Semua Bab Berawal dari Pernikahan Tanpa Cinta: Bab 11 - Bab 20
37 Bab
Bab 10. Insiden
Setelah perdebatan mereka, Ran setuju untuk tidak menghubungi Mey agar tidak dianggap mengganggu. Sebisa mungkin, Ran berkunjung saat pulang kerja hanya untuk mendapati Mey yang menghindarinya dengan memilih mengurung diri dalam kamar. Kalaupun Ran menginap, dia terpaksa tidur di kamar tamu. Begitu juga ketika makan bersama, Mey akan lebih dulu menyudahi acara makannya karena mual dan kembali ke dalam kamar. Mey benar-benar berniat membangun jarak di antara mereka dan tidak memberikan celah sedikit pun kepadanya. Pagi itu, Mey yang baru keluar kamar melihat Ran yang berdiri sedang memegang ponsel seolah sedang menunggunya. Mey pun berusaha mengabaikan dengan melangkah melewati Ran begitu saja. Namun, panggilan Ran menghentikan langkahnya.“Mey, sebentar saja kumohon,” ujarnya. Dengan posisi yang masih berdiri, Ran melangkah mendekat namun tetap memberi jarak.“Aku ada tugas ke Surabaya selama empat hari.” Ran masih belum melanjutkan kalimatnya seol
Baca selengkapnya
Bab 11. Mengenalmu
“Tu… tunggu, begini Ran,” ujar Mey dengan nada panik. “Kondisi kehamilan juga kaki kamu belum memungkinkan untuk naik turun tangga dulu. Cobalah untuk tidak bersikap egois,” potong Ran dengan cepat. Mey yang merasa tersindir hanya menunduk lesu. Kejadian hari ini memang murni karena ulah dirinya yang egois dan tidak memikirkan kalau kini ada nyawa yang bergantung padanya. Setiap mengingatnya, Mey jadi ingin menangis lagi. Ran benar, Mey tidak mungkin tinggal di rumah orang tuanya dimana kamar tidurnya terletak di lantai atas. Sementara, untuk bertukar tempat dengan kamar orang tuanya di lantai bawah lebih tidak mungkin lagi. Membiarkan mereka yang sudah berumur dan mengalah demi dirinya yang sudah ceroboh, Mey merasa menjadi seorang anak yang jahat. Saat Ran mendengar kabar bahwa Mey terjatuh dan mengalami pendarahan, dia sangat marah. Ran mengira kalau Mey pasti sengaja tidak menjaga kehamilannya dengan benar. Namun, Ran tidak bisa untuk tidak kasihan ketika melihat kon
Baca selengkapnya
Bab 12. Tinggal Bersamamu 1
Tidak terasa sudah satu minggu Mey dirawat di rumah sakit. Di satu sisi dia merasa lega karena sudah diperbolehkan pulang. Namun, di sisi lain dia juga merasa cemas karena mulai hari ini dia akan tinggal bersama Ran. Apakah apartemen itu apartemen yang sama? Apartemen yang menjadi saksi bisu perubahan besar pada hidupnya? Jika memang benar, masih punyakah dia kesempatan untuk menolaknya? Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya hingga dia tidak sadar Mamanya datang menghampiri. “Cuma dua tas ini aja ya Mey?” tanya Mama yang menyela lamunannya. “Mama sama Papa tidak ikut mengantar ke apartemen ya Mey, besok saja kita ke sana,” tambahnya. “Hahh?” Mey memberi respons atas keterkejutannya. Bisa dipastikan mulai dari di dalam mobil hingga tiba di tujuan dia akan berdua bersama-sama Ran. Mey bingung bukan main, tidak mungkin selama di apartemen Ran akan bekerja saja seperti saat menunggunya di rumah sakit bukan? Tapi, dia teringat pembicaraan mereka tempo hari.
