Semua Bab Dibayar Satu Miliar: Bab 11 - Bab 20
93 Bab
11
 Pak Arik tanpa sungkan memajukan badannya ke arahku yang duduk di kursi belakang. Entah kenapa badanku pun refleks maju juga dengan menundukkan pandangan.  Cup! Sebuah kecupan singkat mendarat di keningku. Ini kali kedua ia mengecup keningku dan rasanya masih sama, hatiku selalu berdebar saat terjadi sentuhan diantara kami. Namun aku menyangkal kalau itu perasaan suka, apalagi cinta. Jujur, mungkin ini karena untuk pertama kalinya aku disentuh lelaki lain. "Aku pamit," ucapnya datar, tidak ada kemesraan sama sekali, kemudian ia menyunggingkan senyum. Sayang senyum itu bukan untukku, melainkan untuk Alisa yang duduk di sampingnya. Aku bergegas turun untuk menghindari perasaan aneh yang muncul di hati. "Lun!" Aku menoleh ke belakang. Alisa memanggil.  "Bersiaplah karena sejam lagi kita akan pergi." Aku yang sudah berdiri di depan pintu kamar, hanya mampu menganggukkan kepala, isyarat se
Baca selengkapnya
12
Malam Panas  "Pintunya dikunci dari luar," ucap Pak Arik, tampak panik memberitahu. Dikunci? Kenapa? Dan siapa yang menguncinya? Yang membuatku heran, ada apa dengan tubuhku, aku kesulitan mengontrolnya.  "Pak, ada apa dengan saya, rasanya …," ucapku terbata, terdengar mendesah dengan mencengkram kuat sprei kasur.  Tak ada sahutan dari Pak Arik. Ia terpaku di depan pintu. Ada yang aneh dengan dirinya. Lelaki yang terjebak bersamaku di kamar ini, terlihat mengepalkan dengan kuat kedua tangannya ke dinding. Apakah dia sedang menahan marah karena pintu kamar ini terkunci?  Aku yang sudah tidak tahan lagi, mendatanginya. Baru saja tangan ini menyentuh lengan kekarnya, tetiba ….  Pak Arik menyergapku dengan mengunci badanku dalam rengkuhannya. Ia membungkam mulutku dengan bibirnya hingg
Baca selengkapnya
13
"Bersiaplah Lun, kita akan pergi." Alisa mengambil ponselnya dan ingin beranjak dari ruangan ini, tapi kucegat.  "Kenapa Kak Alisa melakukan itu?" tanyaku mencengkram lengannya.  "Itu apa?" jawabnya menyorot tajam ke tanganku.  Segera kulepaskan cengkeramanku.  "Tentang semalam."  "Ada apa dengan semalam?" Alisa kembali duduk. Terkesan kasar saat bertanya, tidak selembut biasanya. Mimik wajahnya nampak jelas kalau dia sedang marah padaku. Pasti karena perlakuan suaminya barusan. Kenapa aku yang jadi imbasnya?   "Aku yakin Kak Alisa paham maksudku dengan semalam. Untuk apa Kakak melakukan hal itu kalau akhirnya Kak Alisa cemburu."    "Cemburu?" Alisa tersenyum kecut. Dia menatapku dengan mata galaknya. "Kalau tidak begitu, apa malam
Baca selengkapnya
14
"Sudah lama tidak melihatmu di cafe. Aku rindu."    Astaga, apa yang dikatakannya? Aku sekilas menatap ke arah Alisa yang membalasku dengan tatapan penuh tanya, lalu kutundukkan wajah yang terasa terbakar dengan jemari yang sedingin es. Aku malu, gugup, semua jadi satu. Semoga Alisa tidak berpikir macam-macam dengan apa yang barusan dikatakan oleh Axel.   Lelaki yang masih berdiri di depanku ini malah tersenyum semringah tanpa beban setelah mengatakan hal tersebut. Menyebalkan.  ***  Alisa membawa kami ke ruangannya. Aku tahu dia ingin menginterogasi kami. Aku terpaksa duduk di sebelah Axel yang berhadapan dengan Alisa.  "Ini, minumlah. Jangan terlalu sering menunduk, itu menyulitkanku untuk melihat wajah cantikmu."  Astaga! Apa lagi ini? Tanpa malu ia menggodaku di hadapan A
Baca selengkapnya
15
 "Arik itu suamiku, Lun. Wajahnya tidak jauh beda dengan Axel. Nanti kukenalkan padanya." Alisa menimpali.   "Oh, i--iya," jawabku seraya memijit pelipis mata, terasa pusing mengetahui mereka di lingkaran yang sama.   kakak-adik.  "Xel, jauhi Luna. Dia temanku."  "Kok gitu, Kak. Aku serius Kak, dengannya. Seharusnya didukung. Aku hampir stres mencari keberadaannya saat mengetahui dia berhenti bekerja di cafe. Aku seperti kehilangan separuh napasku."  Aku masih menundukkan wajah ke bawah. Bukan karena kaget mendengar pernyataan Axel, tapi karena sudah keseringan mendengarnya bicara gombal dan selebay itu. Aku tahu lelaki di sebelahku ini tidak mengindahkan sama sekali pandangannya dariku. Dia selalu agresif. Bahkan dulu pernah bilang ingin menemui ibuku dan datang melamar ke rumah. Untunglah ha
