All Chapters of Second Love: Chapter 71 - Chapter 80
98 Chapters
Part 70
       Audrey sudah menyiapkan berbagai keperluannya. Ia tidak sabar ingin segera kembali ke tanah air. Ia ingin melihat kondisi Clara sekarang, bagaimana kondisi anak itu? Jarai kepulangannya masih satu minggu lagi. Namun, Audrey sudah menyiapkannya dari sekarang. Bukankah lebih cepat lebih baik?        Alvin menggelengkan kepalanya heran melihat tingkah sang istri. Apakah tidak sesabar itu sampai ia berkemas mulai hari ini? Padahal, beberapa jam saja mereka sudah bisa selesai berkemas. Mungkin sang istri begitu merindukan Clara. "Semangat sekali. Apakah tidak terlalu cepat kamu menyiapkan semua ini? Aku kira kita hanya membutuhkan waktu satu dua jam untuk berkemas. Ayolah, masih satu minggu lagi. Jika seperti ini, aku malas membantumu." Ucap Alvin disertai dengan candaan. "Biarkan saja. Jika sudah selesai semuanya bukankah kita tinggal berangkat saja? Tidak perlu berkemas atau be
Read more
Part 71
      Clara berdiri di depan gerbang kampusnya. Ia sedang menunggu kedatangan Rafa. Ia tidak sabar ingin memukul kepala pemuda bodoh itu. Ia beberapa kali melirik arlojinya. Sudah lima belaz menit ia menunggu kedatangan pemuda itu. Namun, ia sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Ia yakin, bahwa pemuda itu takut untuk menemuinya. Biasanya Rafa berangkat pagi sekali. Sekarang? Jejaknya pun bahkan tidak terlihat.        Clara memutuskan untuk pergi ke kelasnya. Ia tidak mau menunggu Rafa sampai berdebu. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat. Padahal, tangannya suatu gatal sekali untuk memukul anak itu. Jika sudah memukup Kepala itu, mungkin perasaan Clara akan lega saat itu juga.        Cla menghembuskan nafas kasar saat mengetahui Rafa sudah berada di dalam kelasnya. Pemuda itu tertidur lelap dengan menelungkupkan wajahnya pada meja miliknya. Clara mendekati pemuda itu. Kemudian..
Read more
Part 73
       Dimas sedang menikmati kopi hitamnya sembari menyimak berita di depan televisinya. Ia bisa melihat wajah anaknya terpampang nyata pada sebuah layar kaca. Nathan sukses besar atas bisnisnya hingga ia terlihat wara wiri di layar kaca. Memangnya siapa yang tidak kagum, melihat Nathan yang sukses besar di saat usianya bisa terbilang muda? Dimas jadi bangga sendiri. Tak sia-sia dia merawat Nathan seorang diri setelah istrinya meninggal. Nathan benar-benar anak yang begitu membanggakan. Ia jadi heran sendiri seberapa berkualitas spermanya saat membuat anak itu.        Tiba-tiba saja bel pintu berbunyi. Tidak biasanya seseorang bertamu sepagi ini. Mungkin dia orang yang tidak memiliki pekerjaan seperti dirinya.           Dimas bangkit dari tempat duduknya. Ia segera membukakan pintu yang terlalu cepat datang itu. Ia membelalakan matanya saat melihat kedatangan Bagas, Ayah
Read more
Part 74
      Clara baru saja pulang dari kampusnya. Ia terkejut bukan main saat Nathan sudah berada di rumahnya. Clara penasaran, kenapa Nathan pulang secepat ini? Ia juga bisa melihat tas Devan berada di samping Nathan. Clara yakin,bahwa Devan sudah kembali. "Kak Nathan kok cepat sekali? Saya saja baru saja pulang. Apakah terjadi sesuatu?" Tanya Clara penasaran. "Segera bersiap. Kita akan ke kantor polisi sekarang juga." Jawab Nathan. "Kok? Ada apa? Saya tidak mengerti. Tolong katakan yang jelas. Kenapa kita harus ke kantor polisi? Duh, saya takut sekali."  "Mengenai Paman dan Bibimu. Mereka sudah di amankan polisi." "Apa? Bagaimana bisa? Kenapa secepat itu? Padahal saya ingin melihat proses penangkapan mereka. Ah, tidak asyik. Seharusnya Kak Nathan memberitahu saya terlebih dahulu." "Sudahlah jangan terlalu banyak bicara. Kmau mau saya tinggal?