Baca selengkapnya
Bab 13. Tinggal Bersamamu 2
Mey yang baru bisa tidur menjelang tengah malam akhirnya bangun ketika matahari sudah tinggi. Dia mengerjapkan matanya dan langsung tersadar kini dia sudah tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya melainkan tinggal di apartemen Ran. Mey mendesah lega saat memeriksa keadaannya yang masih menggunakan piyama. Bahkan, selimutnya juga masih menempel pada kakinya. Ketika melihat ke arah jam dinding, dia terkaget karena waktu kini sudah menunjukkan pukul tujuh lewat. Segera dia bangkit untuk membersihkan diri ke kamar mandi karena ingat akan Ran yang hari ini pergi bekerja. Dia membasuh muka dan menyikat gigi secepat yang dia bisa. Setelah melihat penampilannya, dia bergegas keluar dari kamarnya.Aroma roti yang dipanggang menguar di udara ketika Mey sudah memasuki area dapur. Dia terhenyak karena mendapati Ran yang sudah menikmati sarapan di meja makan. Melihat kedatangan Mey, Ran segera menoleh sambil tersenyum. Hari ini dia mengenakan kemeja panjang berwarna biru langit yang membu
Baca selengkapnya
Bab 14. Membuatmu Nyaman
“Masuk Ma, Pa…,” ajak Ran saat melihat kedua mertuanya datang berkunjung. Mey pun menyambut dengan mata berbinar dan mempersilakannya duduk. “Berangkat sekarang aja Ran, lagian udah ada Mama sama Papa,” kata Mey. Jujur saja, setelah membuat Ran bekerja dari rumah sakit selama satu minggu penuh, Mey tidak enak jika harus membuatnya datang terlambat hari ini.Ran hanya mengangguk dan berpamitan kepada mereka.Mama Mey pun mulai melakukan inspeksi ke berbagai sudut apartemen mereka dan mengernyitkan dahinya ketika melihat sepiring toast yang tersaji di meja.“Kamu cuma bikinin Ran toast aja Mey?” tanya sang Mama yang tahu kemampuan memasak putrinya.Mey menggeleng, “ Itu Ran yang bikin Ma, … Mey kesiangan” katanya sambil menggigit bibir.“Ya ampun Mey, itu nggak bener. Udah jadi istri jangan malas."“Baru juga hari pertama, kemarin susah tidur jadinya telat bangun”, kata Mey beralasan.Mamanya hanya geleng-geleng kepala. Tak lama, Bu Ana datang
Baca selengkapnya
Bab 15. Kencan?
“Kenapa tadi bilang enak???”“Apanya?” tanya Ran yang pura-pura tidak mengerti.“Cap cay aku keasinan Ran, kenapa tadi bilang enak?”Ran hanya mengerjapkan matanya. Wajah Mey yang saat ini cemberut benar-benar sangat menggemaskan.“Rasanya memang enak . . . walaupun agak asin,” akhirnya dengan jujur Ran menjawab.“Tapi kenapa kamu makannn?” Mey dibuat habis kesabaran oleh jawaban Ran yang berputar-putar.“Tenang aja Mey, aku suka asin kok.”Mey membulatkan matanya, dia benar-benar tidak menyangka kalau Ran sangat pandai bersilat lidah. Apa susahnya mengatakan yang sebenarnya? Mey jadi malu dan merasa bersalah.“Ya udah, mulai besok aku buatin kamu makanan yang asin-asin,” katanya dengan ketus sambil berlalu.“E.. eh, jangan Mey,” kejarnya yang dengan refleks memegang bahu Mey.Mey langsung terdiam dan tidak melanjutkan langkahnya. Entah kenapa sentuhan tangan Ran pada kulitnya menimbulkan gelenyar-gelenyar aneh pada dirinya.“L
Baca selengkapnya
Bab 16. Selalu Bersama
Mey memandang ponsel ketika mendapat pesan masuk yang mengabarkan jika Ran akan tiba sebentar lagi. Rencananya, mereka akan berkunjung ke rumah orang tua Mey. Dia memeriksa penampilannya yang mengenakan legging hitam dipadukan atasan maroon. Usia kehamilannya yang kini memasuki empat bulan membuat perutnya mulai terlihat membuncit. Sedangkan, untuk mual dan muntah sudah mulai berkurang seiring berjalannya waktu. Kehidupan rumah tangganya bersama Ran menunjukkan perkembangan yang baik. Dia sudah tidak canggung lagi seperti di awal-awal kepindahannya. Sepertinya ini semua tidak lepas dari pengaruh konseling yang dijalaninya. Mey disarankan untuk menerima apa yang sudah terjadi dan menjalaninya dengan ikhlas. Sejauh ini, Ran sangat menghargainya. Mereka juga sering menghabiskan waktu di luar, entah untuk makan ataupun sekedar nonton. Namun untuk lebih dari itu sepertinya belum, karena baik Mey maupun Ran sepertinya memberi batasan sendiri-sendiri. “Mey, minggu depan anni
