Semua Bab Second Love: Bab 41 - Bab 50
98 Bab
Part 40
       Devan mengelus perutnya pelan. Ia kenyang sekali. Ia makan terlalu banyak pagi ini. Ia jadi khawatir, jika ia akan mengantuk di kelas nanti. Tidak apa, jika mengantuk Devan hanya perlu membasuh wajah bukan. Tidak mungkin jika ia dimarahi ibu guru hanya karena menahan kantuk.         Nathan pun sama. Tak biasanya ia makan sebanyak ini. Biasanya ia makan seperlunya saja. Tidak sampai merasakan kenyang. Entah kenapa, saat melihat Devan makan terlalu lahap membuat nafsu makannya ikut naik.  "Selesai. Papa ayo berangkat. Devan mau berangkat pagi. Devan piket hari ini. Devan tidak mau membuat Lala menunggu." Ucap Devan semangat. "Piket? Tidak biasanya kamu melaksanakan piket." Tanya Nathan. "Itu karena Devan selalu berangkat terlambat. Jadi, Devan tidak pernah piket. Devan jadi kasian dengan Lala. Devan harus meminta maaf."  "Bai
Baca selengkapnya
Part 41
        Edgar menghembuskan asap rokoknya. Ia tidak perduli jika petikan api mengenai ranjang mewahnya. Ia melirik seorang wanita yang masih dalam posisi telanjang di sampingnya. Mereka baru saja melewati malam panas yang begitu menggairahkan.         Edgar merupakan pria rakus akan segalanya. Ia rakus akan harta dan juga wanita. Bahkan, ia tak segan untuk melakukan apapun agar membuatnya cepat kaya. Walaupun seburuk apapun itu. Yang penting semua keinginannya tercapai. Ia tidak perduli cara yang dilakukan olehnya. Ia hanya perduli terhadap hasil yang telah diperoleh. Selain suka sekali dengan karta. Edgar juga haus dengan wanita. Tak jarang ia harus menyewa wanita mahal hanya untuk menuntaskan hasratnya. Terkadang, ia bermain bersama dengan dua atau tiga wanita sekaligus. Bejat bukan? Itulah Edgar.        Edgar kesal. Setelah beberapa hari, perusahaan miliknya tak kunjung memb
Baca selengkapnya
Part 42
       Devan senang sekali pagi ini. Selain tidur bersama Mama tadi malam, ia juga disiapkan segalanya oleh Mama. Jika setiap hari seperti ini, pasti Devan akan senang sekali. Ia akan terus tersenyum sepanjang hari. Raka, teman Devan mengernyit heran. Tidak biasanya, Devan seceria ini. Memang Devan merupakan anak yang ceria,namun kali ini ia terlihat lebih bersemangat. Bahkan, Devan terus saja menyunggingkan senyumannya saat bertemu dengan teman-temannya.         Melihat tingkah Devan yang tidak seperti biasanya membuat Raka semakin penasaran. Kaki kecilnya berjalan mendekati Devan. Ia menyentuh bahu Devan, sedangkan yang disentuh berjengit kaget saat merasakan seseorang menyentuh bahunya. Devan melirik tidak suka saat menyadari siapa si pelaku. Raka adalah anak yang suka sekali mencari masalah dengan Devan. "Kamu kenapa kagetin aku?" Tanya Devan. "Aku nggak berniat buat ngage
Baca selengkapnya
Part 43
      Clara memasuki rumah dengan menggendong Devan. Entah kenapa Devan jadi manja sekali. Clara tidak menyangka jika ia menjadi seorang ibu di usianya yang masih sangat muda. Walaupun bukan sebagai seorang ibu dalam artian yang sebenarnya, tetap saja Clara masih tidak menyangka.          Dimas yang melihat Clara sedikit kesusahan sedikit jadi merasa bersalah. Devan adalah cucu kandungnya sendiri. Seharusnya ia sendiri yang menjemput Devan , bukan orang lain yang bahkan bersama mereka selama kurang dari satu minggu. Dimas jadi merutuki dirinya sendiri yang terlalu pulas jika tertidur.   "Devan kamu sudah pulang,Nak? Maaf kakek tidak sempat menjemputmu. Kakek menyesal sekali." Ucap sang kakek.   "Memangnya Kakek sering menjemput Devan? Tidak tuh. Kakek pernah menjemput Devan satu kali saja selama Devan sekolah. Kakek selalu beralasan tidak sempat. Padahal, kakek selalu tidur dari pagi sa
Baca selengkapnya
Part 44
          Clara menghela nafas pelan. Kejadian tadi benar-benar membuatnya senam jantung. Ia tidak bisa berlama-lama dengan Nathan. Ia bisa mati mendadak karena terkena serangan jantung. Ia tidak mau itu terjadi. Untung saja, ia cepat-cepat bisa pergi dari Nathan. Ia bisa mencari alasan yang tepat untuk menjauh dari Nathan. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kalau ia masih berada di dekat Nathan. Pasti tubuhnya sudah membiru karena mati.         Clara mengelus dadanya pelan. Berusahalah menetralkan detak jantungnya yang terlalu cepat. Ia bisa saja terserang penyakit jantung jika sering bersama Nathan.        Daripada memikirkan itu, lebih baik ia memikirkan hal lain. Ini tidak baik untuk kesehatan jiwa dan raganya. Ia harus melakukan sesuatu yang bisa membuat fikirannya teralih dari Nathan. Sepertinya membuka sosial medianya yang sudah lama dibuka adalah hal yang bagus. Ia su
