Semua Bab Pesan Nyasar Dari Sahabatku: Bab 91 - Bab 100
119 Bab
91
BAGIAN91MAMI, PAKDIR, DAN SEGALA MISTERI           “Dayu, jangan teriak-teriak begitu! Bikin Mami kaget aja!” Mami Yani menatap anaknya dengan galak. Beliau lalu mengusap-usap dada, kemudian melempar pandangan lagi ke arahku. Matanya mengerjap penuh harap.          “Gimana, Ri?” Mami bertanya lagi. Kali ini dia genggam erat jemariku. Senyumnya mengembang seperti seorang yang sedang menggantungkan asa.          Aku tersenyum kecil. Tangan kiriku langsung mengusap pundak Mami. “Berproses, Mi,” ujarku lirih. Padahal, dalam hati aku rasanya ingin menjerit. No way! Aku benci pada Pak Dayu. Kalau bisa memilih, aku ingin menjauh dari pria licik itu. Jangankan menikah dengannya, untuk menatap wajahnya berlama-lama pun aku sudah ogah.      &n
Baca selengkapnya
92
BAGIAN 92MAAF DARINYA           “Ri … aku minta maaf. Beneran minta maaf,” ucap Eva dengan suara yang gemetar sekaligus serak.          Aku hanya diam. Fokus menyetir meski hatiku terasa begitu pilu. Tak kusangka, Eva begitu orangnya. Seharusnya, jika ada apa-apa baiknya dia bicara langsung padaku. Mengapa harus menyembunyikannya? Jadi, maksudnya dia bekerjasama untuk mencelakaiku, begitu?          “Pak Dayu mengancamku ….”          “Oh, jadi kamu pengen menyelamatkan diri sendiri? Dengan cara menumbalkanku?”          “Nggak, Ri. Demi Tuhan, aku nggak bermaksud begitu. Pak Dayu minta kepadaku supaya kamu bisa semakin dekat dengannya. Minta aku sup
Baca selengkapnya
93
BAGIAN93MUNCUL LAGI DAN LAGI           Pukul 22.35 malam aku tiba di rumah Mama dalam kondisi yang lumayan ngantuk. Saat masuk ke kamar pun, ternyata Mama dan anakku sudah terlelap pulas di peraduan. Kini, tinggal aku sendirian dengan kagalauan yang masih bercokol di dada.          Kuputuskan untuk rehat sejenak di ruang televisi. Duduk selonjoran di atas karpet seraya bersandar di dinding. Kubuka pasmina yang kukenakan dan seketika aku merasa lega luar biasa. Ternyata, aku masih belum terbiasa memakai hijab dalam waktu yang lama. Aku masih harus membiasakan diri, pikirku.          Saat mengeluarkan ponsel dari dalam tas, aku setengah kaget melihat pesan masuk di layar. Ponsel memang tadinya kuatur ke mode senyap. Tak ada getar maupun dering sebagai tanda bahwa ada notifikasi.   &nbs
Baca selengkapnya
94
BAGIAN94KEHADIRAN YANG TAK DISANGKA           “Pertanyaanku konyol, ya?” Ungkapan itu malah membuatku semakin merasa geli pada Pak Dayu. Laki-laki tua ini kenapa, sih?          “Eh, nggak, Pak. Aku nggak suka sama Chris,” jawabku to the point. Daripada jadi terlalu panjang pembahasannya.          “Oke kalau begitu. Ya, sudah. Istirahat sana. Sudah terlalu larut.”          Aku lega. Akhirnya, tiba juga waktu itu. Aku sudah tak sabaran lagi menanti kapan Pak Dayu memutuskan sambungan telepon.          “Baik, Pak. Terima kasih,” ucapku lega.          “Sama-sama. Besok Minggu mau ke mana?”
