Semua Bab Pendekar Tombak Matahari: Bab 71 - Bab 80
87 Bab
Pertarungan
Ndaru melompat ke arah Surya Yudha, mengeluarkan segenap kemampuannya untuk mengalahkan lawannya itu. Surya Yudha segera menyalurkan sumber energinya dan bergerak untuk menghindari serangan tersebut. Melompat!Klang!Serangan Ndaru gagal mengenai Surya Yudha dan membentur bebatuan di tempat Surya Yudha berdiri sebelumnya. Ndaru menyeringai! Kali ini serangannya memang meleset, tetapi tidak untuk serangan selanjutnya.Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu ternganga, rahang mereka seperti jatuh ke tanah dan membuat mereka kesulitan menutup mulut. Ndaru tidak berhenti, dia langsung berbalik dan mengejar Surya Yudha. Sementara Surya Yudha, dia terus bergerak untuk menghindari serangan Ndaru. Ndaru berteriak marah. "Setan alas! Apa kau berniat mengajakku kejar-kejaran?""Aku hanya sedang menguji ketahananmu." Surya Yudha menjawab dengan santai. Padahal sejujurnya dia sedang memikirkan cara untuk mengalahkan Ndaru. Ndaru yang mendengar ejekan Surya Yudha menjadi sangat marah, dia
Baca selengkapnya
Penemuan
Surya Yudha meninggalkan tepi kawah agni. Dia bergerak menuju gerbang padepokan berniat untuk turun gunung saat ini juga. Untuk Ki Joko, dia akan mengirimkan surat permintaan maaf. Langkah Surya Yudha terhenti saat melihat pria yang menggunakan jubah berdiri membelakanginya. "Aku penasaran, kenapa kau menyerah? Aku yakin dengan kemampuanmu kau bisa mengeluarkan sapuan badai."Surya Yudha memandangi tanah di depannya. Bingung harus menjawab apa. Suasana berubah menjadi canggung. Setelah hening beberapa saat, kembali terdengar seseorang berbicara. "Aku tidak akan menahan kepergianmu. Namun, jika suatu saat Ki Arya meminta penjelasan, apa yang harus aku katakan?" Bruk!Surya Yudha menjatuhkan lututnya. Dia menunduk hormat pada sosok yang telah menjadi gurunya itu. "Guru, terima kasih telah memberiku kesempatan untuk mempelajari kitab Raga Geni. Sayangnya aku tidak bisa menjaganya dan malah menghancurkannya. Jika suatu saat eyangku datang dan meminta penjelasan, maka katakan padany
Baca selengkapnya
Membabat hingga akar
Surya Yudha membawa pria yang dia temukan di danau ke rumah milik warga. Pemuda itu bingung karena pria itu masih belum sadar."Saat Sakra terluka, dia hanya membutuhkan beberapa saat sebelum pulih sepenuhnya. Namun, pemuda ini, sudah hampir setengah jam mengapa dia belum sadar juga?"Obat yang diracik oleh Ki Arya Saloka memang memiliki efek penyembuhan yang mengesankan. Namun, satu hal yang tidak diketahui oleh Surya Yudha yaitu, dia tidak menyalurkan tenaga dalam untuk melarutkan obat tersebut, sehingga efeknya akan bekerja dengan lambat."Mungkin kondisinya terlalu parah dan butuh waktu lebih banyak." Surya Yudha bangkit dan meninggalkan kamar. Dia pergi bersama bintang untuk berkeliling, melihat situasi di desa tersebut. Banyak mata yang memperhatikan Surya Yudha karena pemuda itu tampak asing di mata mereka. Surya Yudha tidak peduli. Toh dirinya di sini tidak memiliki niat jahat. Saat Surya Yudha sedang berjalan-jalan, tiba-tiba titir tanda bahaya terdengar di beberapa titik
Baca selengkapnya
Menemukan Sarang Bandit
