LOGINSurya Yudha, Jenderal muda Kerajaan Nara Artha, pernah berdiri di puncak kejayaan. Namun, ketika kekuatannya tersegel, tahta dan wibawanya runtuh seketika. Ia terpaksa meninggalkan dunia yang pernah digenggamnya, berkelana demi menemukan Mengkudu Emas—satu-satunya tanaman legendaris yang diyakini mampu membangkitkan kembali tenaga dalamnya. Di tengah perjalanan yang penuh ujian, sebuah keajaiban pun menyapanya. Sumber energi baru mengalir deras dalam tubuhnya, mengubah Surya Yudha menjadi salah satu sosok terkuat di Tanah Majapura. Dan takdir memberinya lebih dari sekadar kekuatan—sebuah pusaka agung, Tombak Matahari, kini berada di tangannya, siap menuntun langkahnya menuju medan laga berikutnya.
View MoreDi depan gerbang utama kerajaan, orang-orang tampak berjubel menunggu giliran untuk masuk. Namun, kerumunan itu mendadak terbelah ketika suara derap langkah kuda mendekat.
"Bertahanlah Yang Mulia ...," desis seorang pemuda sambil mengendalikan kuda, selagi seorang lainnya tampak tak sadarkan diri.
Kuda itu kian mendekat. Orang-orang yang dilewati tampak terbelalak sesaat, sebelum akhirnya membungkuk penuh hormat. Ketika kuda telah menjauh, mereka mulai berbisik.
"Bukankah itu Pangeran Abimanyu?"
"Ya, benar. Sepertinya Pangeran terluka parah."
"Ya Dewa, baru kemarin aku melihat rombongan Pangeran Abimanyu, apa yang terjadi dengan mereka?"
Saat kuda sudah begitu dekat dengan pintu gerbang, beberapa prajurit langsung membuka pintu lebar-lebar.
"Minggir!" bentak Surya Yudha ketika beberapa prajurit menghadangnya, seperti berniat mengambil alih Pangeran Abimanyu dari tangannya.
Wirmo, kepala prajurit yang sedang bertugas di gerbang kerajaan mengejar Surya Yudha dengan kudanya. "Surya Yudha! Biarkan kami membawa Yang Mulia!"
"Kalian kawal aku saja!" jawab Surya Yudha, membuat Wirmo mengangguk paham dan mendekati kudanya.
Surya Yudha sudah menempuh jarak yang begitu jauh dari Alas Pejagalan hingga Kota Arta Jaya, ibu kota dari kerajaan Nara Arta. Seseorang dengan kondisi prima sangat mungkin mengalami kelelahan. Lalu, bagaimana dengan Surya Yudha sekarang?
"Semoga Dewa memberinya kekuatan," batin Wirmo khawatir jika Pangeran Abimanyu atau Surya Yudha tiba-tiba terjatuh dari kuda.
Di sepanjang jalan menuju istana raja, orang-orang yang melihat Pangeran Abimanyu di atas kuda bersama Surya Yudha langsung memberi hormat. Hingga akhirnya mereka sampai juga di depan gerbang istana.
"Yang Mulia Pangeran Abimanyu memasuki istana!" Gerbang istana langsung terbuka lebar saat para penjaga mendengar teriakan Wirmo.
Surya Yudha kembali mengepakkan tali kekangnya hingga kuda perang yang ia tunggangi kembali berlari kencang. "Bersabarlah yang mulia ... sebentar lagi kita sampai."
Surya Yudha bermaksud membawa Pangeran Abimayu ke balai pengobatan istana agar lekas mendapat perawatan. Tempat tersebut berada di sisi timur istana, dekat dengan barak prajurit yang terletak di sebelah selatan. Beberapa orang tabib yang mendengar berita tentang terlukanya Pangeran Abimanyu telah mempersiapkan berbagai alat dan obat.
"Selamatkan Yang Mulia!"
Begitu Pangeran Abimanyu tiba, mereka langsung membawanya masuk. Awalnya mereka panik karena jubah sutra yang dikenakan Pangeran Abimanyu basah oleh darah di bagian punggungnya. Namun setelah diperiksa kembali, tak ada luka di punggung sang pangeran.
"Surya!" pekik seorang tabib melihat Surya Yudha terjatuh dari kuda.
Tabib bernama Ki Anwar itu berlari menghampiri Surya Yudha. Melihat wajahnya yang pucat dan tubuhnya mulai dingin, Ki Anwar berteriak, "Bawa Surya Yudha masuk!"
Orang-orang pun membopong Surya Yudha ke dalam balai pengobatan. Ki Anwar langsung berusaha untuk menyadarkannya. "Surya! Surya Yudha! Bangunlah!"
"Argh ...." Tidak ada jawaban, selain suara lenguhan Surya Yudha yang masih menutup mata.
"Panggilkan Dewi Mayangsari! Katakan padanya kita membutuhkan Pil Rembulan Bersinar." Prajurit yang sedari tadi berjaga di ambang pintu mengangguk saat mendengar perintah Ki Anwar.
