All Chapters of KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN: Chapter 71 - Chapter 80
163 Chapters
Bab 71
Aku bertanya tentang eskrim, apa aku dibelikan atau tidak? Aku bukannya nggak sanggup, atau nggak bisa membelinya sendiri. Tetapi aku ingin tahu, bagaimana sebenarnya sikap mereka kepadaku."Tadi Mas Bagas hanya membeli dua, Nisa. Karena kamunya belum datang, takut jika eskrimnya mencair. Mas Bagas bilang, kalau kamu datang baru ia akan mebelinya lagi," jawab Ratna."Oh ... begitu ya, Ratna?" tanyaku, dengan nada kecewa."Ya sudah, kalau begitu biar Mas beliin dulu ya, Nisa. Kamu mau rasa Apa?" tanya Mas Bagas padaku.Ia berkata akan membelikannya untukku, mungkin supaya aku tidak terlalu kecewa dengan sikap mereka saat ini. Mas Bagas juga bertanya tentang rasa apa yang aku mau."Terima kasih, Mas. Aku rasa apa saja, Mas, asal jangan rasa Nanas ya. Selain rasa Nanas, aku suka kok," jawabku."Baiklah kalau begitu, Mas beli es krimnya dulu ya!" Mas Bagas pamit."Iya, Mas," sahut aku dan juga Ratna hampir bersamaan.Sebelum Mas Bagas berangkat membeli eskrim buatku, ia menitipkan eskri
Read more
Bab 72
Aku bertanya kepada Ratna, tentang apa yang mesti aku lakukan untuk Mas Bagas. Memang benar dengan apa yang diucapkan Ratna, jika selama setengah tahun hubunganku dengan Mas Bagas, ia masih menjadi karyawan biasa.Aku pikir tidak apa-apa, sebab yang pasti aku selalu membantunya, saat dia butuhkan sesuatu. Baik membantu dalam hal tenaga maupun materi. Karena masalah pekerjaan, harus menggunakan skill, bukan karena ada orang dalam."Menurutku begini, Nisa. Lebih baik kamu membantu Mas Bagas, Anisa. Seperti waktu dulu, saat kamu membantuku. Aku waktu itu 'kan langsung di angkat menjadi HRD di kantor cabang Papamu, masa iya untuk calon suamimu nggak bisa?" tanya Ratna, ia juga mengingatkan, kalau aku telah membantuannya."Iya, Ratna, nanti deh aku bicarakan dulu sama Papa. Tadinya sih aku ingin, supaya Mas Bagas memiliki karir dari hasil kerjanya sendiri. Bukan dari bantuanku, ataupun bantuan Papa." Aku menjelaskan maksud dan tujuanku kepada Ratna, tentang karir Mas Bagas tersebut."Nisa,
Read more
Bab 73
Mas Bagas ini menurutku aneh, orang dia yang ingin mengadakan acara. Tapi kenapa, dia malah bertanya kepadaku masalah biayanya? Aku pikir karena dia yang menginginkan ada acara, maka dia juga sudah siap dengan biayanya."Lho ... kok Mas malah bertanya kepadaku masalah uangnya? Aku kira Mas mau ngadain syukuran, Mas sudah siap dengan biayanya?" tanyaku."Nggak ada, Nisa. Mas tidak ada uangnya, makanya Mas bilang sama kamu, supaya kamu yang handle keuangannya." Mas Bagas de ringan itu bicara kepadaku.Apa dia pikir, aku ini ATM pencetak uang, yang ketika dia butuh tinggal gesek? Lama kelamaan aku merasa dimanfaatkan oleh dia, sebab segala sesuatunya selalu bergantung sama aku."Lho ... kok begitu sih, Mas? Yang punya acara kan kamu, kenapa aku yang mesti mengeluarkan uang?" tanyaku."Ya kamu bantu Mas lah, Nisa. Semua ini juga demi reputasi keluarga kita," ujarnya.Mas Bagas meminta bantuanku, dengan sedikit memaksa. Ia bahkan mengatakan jika semua ini menyangkut, tentang masalah harga
Read more
Bab 74