Ketika menyadari jika kelompok bandit yang menyerang desa merupakan kelompok besar, Surya Yudha semakin geram. Dia meningkatkan kecepatannya dan membunuh setiap bandit yang dia lihat dengan satu kali tebas. Mayat-mayat bergelimpangan di banyak sudut desa, aroma darah dan daging hangus juga menyerbak membuat banyak orang menjadi mual. Namun, seorang pemuda yang sedang berdiri di pucuk pohon tertinggi sambil menggenggam pedang terlihat tidak terpengaruh sama sekali. Dia adalah Surya Yudha, putra Panglima besar Indra Yudha. Ketika dia masih sangat muda, Surya Yudha sudah menginjakan kaki di medan tempur yang sesungguhnya. Aroma darah di tempat ini tidak akan mengusiknya sama sekali. Dari atas pohon itu, Surya Yudha bisa melihat seluruh wilayah desa dengan jelas. Dia mengedarkan pandangannya, mencari sisa-sisa bandit di segala penjuru desa. Setelah beberapa saat melakukan pencarian, dia tidak menemukan satupun pergerakan. Surya Yudha menyimpan pedangnya ke dalam cincin semesta. Kaki
Baca selengkapnya
Menang
Mengikuti suara teriakan itu, seorang pria muncul dari dalam gua. Wajah pria tersebut putih pucat, manik matanya sedikit merah. Jubah yang dia kenakan memiliki tangan yang lebar sehingga jika pria tersebut melompat dari ketinggian, maka akan terlihat seperti kelalawar raksasa yang sedang terbang. Di belakang pria tersebut, ada lebih dari selusin bandit yang berdiri dengan posisi siaga. Mereka tidak berani lengah sedikitpun karena telah melihat bagaimana keganasan pemuda itu saat menghabisi musuh. Surya Yudha juga tampak waspada. Dia mengeluarkan pedang dari cincin semesta dan segera mencabut pedang dari sarungnya. "Kelompok kelalawar hitam? Kenapa aku tidak pernah mendengarnya? Jangan-jangan kalian kelompok yang baru menetas." Surya Yudha sengaja memancing emosi lawannya. Namun, tidak seperti yang Surya Yudha harapkan. Pria berwajah pucat itu malah tertawa hingga langit-langit mulutnya terlihat. "Anak muda, lawakanmu sungguh bagus." Pria tersebut berhenti sejenak. Tatapannya beru
Baca selengkapnya
Mengembalikan Para Gadis
"Baiji, apa yang harus aku lakukan?" tanya Surya Yudha dengan napas tersengal. Tenaganya hampir habis, racun akibat angin hitam Pak Lawa juga belum dia keluarkan seluruhnya. ["Kembali ke desa, cari tabib atau seseorang yang bisa menangani lukamu dengan baik. Obat di dalam cincin semestamu itu tidak akan berguna untuk saat ini."]Surya Yudha mengangguk. Dia kembali teringat akan gadis-gadis desa itu. Pemuda itu kembali berjalan dan saat dia sampai di tengah gua, terlihat gunungan harta serta belasan gadis cantik yang sedang ketakutan. "Kalian tenanglah, aku bukan bagian dari kelalawar hitam.""Tuan, apa anda datang menyelamatkan kami?" Seorang gadis berkata dengan ketakutan. Wajahnya cantik, tetapi pakainnya dipenuhi dengan sobekan. Sepertinya gadis itu sudah mengalami rudapaksa. "Bisa dibilang seperti itu." "Tuan, kami sudah tidak memiliki masa depan lagi. Jika anda mengembalikan kami ke tempat asal kami, maka yang terjadi adalah kehidupan yang lebih mengerikan dari kematian." "A
Baca selengkapnya
Banyulingga
Surya Yudha kembali ke desa yang dia singgahi kemarin. Sesampainya di sana, pemuda itu mendapati jika para warga sedang gotong royong membersihkan desa yang hancur karena penyerangan kemarin. Orang-orang melihat Surya Yudha dengan tatapan aneh. Sebagian orang terlihat kagum, sementara sebagian lain terlihat ketakutan. Para gadis yang sempat diculik oleh bandit menyambut Surya Yudha dengan senyuman. "Tuan Surya, akhirnya anda kembali. Kami sangat mengkhawatirkan anda." Seorang gadis berkata dengan wajah penuh senyuman. Terlihat senang saat melihat Surya Yudha datang. "Aku baik-baik saja. Candrika merawatku dengan baik sehingga aku cepat pulih." Surya Yudha berkata dengan tenang. Sementara Candrika, wajahnya memerah begitu mendengar ucapan Surya Yudha.Surya Yudha yang tidak sadar dengan akibat dari ucapannya, terkejut saat melihat wajah Candrika. "Apa kau sakit? Kenapa wajahmu merah?" Para gadis tertawa melihat kepolosan Surya Yudha. "Tuan, sebaiknya anda segera membawa Nona Candr