Baca selengkapnya
95
BAGIAN95AZAB UNTUK LELAKI IBLIS                   Kehadiran Chris di tengah-tengah keluarga besarku membuat aku sedikit banyak merasa risih. Bukan apa-apa. Para ibu-ibu yang tak lain adalah keluarga dekat Mama maupun Papa yang mulai berdatangan untuk ikut serta mempersiapkan acara besok, mulai meledek-ledek. Kupingku panas mendengarnya. Meski hanya sekadar olok-olok, tapi membuatku rada takut. Bukankah ini bakal menjadi gosip di luaran sana? Huh, sungguh menyebalkan!          “Ri, orangnya ganteng banget. Itu kamu nemu di mana?” Bulek Lasmi mulai berkomentar. Perempuan 56 tahun itu mengerling sambil senyum-senyum. Tangan keriputnya memang lincah mengupas berkilo-kilo bawang putih, tetapi semangatnya untuk berghibah tetap jalan terus.          Aku yang sed
Baca selengkapnya
96
BAGIAN96KUTUKAN           “Mas Hendra!” Aku memekik keras kala menyibak tirai bilik di mana suamiku terbaring lemah. Pria yang memakai selang oksigen dan alat pendeteksi oksigen dalam darah yang dijepit pada jempol kanannya tersebut terlihat memejamkan mata. Tangan kanan dan kirinya sama-sama terpasang infuse. Aku sampai dibuat kaget karena bagiku ini adalah pemandangan yang tak biasa.          “Bagaimana kondisinya, Dok?” tanyaku pada seorang dokter yang baru saja selesai memeriksa Mas Hendra. Pria bertubuh sedang dengan kulit sawo matang itu membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidung bangirnya.          “Kondisi Pak Hendra masih belum stabil. Demamnya sudah turun, tetapi infusnya masih harus dipasang dua jalur. Apakah Ibu istrinya?” Pria berjas putih dengan k
Baca selengkapnya
97
BAGIAN97TERNYATA ….           “Mas, kamu udah sadar?” tanyaku dengan ekspresi agak terkejut saat melihat Mas Hendra yang terkulai di atas tempat tidur ruangan ICU, mulai membuka kelopak matanya. Pria yang dipasang alat bantu napas berupa selang dengan aliran oksigen murni tersebut menatap lemah ke arahku. Kulitnya kelihatan pucat. Tubuhnya begitu kurus kering, padahal belum seminggu dia meringkuk dalam penjara.          “R-ri ….” Pria yang berbaring di tempat tidur paling pojok sebelah kanan di mana ada empat tempat tidur lainnya berjejer di sebelah kiriku sana, mulai memanggil namaku dengan terbata. Sejuknya ruang ICU ditambah mencekamnya suara-suara alat bantu kehidupan itu sempurna membuat bulu tengkuk merinding. Terlebih, saat suara lirih Mas Hendra terdengar menyayat pilu telingaku.    &n
Baca selengkapnya
98
BAGIAN98SIMALAKAMA           “Bagaimana hasilnya?” Chris cukup membuatku terkejut. Pria itu tiba-tiba saja muncul di depan pintu ICU saat aku baru saja melangkahkan kaki keluar. Wajahnya kelihatan sangat penasaran. Kutak sangka, ternyata dia begitu penasaran dengan kabar mengenai hasil lab Mas Hendra.          Aku tak langsung menjawab. Kupilih buat menutup pintu ICU terlebih dahulu, lalu berjalan mendahului Chris. Pria itu cepat mengejar langkahku yang agak terburu.          “Cepet banget jalannya,” keluh Chris.          “Biar cepat pulang,” desisku. Aku sudah ngebet ingin sampai rumah rasanya. Selain lelah, tak enak juga meninggalkan keluargaku begitu saja. Mama pastinya selain menanti, juga mengkhawatirkan keadaanku
Baca selengkapnya
99
BAGIAN99MENYEBALKAN           Hanya helaan napasku yang terdengar memecah keheningan dalam kabin mobil mewah Chris. Kulempar pandang ke depan sana di mana jalan terbentang luas dengan kendaraan yang wara-wiri menghias. Aku benar-benar kehabisan kata. Tak sanggup untuk menjawab pertanyaan Chris yang bagaikan simalakama bagiku. Dijawab, salah. Tak dijawab pun sama salahnya.          “Riri, kamu marah?” tanyanya dengan suara pelan.          Aku menggelengkan kepala. Perlahan menoleh pada Chris. Menatapnya lamat-lamat dan menemukan tatapan penuh harap pada kedua bola mata cokelatnya. Kelemahanku pun kini bangkit lagi. Rasa iba itu entah mengapa hinggap dan menjalari ke sekujur otak. Mengapa aku selemah ini?          “Beri aku waktu,”
Baca selengkapnya
100
BAGIAN100HARI PERTAMA BEKERJA           “Mohon maaf untuk gangguan jaringan hari ini, Bu. Tim kami sedang memperbaikinya. Mungkin setengah jam ke depan akan segera pulih seperti sedia kala.”          “Dasar jaringan sampah! Nyesel saya pasang sama kalian! Bulan ini yang terakhir pokoknya! Setelah itu saya nggak akan mau lagi pasang ke sini!” Caci maki itu membuat kupingku seketika memanas. Telepon dari customer yang ke sekian puluh hari ini pun diputus begitu saja tanpa salam penutup. Hatiku yang seharusnya bahagia sebab ini adalah hari pertama bekerja setelah tujuh hari diberi izin libur oleh Pak Dayu, malah kacau balau sebab sumpah serapah pelanggan yang marah akan jaringan internet layanan kami down.          “Sabar, Ri, sabar,” gumamku seraya melepaskan headset yang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status