"Buatkan ramuan sambang getih, dia terlalu banyak kehilangan darah." Tabib muda yang mendengar ucapan Ki Anwar dengan tangkas meracik ramuan yang diminta. Tak lama sesudahnya, ia menyerahkan semangkuk ramuan pada Ki Anwar.
Ramuan sambang getih berhasil diminumkam ke Surya Yudha. Pendarahan pun berhenti seketika, tetapi itu tak membuat kondisinya membaik.
Terdapat luka menyilang dari dada kiri hingga perut kanan bawah Surya Yudha. Tak hanya itu, sebuah luka yang menjebol pusar Surya Yudha juga membuat kondisinya semakin parah.
"Ya Dewa! Apa yang terjadi?" teriak seorang wanita yang baru memasuki balai pengobatan dan melihat Surya Yudha terbaring lemah tak berdaya. Wanita itu adalah Dewi Mayangsari.
"Dewi, apa Anda membawa obat itu?"
Dewi Mayangsari mengangguk dan memberikan sebuah botol giok pada Ki Anwar. Ketika botol terbuka, semerbak harum Pil Rembulan Bersinar memenuhi ruangan.
"Bertahanlah," lirih Ki Anwar sembari mengambil sebutir pil, lalu memasukkannya ke mulut Surya Yudha. Ia menyalurkan hawa murninya untuk membantu Surya Yudha.
"Uhuk!" Surya Yudha menyemburkan darah segar dari mulutnya. Tak lama kemudian tubuh pemuda itu kejang.
Kecemasan pun menyergap Dewi Mayangsari. Ia langsung melakukan hal yang sama dengan Ki Anwar. "Bertahanlah, nak!"
Sinar berwarna emas terpancar dari tubuh Surya Yudha. Tubuh yang awalnya mengejang, perlahan mulai terdiam sejalan dengan cahaya yang meredup. Tak ada hawa kehidupan yang tersisa dalam tubuh Surya Yudha.
"Tidak! Tidak mungkin!" Ki Anwar tidak percaya dengan kondisi yang sedang dihadapinya. Hawa kehidupan Surya Yudha menghilang, menandakan jika pemuda itu sudah pergi ke nirwana.
"Surya! Tidak ... tidak mungkin ini terjadi. Anakku, kau dilahirkan dengan kekuatan Dewa Surya! Kau ditakdirkan menjadi pemimpin! Itulah takdir yang tak bisa kau ingkari!"
Dewi Mayangsari seperti kehilangan akal sehatnya. Dia menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh putranya secara maksimal. Hingga akhirnya, sebuah ledakan yang cukup besar terjadi. Hawa kehidupan yang sangat tipis dapat dirasakan oleh Ki Anwar keluar dari tubuh Surya Yudha.
"Langit tak mengizinkanmu kembali terlalu cepat, anak muda."
Bab 120Surya Yudha membeku mendengar ucapan Ki Arya Saloka. Dia menatap Ki Arya Saloka dengan tatapan memohon. Namun, bukannya diam, ki Arya Saloka malah mengatakan sesuatu yang membuat situasi semakin panas.“Wanita pertama yang mengenal Surya mungkin adalah Rengganis. Wanita pertama yang dilamar secara resmi oleh Surya mungkin adalah Ningrum. Namun, aku jamin, wanita pertama yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak adalah Sekar.”Wajah Surya Yudha memerah, dia kembali membayangkan bagaimana moleknya tubuh Sekar saat gadis itu dikelilingi para bandit. Namun, bayangan itu tidak bertahan lama karena Surya Yudha merasakan tatapan mengintimidasi ke arahnya. Dia menoleh dan melihat Rengganis dan Ningrum yang kompak memberikan tatapan tajam.“Kalian jangan salah paham. Aku … aku tidak melakukan apa pun.”Ningrum mendengus. “Kau pikir aku akan percaya?”“Apa kau pikir aku akan percaya setelah kau melakukan hal itu padaku?” ucap Rengganis dengan tatapan tajam.Surya Yudha menunduk, dia ingi
Bab 119Pintu ruang terbuka dengan keras, sosok Ki Arya Saloka yang menggunakan jubah coklat tanah kini berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam jatuh pada Gendon.Gendon yang tidak menyangka gurunya mendengar ucapannya, ketakutan setengah mati. Jika biasanya dia bisa mengalihkan pembicaraan saat gurunya sedang marah, kali ini dia tidak bisa berkutik.“Kau tidak mau menuruti perkataanku, dan kau membicarakanku di belakang, apa kau masih pantas menjadi muridku?”Gendon bisa merasakan kemarahan di setiap ucapan Ki Arya Saloka. Dia bergegas menghampiri gurunya dan menjatuhkan lututnya ke lantai.“Guru, maafin Gendon. Bukan maksud Gendon mau membantah.”Ki Arya Saloka mendengus. “Apa kau pikir berlututmu ini cukup untuk membuatku memaafkanmu?”Gendon mengangkat wajahnya, berusaha bersikap setenang mungkin meski suaranya kini bergetar. “Guru, gendon nerima ajian lumut ini juga bukan tanpa alasan. Kalo gendon punya jatah hidup tak terbatas kan bisa buat bantu-bantu guru juga.”“Kau piki