"Bagaimana aku tidak sewot sama kamu, Mas? Orang kamu diajak bicara malah fokus dengan cincin. Memangnya kamu lagi memilih cincin untuk siapa sih?" tanyaku balik."Kamu jangan marah dulu dong, Sayang! Mas memilih cincin ini karena Mas ingin membelikannya buat Ibu. Tapi nggak jadi, sebab Mas sedang nggak pegang uang. Buat acara syukuran saja Mas kan minta sama kamu," jawab Mas Bagas. Mas Bagas menjawab pertanyaanku, sambil memasang wajah memelas. Membust aku menjadi tidak tega dibuatnya."Ya sudah kalau kamu mau membeli cincin buat Ibu, kamu tinggal pilih saja ya, Mas. Biar babti aku yang bayarin, tapi benar kan cincinnya buat Ibu, bukan buat perempuan lain?" tanyaku menyelidik."Ya iya dong sayang, Sayang. Cincinnya buat Ibu, masa ita buat cewek lain?" Mas Bagas malah balik tanya kepadaku.Ia berkelit, jika tidak ada cewek lain menurutnya. Tapi semua itu biar waktu saja yang menentukan."Ya kali saja, Mas punya cewek lain selain aku," kataku asal."Nggak ada kok, hanya kamu saja,
Read more
Bab 75
Aku bertanya, kenapa Mas Bagas membawa Bapaknya ke rumah sakit elit, kalau memang tidak punya banyak biaya. Akhirnya aku juga yang dimintai buat membiayanya. Menikah saja belum, tetapi Mas Bagas selalu saja meminta segala hal kepadaku. Semua yang di mintanya juga, selalu yang mahal serta mewah."Asal kamu tahu ya, Nisa. Mas, ingin yang terbaik buat Bapak. Kok kamu ngomongnya malas begitu sih, Nis? Apa kamu keberatan, sebab Mas minta tolong sama kamu? Ya sudah, kalau begitu Mas mau minta tolong sama Ratna saja. Ratna pasti mau membantu Mas," ucap Mas bagas, sambil mematikan sambungan teleponnya.''Mas Bagas apa-apaan sih, main matiin telepon saja. Lagian apa dia amnesia atau bagaimana? Memangnya selama ini siapa, yang selalu membantumu dan keluargamu? Aku, Mas, aku, bukannya Ratna! Walaupun kamu ditolong sama Ratna, tetapi Ratna selalu berbalik minta tolong sama aku. Berarti aku-aku juga dong, yang selalu membantumu bukannya Ratna!" sungutku, sambil membantingkan handphone ke atas ka
Read more
Bab 76
"Kamu tengokin lah, Nis, atau mau bareng sama Papa nengoknya?" Papa bertanya, sambil mencuci tangan di kran."Iya, Pah, Nisa juga mau nengokin. Cuma tadi Mas Bagas bilang, ia sedang butuh biaya buat perawatannya. Mas Bagas dan kakaknya, sudah patungan buat bayar pengobatan. Tetapi katanya tidak mencukupi, sekarang aja masih kurang lima puluh juta, buat pembayarannya. Gimana Pah, apa Papa bisa bantu?" Aku menjelaskan maksudku dan bertanya, kalau saja Papa bisa bantu."Aneh, calon suamimu itu, Nisa. Tau nggak punya uang, kenapa dibawanya ke rumah sakit elit? Sudah pastilah biayanya besar. Papa rasa Bagas itu sedang memanfaatkan kebaikan kamu deh, Nisa. Sepertinya, ia tidak benar-benar mencintaimu. Ia hanya mau morotin uangmu saja," ungkap Papa.Papa malah menceramahiku, saat aku memberitahu, kalau Bapaknya Mas Bagas masuk rumah sakit. Aku juga bilang, kalau Mas Bagas meminta bantuan biaya kepadaku."Papa, kok ngomongnya begitu sih?" tanyaku tidak suka. "Nisa, biarpun Papa diam, tetapi
Read more
Bab 77
Teg!Aku begitu kaget, saat mendengar penuturan Ratna. Karena ternyata Ratna dari pagi berads, di rumah sakit dan di jemput oleh Mas Bagas. Ia juga ada saat Bapaknya Mas Bagas mau di operasi. Sedangkan aku, dikasih tahunya saja sudah lewat ashar.'Apa-apaan ini? Ada apa sebenarnya dengan mereka berdua? Ternyata ucapan Papa ada benarnya juga, kalau aku memang harus menyelidiki ini semua. Aku yakin semua ini pasti ada apa- apanya, tidak mungkin semua ini hanya sekedar kebetulan belaka.' Aku bergeruru dalam hati. "Oh ... seperti itu ya, Rat. Aku di telpon Mas Bagasnya sudah lewat ashar lho, Rat. Makanya aku baru datang sekarang," terangku dengan jujur.Aku berkata seperti itu sengaja, aku kepingin tahu bagaimana reaksinya Ratna."Eh, Rat, cincinnya lucu banget," kataku saat melihat ke jari manisnya Ratna, yang ternyata dilingkari cincin emas."Iya, Nis, ini kado ulang tahun dari pacarku." Ratna memberitahuku, dari mana ia mendapat cincin itu."Tapi kok," aku menggantung ucapanku, sambil
