergelangan tangan yang masih terborgol itu telah dilumuri darah. Dia memberontak dengan sangat keras hingga gelang besi itu menggesek sampai ke tulang tangannya.“Aku akan melepasnya. Aku akan membawamu pergi.”Kepanikan menjalari Adhira. Dia tak berhenti menarik tangannya dari borgol. Sementara Erv
Read more
Gudang Anggur
Anggota aliansi beserta tamu undangan masih terkapar di selasar depan gedung resepsi. Haris baru saja memuntahkan isi perutnya untuk yang kesembilan kali. Tampaknya efek racun belum hilang dari mereka. Dia tersaruk-saruk menjauhi kerumunan.“Mau ke mana, Om Haris?”Seorang perempuan mendelik tajam kepada lelaki paruh baya yang masih meringis kesakitan itu. Salah satu tangannya memegang sebuah jarum suntik. Ujungnya yang tajam terarah seperti senjata mematikan.Tanpa sempat dicegah, perempuan yang memanggilnya tadi segera menyuntikkan cairan panas di pahanya.“Apa yang kau….”Haris ambruk sebelum sempat mengenali sosok yang menyerangnya tadi. Pandangannya gelap dan dia tak lagi tahu ke mana dirinya dibawa. Tapi dia tahu ini adalah mimpi buruk baru untuknya.Sejak insiden di pulau, orang-orang beranggapan Haris kabur ke suatu tempat untuk menghindari hukuman dan pengejaran. Kejahatannya sudah dikuliti hingga ke inti, jadi pria itu pasti tidak akan berani menunjukkan dirinya.“Kau mungki
Read more
PREV
1
...
161718192021
DMCA.com Protection Status