Bab 118Pasar budak menjadi begitu ramai setelah berita tentang kehancuran kelompok Harimau Besi menyebar ke beberapa kerajaan sekitar. Banyak di antara mereka yang dulu keluarganya diambil paksa oleh kelompok Harimau Besi, datang dengan harapan keluarga mereka menjadi salah satu budak yang masih selamat.Di tengah keramaian tersebut, pasar budak kembali digemparkan dengan kelompok iring-iringan yang membawa bendera kerajaan Nara Artha. Panji-panji pasukan putting beliung berkibar, tanda jika kelompok tersebut berasal dari militer Nara Artha, yaitu pasukan putting beliung.Kuda perang berwarna cokelat berjalan dengan gagah, di atasnya seorang pria patuh baya duduk dengan tenang, tatapan matanya tajam memindai sekitarnya. Hanya dalam sekali lihat, orang-orang isa tahu jika dia bukan sosok biasa.Sementara itu, di dalam penginapan, Surya Yudha sedang duduk bersama Ningrum dan Rengganis. Kedua wanita itu tampak baik-baik saja di permukaan, tetapi di belakang, mereka berdua tidak bisa ber
Bab 117Begitu kalimat tersebut terucap, Maung Bodas mengembuskan napas terakhirnya dalam posisi duduk. Gendon melotot tak percaya, segera bangkit dan mengguncang tubuh Maung Bodas. Namun, tidak ada jawaban, dan saat Gendon memeriksa nadi di pergelangan tangan, tidak ada denyut yang terasa.Gendon menghela napas panjang dan menatap Surya Yudha. “Yah, Den, gimana ini? Padahal belum dibunuh tapi udah meninggal duluan.”Ki Antasena yang awalnya terkesan dengan tindakan Gendon, tidak bisa tidak mendengus kesal.“Kupikir kau peduli dengannya. Ternyata oh ternyata.”“Ya kan perjanjiannya kalo Gendon udah nurunin ajian lumut ini den Bagus bakal bunuh Ki Maung, lha ini belum diapain kok udah meninggal duluan, kan ingkar janji namanya.”Surya Yudha menggelengkan kepala. Dia bahkan sudah kehilangan keinginan untuk membunuh Maung Bodas, bagaimana mungkin Gendon yang mendapat pertolongan dari sosok tersebut malah sangat bersemangat? Dia benar-benar kehabisan kata-kata.“Eh, tapi kita jangan bany
Bab 116Apa yang baru saja Gendon katakan seperti petir di telinga Ki Arya saloka. Tubuhnya gemetar karena marah. Dia menoleh, menatap muridya itu dengan mata memerah.“Apa yang kau katakan?”Gendon menunduk, lalu kembali menatap gurunya dengan ragu-ragu. “Gendon mau, Guru. Gendon harus hidup untuk mencapai cita-cita Gendon.”Ki Arya Saloka menggertakkan giginya. “Kau adalah murid tunggal Arya Saloka, tabib terbaik di tanah majapura, kau masih khawatir tidak bisa mencapai cita-citamu itu?”Gendon mencoba mengubah posisi duduknya menjadi bersimpuh. “Guru, Gendon sudah pernah baca tentang racun tulang putih. Gendon tau kalo racun itu sangat berbahaya meski tidak langsung matiin Gendon.”“Kau meragukan kemampuanku?”“Gendon mana berani, Guru?”“Lalu kenapa kau mengatakan itu?”Gendon mengangkat wajahnya, matanya sudah memerah. “Gendon … Gendon Cuma takut. Gendon tau efek racun itu. tulang-tulang Gendon akan serapuh kapur, kalo apes, Gendon bakal mati dengan tubuh lemes tanpa bentuk. Kal
Bab 115Surya Yudha tersenyum tipis saat Maung Bodas menatapnya dengan gelisah.“Aku? Aku adalah Surya Yudha, anak Panglima Besar Indra Yudha. Aku juga cucu Ki Arya Saloka dan murid Ki Joko Suseno. Selain itu, aku juga murid Ki Rangga Geni.”“Kau tahu bukan itu yang kumaksud bukan?”Surya Yudha mengangkat tombak matahari. “Jawabannya ada pada tombak ini.”Memang benar jika Tombak Matahari sangat berpengaruh terhadap pertarungan tersebut. Kekuatan yang dihasilkan oleh sumber energi sangatlah besar, tidak banyak senjata di dunia ini yang mampu menampung kekuatan sumber energi.Di sisi lain, tombak matahari juga memerlukan energi yang sangat besar untung mengeluarkan potensi penuhnya. Jika salah satunya hilang, maka kekuatan yang bisa dikeluarkan oleh Surya Yudha tentu tidak maksimal.“Bagaimana kau bisa menaikkan pemahamanmu terhadap ilmu tombak dengan sedemikian cepat?”“Tentu saja bisa, tidak ada yang mustahil di dunia ini.”Maung Bodas tersenyum getir. Jawaban Surya Yudha sama sekal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments