Semua Bab Pesan Nyasar Dari Sahabatku: Bab 51 - Bab 60
119 Bab
51
BAGIAN 51BENCI           “T-tapi … M-ma a-aku nggak mau jadi j-jan-da ….” Kulihat, Mbak Indri menggeleng. Perempuan itu langsung meremas kepalanya dengan kedua tangan. Menarik-narik rambut seperti orang depresi yang sudah tak mampu buat menanggung beban pikiran.          “Itu sudah risiko dari perselingkuhan, In. Mama juga sudah tak ingin menjadikanmu menantu lagi. Kita sudahi hubungan kekeluargaan kita sampai di sini. Tama akan segera memulangkanmu ke rumah orangtuamu, In. Titip pesan pada keluargamu semua.” Mama menepuk-nepuk pundak Mbak Indri. Perempuan tua itu lalu berdiri dan terlihat meneteskan air mata sedihnya.          “Bawa dia pergi sekarang juga, Tama. Mama sudah tak sanggup lagi kalau harus menatapnya berlama-lama. Bayangan itu sedikit banyak muncul
Baca selengkapnya
52
BAGIAN 52AKU SADAR           Aku terdiam sesaat. Membuang muka demi tak menatap kedua bola mata hitam milik Alexa yang tadi telah berkaca-kaca. Hatiku bakal semakin hancur bila memandangnya. Aku memang tak setega itu.          “Bun … Alexa … s-salah apa?” Pertanyaan itu kembali menyeruak. Tangan kecilnya kini menggenggam jemari kiriku. Aku kian tersentak. Bingung menjawab apa. Sementara hati kecilku sudah gerimis dan sebentar lagi badai akan datang menyelimuti. Duhai, Alexa. Maafkan aku, Nak. Mungkin aku bukanlah bunda yang baik untukmu.          Kutarik napas perlahan sembari berusaha tak menitikkan air mata. Setelah agak tenang, aku pun jongkok. Kutatap wajah Alexa yang mendung dan kini telah dihujani air mata.          &ldquo
Baca selengkapnya
53
BAGIAN 53MAAF, BUKAN URUSANKU!           Aku yang sedang dilanda emosi pun, langsung menggendong Alexa yang masih meledakkan tangis. Dengan serta merta, bocah cengeng itu segera kubawa ke kamar mandi yang letaknya di ruangan sebelah dapur dekat wastafel.          “Bunda, lepas!” jeritnya histeris.          Aku tak mau peduli. Segera kududukkan dia di lantai kamar mandi, kemudian kukunci rapat-rapat pintu dari dalam. Kulepas piyama yang dipinjamkan oleh Mbak Sherly dari tubuh Alexa yang tak terlalu berisi itu, kemudian kuguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin.          Anak itu meronta-ronta. Menangis menjerit-jerit seperti tengah disiksa. Hatiku geram tidak alang kepalang tanggung. Anak ini luar biasa menguji kesabaranku.  
Baca selengkapnya
54
BAGIAN 54LELAKI KARPET           Aku yang sudah balik badan dan menggamit tangan Mbak Sherly, tiba-tiba jadi menoleh lagi ke arah Bu Laras yang tengah menggendong Alexa. Kutatap wajahnya tajam sambil sinis berucap, “Oh, ya. Kemungkinan hari ini polisi akan melakukan pembongkaran makam Wahyu. Keluarga kalian mungkin bisa melihat, tapi itu pun kalau masih ada rasa kepedulian.”          Bu Laras yang terlihat pening akibat jerit tangis Alexa yang ada di gendongannya itu hanya diam. Bibir tipis yang disaput dengan lipstik merah bata itu hanya merengut. Kedua tangannya yang sudah tampak keriput itu sibuk menepuk-nepuk pantat Alexa yang tak mau diam.          Melihat tanggapan Bu Laras yang acuh tak acuh, aku pun langsung ambil langkah seribu bersama Mbak Sherly. Cepat kami naik ke dalam mobil, meski
Baca selengkapnya
55
BAGIAN55ATUR STRATEGI ULANG           “B-baik, Pak. Saya akan usahakan untuk ke sana,” ucapku kepada petugas rutan.          “Ya, Bu. Terima kasih untuk responnya. Selamat pagi, maaf sudah mengganggu.”          “Selamat pagi, Pak. Sama-sama.”          Hatiku terasa begitu berat. Kumatikan sambungan telepon dan menatap nelangsa pada gawai yang langsung kumasukkan kembali ke saku celana. Rasanya seperti kembali disuguhkan pada jalan yang membingungkan lagi. Kenapa sih, hidupku tiada henti-hentinya dihadapkan pada hal-hal yang dilematis?          “Kenapa, Ri?” tanya Mbak Sherly sambil menyentuh pundakku.        