Baca selengkapnya
Bab 17. Sebuah Rasa
Ballroom Emperor Hotel sudah dipenuhi meja bundar dengan kursi, sementara di bagian depan berdiri panggung dengan konsep yang modern dan megah. Perayaan anniversary yang rutin diadakan tiap tahunnya, diawali dengan berbagai pertunjukan, pembagian door prize, pemberian awards bagi karyawan yang berprestasi dan diakhiri dengan galla dinner sebagai acara puncak.Mey dan Ran berada satu meja dengan ketiga rekan-rekannya yang malam ini membawa pasangan masing-masing. Nena, istri Romi yang duduk di sebelah Mey pun memulai pembicaraan ketika Ran berikut ketiga rekannya maju ke panggung memberi sambutan.“Dulu waktu aku hamil trimester pertama, hampir sama kayak kamu Mey, ga pernah kemana-mana karena takut mual.”“Iya, sekarang udah mendingan karena udah masuk trimester kedua,” Mey menjawab seolah membenarkan dugaan Nena.“Jadi bisa dong ikut pergi sama kita.-kita. Ran sendirian terus kalo ada acara invitation,” tambahnya.Sekarang Mey mulai paham kemana arah pembi
Baca selengkapnya
Bab 18. Meyra
“Boleh aku menciummu?” Pertanyaan serta bahasa tubuh Ran yang tidak Mey duga, membuat kinerja otaknya berantakan. Seharusnya Mey menolak, atau langsung bangkit dari posisinya.Tapi, yang dia lakukan malah membalas tatapan mata Ran yang menguncinya. Mey hanya mengerjapkan matanya yang justru malah membuat Ran semakin mendekat.“I guess yes,” kata Ran dengan berbisik.Detik berikutnya Mey merasakan bibir hangat Ran mengecup lembut bibirnya sementara tangan Ran yang semula menggenggam tangannya kini sudah berpindah ke bahunya. Rasa panas menjalari tubuh dan wajahnya manakala Ran menjauhkan wajahnya setelah bibir mereka bersentuhan selama beberapa saat.“Masuk yuk Mey, kita makan dulu,” ajak Ran sambil menggandeng tangannya. Mey sendiri hanya bisa pasrah berjalan mengikuti Ran sambil menormalkan detak jantungnya akibat sikap manis Ran.***Mey memandang wajahnya sambil meraba bibirnya. Semalam Ran menciumnya, tidak,,, lebih tepatnya mengecup bibirnya. Dia
Baca selengkapnya
Bab 19. Wanita Itu
“E… ehh,” “Kenapa Mey?” tanya Ran dengan khawatir.“Enggak, ini kayaknya bayinya gerak,” Mey mengelus perutnya untuk memastikan lagi.“Hah… Beneran?”Ran takjub sekaligus terharu, dia hanya bisa memandang perut Mey penuh arti.“Mmm, pegang aja Ran, kata dokter udah bole diajak ngobrol kan?” Ran menatap Mey tidak percaya, dengan ragu dia menyentuh perut Mey yang membesar. Pandangannya tertuju pada perut buncit Mey, dimana buah hatinya berada. Ran menghela nafasnya sebelum mengucapkan kalimat yang membuat Mey nyaris meneteskan air mata.“Sehat-sehat ya nak, daddy’s here…”Entah kenapa Mey begitu yakin, kalau kelak, Ran akan menjadi sosok ayah yang baik dan bertanggung jawab bagi anak mereka. Terlepas dari awal ikatan ini bermula, Mey perlahan-lahan mulai bisa menerima kehadiran Ran. Sudah seminggu terakhir Mey disibukkan dengan bisnis barunya di Meyra Florist. Selain bertemu orang-orang baru, dia juga mendapat tambahan pengetahuan berupa merangkai bunga, walaupun masih tehnik yang sed
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status