Read more
Part 75
       Clara kembali dengan wajah murung. Perkataan Lidya terus saja terngiang-ngiang dalam kepalanya. Apakah benar ia memang sejahat itu? Bukankah setiap kesalahan pasti ada hukumannya masing-masing? Jadi, itu murni kesalahan mereka bukan?      Nathan yang melihatnya hanya bisa menghela nafas. Pasti anak itu merasa bersalah dengan paman dan bibinya. Seharusnya, Clara merasa senang karena bisa membalaskan dendamnya pada mereka. Akan tetapi, Clara malah di hantui oleh rasa bersalah. "Sudahlah, jangan terlalu difikirkan. Mereka mendapatkan balasan sesuai apa yang telah mereka lakukan. Kamu tidak perlu memikirkannya lagi." Ucap Nathan. "Tapi saya merasa bersalah,Kak. Saya merasa sebagai keponakan yang begitu jahat karena telah menjebloskan mereka ke dalam penjara. Apakah saya harus membebaskannya? Jujur, saya tidak tega melihat mereka seperti itu." Jawab Clara. "Jika s
Read more
Part 76
       Alvin terus saja menggoda Nathan dan Clara. Sedangkan yang di goda hanya diam tak mengeluarkan suara sedikitpun. Terkadang Nathan akan berpura-pura mengerjakan pekerjaan kantornya. Padahal, itu hanya pengalaman supaya ia tidak terlihat gugup saat sedang di goda.        Alvin membaringkan tubuhnya pada sofa milik Nathan. Merekam memutuskan untuk mampir ke kediamam Nathan sekaligus menginap untuk malam ini.        Clara sudah kembali ke kamarnya. Ia tidak suka jika terus-menerus di goda oleh Alvin. Jantungnya bergemuruh saat Alvin menggumamkan kalimat-kalimat cinta untuknya dan Nathan.         Alvin menatap Nathan yang masih sok sibuk memainkan ponselnya. Ia mengintip apa yang di kerjakan oleh Nathan. Ternyata benar, pekerjaan kantor yang tersimpan pada ponsel pintarnya. Alvin jadi merasa bersalah karena menuduh Nathan yang tidak-ti
Read more
Part 77
       Wilda bergegas menemui Edgar. Ia harus mencari solusi secepatnya. Ia tidak mau terus menerus di salahkan oleh ayahnya. Siapa tahu, setelah Wilda mengenalkan sang ayah dengan Edgar, sang ayah bisa kembali menerimanya.        Wilda memasuki rumah Edgar tanpa mengucapkan permisi. Seperti yang di lakukan saat ia memasuki kediaman Nathan. Dasar wanita yang tidak memiliki sopan santun sama sekali. Memang sudah menjadi tabiat, mau bagaimana lagi?        Wilda melihat Edgar sedang asyik menyesap rokoknya di taman belakang.         Wilda heran, kenapa pria itu tidak menyadari kedatangannya sama sekali? Edgar terlihat sedang melamunkan sesuatu. Tapi apa? Daripada pemasaran, lebih baik.Wilda bertanya secara langsung. "Edgar? Kenapa melamun? Kamu tidak menyadari kedatanganku?" Tanya Wilda.   &nbs
Read more
Part 78
       Clara kembali ke ruang tengah. Ia bisa melihat Audrey dan Alvin yang menatapnya bingung. Clara pun sama, bingung harus mengatakan apa.. Ia tidak mungkin bisa mengatakan secara gamblang bahwa ia tidak bisa ikut dengan mereka. Ia begitu merasakan bersalah, seharusnya ia bisa membujuk Devan supaya merelakan kepergiannya. Namun, yang ia lakukan hanyalah diam. Sekarang? Ia hanya bisa menyesali tindakannya sendiri.        Audrey faham. Dengan kediaman Clara, ia yakin bahwa Clara ingin mengatakan sesuatu yang menurut Clara akan menyakiti hati mereka. Ia menatap Clara yang balik menatapnya sendu. Audrey mengernyitkan alisnya heran saat Clara tak kunjung membuka suara. "Kenapa? Apakah Devan baik-baik saja? Aku lihat, dia kesulitan bernafas tadi. Apakah perlu dipanggilkan dokter?" Tanya Audrey. "Iya. Tadi dia sempat sesak nafas. Sekarang dia sudah sedikit membaik, dia sudah tertidur d
Read more
Part 79
       Nathan terbangun dari tidurnya. Ia bisa melihat Clara dan putranya masih terlelap. Ia segera bangkit dari ranjangnya. Ia tidak boleh terlalu banyak tidur. Ia baru ingat, ada sesuatu yang belum ia kerjakan sama sekali. Tapi, Nathan malas sekali untuk mengerjakannya. Ia harus menghubungi Jovian, sepertinya menyuruh Jovian untuk mengerjakan pekerjaannya merupakan pilihan yang tepat. Daripada tidak di kerjakan sama sekali. Ia akan melakukan revisi setelah Jovian mengerjakannya.      Nathan mendudukkan dirinya pada kursi kerja miliknya. Ia hanya duduk, tidak memperdulikan berkas-berkas yang terlihat menumpuk. Jika biasanya ia bersemangat, hari ini ia begitu malas dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya.        Ia mengambil sebuah bulpoint di mejanya. Kemudian mencoretkan sebuah tulisan-tulisan kecil yang memenuhi kertas putih yang ada di depannya. 
Read more
Part 80
       Clara membuka katanya pelan. Ia masih dalam posisi memeluk Devan.  Clara segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal. Ia menatap ke sekelilingnya. Setelah itu, ia menepuk dahinya pelan. Kenapa ia bisa seberani ini tidur di kamar Nathan? Ia jadi terlihat seperti tamu yang tidak kurang ajar dan tidak memiliki sopan santun sama sekali. Clara harus segera memintanya maaf. Ia tidak mau jika Nathan berfikiran macam-macam tentangnya.          Clara menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Ia mencari keberadaan Nathan. Setelah beberapa lama, akhirnya ia bisa menemukan Nathan yang masih asyik menuliskan sesuatu di ruang kerjanya. Clara heran, kenapa Natal suka sekali bekerja. Ia saja terkadang merasa muak untuk mengurus segala pekerjaan. Sedikit apapun itu. "Kak Nathan? Kakak sedang apa?" Tanya Clara basa basi. "Saya sedang menuliskan
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status