Baca selengkapnya
16
 Aku menatap langit-langit dengan degupan jantung yang bertalu. Suaranya terdengar sampai ke gendang telinga karena keheningan yang menyergap kami berdua. Aku sampai tak berani menoleh ke sebelah, ke arah laki-laki yang merupakan suamiku sendiri.  "Kenapa belum tidur? Ada yang kamu pikirkan?" Aku terkejut saat mendengarnya bertanya padaku. Apa ia memperhatikanku? Refleks kepala ini menoleh ke arahnya. Seketika kami saling tatap. Sepertinya wajah Pak Arik lebih dulu menghadap ke arahku. Ada debaran yang tidak bisa dijelaskan saat kedua netra saling bertemu. Semakin dalam aku menatapnya, semakin besar debaran itu kurasakan.  Aku yang tidak sanggup berlama-lama menatapnya, memilih memalingkan wajah.  "Kak Alisa tidak menginap di sini, apa Bapak tidak tahu?" Dengan berani aku bertanya, karena hal itulah yang saat ini sedang mengganjal di benakku. Membuatku sulit memejamkan mata. Ke
Baca selengkapnya
17
 Aku mendesah, menghela napas berat. "Bukankah aku istrimu yang sah juga secara agama? Setidaknya perlakukanku seperti itu, jangan meninggalkanku setelah kita melewati malam kita. Aku …." Kutundukkan wajah mencoba menutupi mata yang mulai berkaca-kaca.   "aku merasa seperti seorang p*l*c*r yang dihempaskan setelah usai diteguk madunya." Sekuat tenaga kata itu berhasil kuucapkan. Kugigit bibir menahan getir di hati.   Pak Arik mendekat. Ia menunduk mensejajarkan tingginya dan mencondongkan tubuhnya ke arahku.   "Bukankah kamu yang memilih diperlakukan seperti itu? Aku hanya mengabulkan keinginanmu, membantumu secepatnya menyelesaikan pekerjaanmu, lalu kamu bisa pulang dengan membawa uang satu milyar tersebut."  Deg. Mataku melebar mendengar penuturannya. Ada yang berdenyut nyeri tapi tidak berdarah. Sehina itukah ak
Baca selengkapnya
18
 "Iya, Neni ada apa?" tanyaku setelah wajahnya menyembul di balik pintu yang kubuka.  "Bapak menunggu Nyonya di depan." Kubuka pintu lebih lebar.  "Di depan? Apa katanya?"   Neni menggeleng. "Sepertinya Bapak ingin mengajak Nyonya pergi. Beliau juga meminta saya menyampaikan pada Nyonya untuk berganti pakaian."   Pergi? Dia mau mengajakku kemana?  "Nyonya Luna."  "Ya," sahutku terkejut mendengar panggilannya di selaku berpikir.    "Biar saya membantu Nyonya berpakaian, boleh saya masuk?"    "Oh begitu, i--iya silakan." Aku mempersilakannya masuk ke dalam kamar karena memang itu yang saat ini kubutuhkan.  Neni membuka lemari
Baca selengkapnya
19
Hold me now, touch me nowI don't want to live without youNothing's gonna change my love for youYou oughta know by now how much I love youOne thing you can be sure ofI'll never ask for more than your love  Aku yang menghadap ke samping menoleh ke sumber suara yang mengalunkan lagu cinta.   "Tidurlah. Se-jam lagi sampainya."Pak Arik rupanya yang menyetel lagu tersebut di tape audio mobilnya. Ternyata laki-laki cuek dan dingin ini mellow juga.    Aku mengikuti sarannya dengan memejamkan mata. Siapa tahu mau tertidur. Berdua di dalam mobil tanpa ada yang bicara memang sangat membosankan.   Deg. Apa ini? Kurasakan sentuhan di kepalaku. Pak Arik mengusap lembut kepalaku beberapa kali. Sayang aku tidak dapat menangkap basah perbuatannya ini. Tanpa dia sadari, perbuatannya ini telah
Baca selengkapnya
20
"Kenapa kalian? Ada yang lucu? Apa ucapanku salah?" Raut wajah Pak Arik berubah tegang. Dia marah?  Seketika Alisa menghentikan tawanya. "Ini sudah mepet Rik, mana mungkin kita nyuruh Luna ganti baju lagi. Kita bakal telat. Lagipula kenapa kamu tidak suka? Kamu kayaknya lebih memperhatikan Luna daripada aku? Padahal pakaian kami kurang lebih hampir sama loh. Kamu nggak komplain dengan pakaianku ini?"  Aku lantas memperhatikan penampilan Alisa. Cantik. Kalau diperhatikan, pakaiannya mirip dengan dres yang pertama kali disodorkan Melani untukku. Dres pilihan Alisa yang disuruh ganti oleh Pak Arik. Jadi sebenarnya Alisa memilihkan pakaianku kembaran dengannya. Hanya warna dan detail payetnya saja yang berbeda. Pantas Alisa bertanya begitu.  "Beda, Lis. Hm … Luna tidak suka sama pakaiannya. Lagipula kenapa kamu belikan Luna pakaian yang modelnya sama semua, terlalu kebuka." 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status