Baca selengkapnya
Terobosan 1
Aroma obat yang kuat menyeruak memenuhi ruangan. Dua orang pemuda yang terlihat tidak berbeda jauh secara usia duduk berdampingan. Masing-masing dari mereka memegang mangkok obat. "Minumlah selagi hangat karena begitu dingin ramuan itu akan terasa jauh lebih pahit."Surya Yudha meminum ramuan itu secara perlahan. Rasa ramuan yang pahit segera memenuhi mulut pemuda itu. Dia ingin memuntahkannya tetapi berusaha ditahan. Sementara Banyulingga, dia berusaha meminum obatnya secepat mungkin. Candrika meraih dua mangkok yang sudah kosong dan membawanya pergi. "Kita terlihat seperti anak-anak," kekeh Banyulingga. "Sementara Candrika seperti ibu yang khawatir dengan anaknya." Surya Yudha membalas. "Aku mendengarnya!" Terdengar suara Candrika dari luar ruangan. Dua pemuda itu kembali terkekeh. Saat Candrika masuk, keduanya berusaha untuk menyembunyikan tawa. "Setelah ini kalian harus istirahat, tuan-tuan.""Candrika, bolehkah aku meminta sesuatu?" tanya Surya Yudha. Candrika melebarkan
Baca selengkapnya
Kelebihan Energi
Banyulingga menatap Surya Yudha dengan cemas. "Ada apa? Kenapa kau di sini?" tanya Surya Yudha keheranan saat melihat Banyulingga yang seperti menunggunya. "Kau sudah empat hari bertapa tapi tidak bangun-bangun. Kau bilang hanya memulihkan energi, kenapa begitu lama?""Empat hari?" Surya Yudha terkejut saat mengetahui waktu yang dia habiskan. "Gawat! Aku menghabiskan terlalu banyak waktu. Kita harus pergi ke pasar budak saat ini juga!"Surya Yudha bergegas bangkit dan menyiapkan kelengkapannya. Namun, suara Banyulingga berhasil menghentikannya. "Candrika tidak akan membiarkan kita pergi sebelum memeriksa kondisimu." "Aku baik-baik saja. Aku sudah sangat sehat." Surya Yudha menunjukkan tubuhnya. Dia memang tampak sangat sehat sekarang. Tanpa berkata-kata lagi, Surya Yudha mencengkeram bahu Banyulingga. Pemuda itu mengerahkan sumber energinya ke kaki dan melompat hingga keluar dari tempat itu. Ketika tubuhnya masih berada di udara, Surya Yudha bersiul. Ringkikan kuda menyahuti si
Baca selengkapnya
Pasar Budak
Surya Yudha kembali mengatur napasnya yang terengah-engah. Dengan menggunakan sebelah tangannya, Surya Yudha menyeka keringatnya. Melihat kondisi Banyulingga sekarang, dia merasa puas. "Bagaimana? Kau masih meremehkan pil milikku?" ucap Surya Yudha mengejek. Banyulingga menggeleng. "Aku berharap ini adalah kebodohanku yang terakhir." "Aku juga berharap seperti itu." Surya Yudha mengangguk setuju. Hal itu malah membuat Banyulingga tersenyum kecut. Saat Surya Yudha sudah mendapat kembali tenaganya, dia menemukan ada sesuatu yang aneh. Sebelumnya dia mengetahui jika Cakra miliknya tersegel oleh sesuatu yang berbentuk seperti cincin berwarna ungu pekat. Namun, saat ini cincin itu tampak retak seolah dikikis oleh sesuatu. 'Baiji, apa kau bisa menjelaskan ini kepadaku?' [Menjelaskan apa?]'Cakra milikku. Segelnya seperti retak.'[Bukankah itu bagus? Kau bisa menggunakan tenaga dalammu lagi jika bisa menghancurkan segel tersebut.]Surya Yudha tersenyum senang. Apa itu berarti dia tidak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status