Baca selengkapnya
Part 45
       Wilda segera bersiap menemui Edgar. Ia sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menemuinya. Walaupun tidak seperti saat ia menemui Nathan. Tapi, setidaknya ia sudah menyiapkannya sebaik mungkin. Ia tetap terlihat cantik walaupun tanpa melakukan perawatan sedikitpun. Terimakasih kepada make up karena telah menyelamatkan wajahnya. Ia harus mensyukuri karena ia terlahir jadi wanita wanita cantik. Jika ia tidak cantik, apa yang bisa diandalkan? Sepertinya tidak ada.        Ia menunggu kedatangan Edgar yang telah berjanji akan menjemputnya. Ia sungguh tak sabaran untuk menunggu lebih lama lagi. Pasalnya, ia telah menunggu lebih dari setengah jam. Wilda heran, kenapa Edgar lama sekali? Apakah ia menyelesaikan urusannya terlebih dahulu? Jika iya, seharusnya ia membatalkan saja perjanjian mereka. Sudah ia katakan , bahwa ia malas sekali menunggu.         Wilda berulang kali
Baca selengkapnya
Part 46
        Clara kembali mengurus cafenya. Ia mengambil alih semua tugas Audrey. Dengan percaya diri, Clara melakukannya dengan sepenuh hati. Ia yakin bahwa ia bisa melakukanna. Walaupun tidak berbekal pengalaman sedikitpun, Clara bisa mengurus semuanya dengan baik. Hampir sama seperti Audrey.         Clara mengatur jadwalnya sendiri. Dan merombak hampir semua yang sebelumnya kurang memuaskan. Dari tukang masak, barista, hingga pelayan. Sesuai izin Audrey tentunya. Ia tidak mungkin melakukan hal itu tanpa persetujuan Audrey. Ia terlalu takut jika Audrey akan marah besar jika ia bertindak tanpa pemberitahuannya. Ia masih sayang telingamu. Jika Audrey marah, ia akan menutup telinganya saat itu juga. Suara Audrey begitu menggelegar hingga ia malas untuk mendeskripsikannya.         Clara mengelap keringatnya yang mulai menetes dari pelipisnya. Clara merasa begitu sehat saat beker
Baca selengkapnya
Part 47
        Clara terkejut saat tangan besar tiba-tiba berada di depan wajahnya. Tangan bibi tidak jadi melayang pada wajahnya. Ia bersyukur orang di depannya ini datang dalam waktu yang tepat. Mungkin jika pria di depannya ini tidak datang pipinya sudah memerah karena ditampar oleh bibinya.          Clara mengamati punggung kekar pria itu. Sepertinya ia kenal dengan postur tubuh itu. Ia adalah pria yang setiap malam mengganggu fikirannya. Tunggu. Apakah ini Nathan? Ia yakin bahwa pria di depannya ini adalah Nathan. Ia sempat ternganga beberapa saat karena menyadari Nathan datang ke tempatnya secara tiba-tiba. "Tolong, Anda jangan main tangan. Sata tidak akan segar melaporkan Anda ke kantor polisi atas tuduhan kekerasan." Ucap Nathan.          Suara berat Nathan membuat Clara merinding sendiri. Jika ia biasanya mendengar cara bicara yang lembut, sekarang i
Baca selengkapnya
Part 49
         Clara tersenyum melihat Lidya pergi begitu saja. Ia yakin bahwa Lidya tengah merasakan kekesalan. Ia  yakin bahwa orang itu terus saja menggerutu di dalam hatinya. Jika ia tidak malu dengan orang-orang di sekitarnya, mungkin ia akan tertawakan sekencang mungkin. Namun, ia harus menjaga image nya. Ia tidak mau di cap sebagai gadis arogan yang tak memiliki sopan santun sedikitpun.          Clara menatap Nathan yang masih tampak menahan emosinya. Ia jadi merasa bersalah, karenanya Nathan harus mengeluarkan sedikit tenaganya untuk mengusir Lidya. Tapi tidak apa, lagipula Clara tidak menyuruh Nathan untuk melakukannya. "Terimakasih." Ucap Clara sembari tersenyum. "Sama-sama. Apakah dia sering mengunjungimu? Saya tidak yakin bahwa dia merupakan salah satu keluargamu." Jawab Nathan. "Saya sendiri tidak yakin mengenai itu. Sudahlah, lupakan saja
Baca selengkapnya
Part 49.2
       Devan tersenyum lebar saat mendapati Clara dan Nathan menghampitinya. Akhirnya, kebosanan yang menghinggapinya segera hilang. Namun, senyum itu tiba-tiba luntur saat mengingat bahwa mereka telah membuat Devan lama menunggu. Ia memasang wajah masam saat Clara dan Nathan mendekatinya. "Kenapa wajahmu masam begitu? Bukankah seharusnya kamu senang, kalau kami yang menjemputmu?" Tanya Nathan. "Sebenarnya Devan senang, tapi kalian telah membuat Devan menunggu. Sampai Devan kebosananku sendiri. Kalian kenapa lama sekali?" Tanya Devan dengan nada sewot. "Kami tidak bermaksud membuatmu menunggu. Tadi ada kejadian yang membuat kamu harusnya menyelesaikannya terlebih dahulu. Kamu mengerti kan?" Ucap Nathan berusaha memberi penjelasan. "Bukan karena tante genit kan,Papa?" "Tentu saja bukan. Papa tidak pernah berurusan dengan dia. Sekarang kita pulang." 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status