Baca selengkapnya
56
BAGIAN 56BARANG BUKTI           “Y-ya sudah, Ri … aku manut kamu. Asal tolong bantuin aku, Ri. Setidaknya supaya hukumanku bisa diperingan.”          Aku hanya diam saja. Tak mau menjawab lagi. Cuma secuplik sungging senyum sinis yang kuutarakan kepadanya.          “Ini makanan pesananmu. Sepertinya kami harus segera pulang. Bukan begitu, Ri?” Mbak Sherly sangat tegas di sini. Beliau langsung tembak saja, tanpa tedeng aling-aling lagi. Makanan plus air putih dalam bungkus kresek plastik hitam itu diletakkan di atas meja depan kami.          Seorang petugas yang berdiri memantau di belakang kami sedari tadi langsung mengambil bungkusan tersebut. Pria bertubuh tegap yang tampak masih muda dengan wajah dingin itu segera membaw
Baca selengkapnya
57
BAGIAN57KEGILAAN SUAMIKU           Pak Rudy yang memiliki tubuh atletis dan berpenampilan dandy itu langsung meraup seluruh barang-barang dari bawah kasur pegas. Kedua tangannya yang mengenakan sepasang sarung tangan karet hitam itu sigap memunguti kertas-kertas, uang, maupun alat kontrasepsi dan pil herbal. Aku yang masih terperanjat, hanya bisa terdiam sambil menutup rapat-rapat mulutku yang tanpa sadar sedari tadi menganga.          “Ibu tahu tentang barang-barang ini?” tanya Pak Tegar padaku dengan suara beratnya.          Aku menggeleng. Menatap nanar pada barang-barang yang kini dikumpulkan di atas ranjang yang telah dilepaskan spreinya. Terlihat olehku kedua polisi pria itu kini memeriksa satu per satu kertas. Mereka membacanya dengan seksama hingga empat pasang bola mata polisi-polisi t
Baca selengkapnya
58
BAGIAN58KUTUNTASKAN PERLAHAN           Dua koper besar, satu ransel, dan sebuah tas travel berbahan kulit telah tersusun rapi di bagasi belakang mobil. Aku lega luar biasa melihatnya. Pakaian dan seluruh dokumen-dokumen penting kini sudah terkemas rapi. Aku siap memulai hari baru di rumah Mama dan meninggalkan rumah ini untuk sementara waktu.          “Ri, polisinya bilang sebentar lagi mereka selesai. Rumah ini sudah boleh dilepas police line-nya.” Mbak Sherly yang baru muncul dari dalam rumah, mendatangiku ke car port dengan agak tergopoh. Wanita itu datang menenteng tas jinjing besar warna ungu-hijau yang isinya rantang-rantang plastik dan beberapa botol minum. Aku yang suruh. Kataku tadi satu tas perabot makan itu memang hadiah untuknya.          “Iya, Mbak. Ya, sudah kalau begitu. Ap
Baca selengkapnya
59
BAGIAN59PAKDIR DAN LAWYER PILIHAN           “Masa duda, sih? Sejak kapan? Kemarin aku masih lihat abangmu sama istrinya, kok. Jangan ngadi-ngadi, deh, Ri!” Si Eva nyolot panjang lebar. Dia seakan tak ingin menelan harapan itu mentah-mentah. Mungkin takut kecewa. Cie, berarti si Eva ada kemungkinan suka sama abangku, dong?          “Sejak hari ini. Udah, deh. Nurut sama aku. Kamu ikut program diet, kita usaha bareng. Oke?”          “Kamu nurut juga sama aku kalau begitu. Aku sama abangmu, kamu sama pakdir. Oke?”          Aku gelagapan. Menelan liur dan merasa kikuk sendiri. Terlebih saat Mbak Sherly tiba-tiba membuka pintu mobil dari luar, lalu masuk, dan duduk di sebelahku. Beliau sontak memandangku heran. Mungkin eksp
Baca selengkapnya
60
BAGIAN60PRIA BERWAJAH KLIMIS           “B-baik, Pak, kalau gitu. Jam berapa untuk ketemunya?” tanyaku masih dengan degupan jantung yang bertalu-talu cepat.          “Setengah dua belas saya turun dari kantor. Kita jumpa di resto Taman Hijau. Gimana?”          “Siap, Pak. Saya segera meluncur ke sana kalau begitu.”          “Kalau kamu duluan sampai, tolong pilih tempat duduk di gazebo depan kolam ikan, ya. Saya lebih senang duduk di sana ketimbang in door.”          Aku mengangguk cepat. Seakan pak bos ada di depan. “Siap.”          “Ya, sudah. Saya matikan dulu teleponnya. Pagi.&rdquo
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status