Read more
Bab 78
Aku berharap, akan ada penjelasan tentang cincin ini. Aku tidak mau aku terus-terusan suuzon, yang nantinya dapat menimbulkan fitnah. Bu Ani pun, menengok ke layar handphone, yang aku sodorkan sambil bertanya kepadaku."Cincin apaan ya, Non?" tanya Bu Ani."Ini, Bu, cincin yang seperi di gambar ini. Apa Ibu pernah menerimanya dari Mas Bagas? Mungkin juga Ibu pernah melihat, kalau Mas Bagas menyimpannya, atau juga memberikannya kepada orang lain?" tanyaku.Aku kembali bertanya, kepada Bu Ani dan memperbesar foto cincin yang ada dihandphoneku tersebut."Nggak, Non, perasaan Ibu tidak pernah, diberi cincin dari Bagas. Apalagi cincinnya sebagus ini, Non. Cuma waktu itu, ibu memang pernah melihat cincin seperti ini dipegang Bagas. Tetapi Ibu juga nggak tahu, serta tidak melihatnya, jika Bagas memberikan untuk siapa? Ibu malah mengira, kalau cincin tersebut Bagas berikan buat Non Anisa. Memangnya kenapa, Non?" tanya Bu Ani. "Oh ... begitu ya, Bu. Nggak apa-apa kok, Bu. Nisa cuma nanya s
Read more
Bab 79
"Belum ada kabar, Non . Sebenarnya kemana ya, Bagas?" tanya Bu Ani, ia malah bertanya balik kepadaku.Aku menunggu Mas Bagas di rumah sakit ini, sampai merasa bosan. Aku juga sebenarnya merasa heran kepada Mas Bagas. Sebenarnya ia sekarang sedang berada di mana? Apa benar ia sedang mengantar pulang Ratna, atau malah sedang mengajaknya jalan-jalan? Aku benar-benar merasa jengkel dibuatnya, hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang, daripada kelamaan menunggu Mas Bagas. Aku pun segera menelepon Pak Sarip, ia merupakan supir pribadi Papa. Aku meminta Pak Dario, supaya ia datang menjemputku. Sebenarnya aku ingin pulang naik angkutan umum, tetapi Papa tidak mengizinkannya. Aku merasa menyesal, kenapa tadi tidak membawa mobil sendiri. Andai saja tadi aku membawa mobil sendiri, aku pasti tidak akan terlantung seperti ini. Setelah Pak Sarip berada di parkiran, aku pun segera pamit kepada keluarga Mas Bagas. "Bu, Mas Bagus, aku pulang dulu ya. Itu Pak Saripnya sudah ada di parkiran, maa
Read more
Bab 80
"Iy, Non, siap," sahut Pak Sarip. Ia pun kemudian memarkirkan mobil yang dikendarainya.Setelah mobil terparkir, aku pun segera turun. Kemudian aku berjalan cepat setengah berlari, ke arah taman yang sedang banyak sekali pengunjung muda mudi. Karena Taman ini memang terkenal dengan sebutan taman cinta. Sebab setiap harinya banyak sekali muda mudi, yang hanya sekedar berpacaran ataupun nongkrong di sini. Apalagi ketika malam minggu datang, taman ini begitu padat dipenuhi dengan anak muda seperti sekarang ini. Aku pun mengedarkan pandangan ke sekelilingku, aku melihat ada sekelompok orang yang sedang berkumpul. Aku penasaran dengan, kumpulan mereka. Siapa tahu, ada Mas Bagas diantaranya."Mas, di sana sedang ada acara apa ya? Kok rame banget?" tanyaku. "Oh di sana, sedang ada reunian orang-orang kaya, Non." jawab si pria, yang aku tanya tadi.Aku bertanya kepada seorang laki-laki yang datang dari arah berkumpulnya orang-orang tersebut."Oh, begitu ya, Mas. Terima kasih infonya," ucapk
Read more
PREV
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status