Semua Bab Second Love: Bab 61 - Bab 70
98 Bab
Part 60
        Clara terbangun dari lelapnya saat mendengar suara mobil baru saja memasuki garasi. Clara penasaran, siapa yang malam-malam datang ke rumahnya? Atau salah satu keluarga Nathan? Seingatnya, seluruh anggota keluarga Nathan telah berada di kediamannya.          Clara memutuskan untuk segera bangkit. Ia takut jika itu adalah orang yang tidak diingkan. Siapa tahu dia adalah perampok. Namun, ia ragu untuk menemuinya. Bagaimana jika dugaannya benar? Persetan jika itu perampok, lagipula ia tidak memiliki siapa-siapa sekarang. Jika Clara mati, tidak akan ada seorang pun yang terlalu berduka bukan?           Clara melangkahkan kakinya pelan. Hatinya terus memanjatkan do'a. Semoga fikiran buruknya tidak akan terjadi. Walaupun tidak ada yang berduka akan kehilangannya, tetap saja Clara ingin menjalani hari tuanya.        Clara sege
Baca selengkapnya
Part 61
        Nathan menatap kepergian Clara. Ia telah sampai di depan Universitas Clara. Ia menatap Clara yang sudah berjalan menjauh. Gadis itu sempat melambaikan tangannya pada Nathan. Nathan membalas lambaian tangan Clara hanya dengan senyum tipis. Setelah itu, Nathan melihat Clara yang langsung di gandeng oleh Rafa. Melihat itu membuat Nathan langsung meradang. Haruskah ia mengurung Clara saja di rumahnya? Tapi, memangnya siapa dia, sampai ia harus melakukan hal itu? Nathan hanyalah pria pengecut yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya sendiri.         Nathan menghela nafas pelan. Jika bisa, ia ingin melepaskan kedua tangan itu agar tidak saling bertautan. Kenapa Clara tak peka sama sekali, bukankah ia telah menyatakan bahwa ia tidak menyukai kedekatan antara Clara dan Rafa. Tapi kenapa Clara tetap melakukannya? Apakah semua ucapannya kurang jelas kemarin? Atau, memang dia yang kurang jelas saat mengatakannya.&nbs
Baca selengkapnya
Part 62
      Devan memperhatikan guru dengan seksama. Ia harus faham dengan apa yang di jelaskan oleh sang guru. Ia harus mendapatkan nilai terbaik saat ujian nanti. Mungkin dengan memerhatikan sang guru dengan seksama, ia bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.        Namun, di tengah pelajaran mata Devan seperti di tarik ke bawah. Ia mengantuk sekali, sesekali ia menguap kemudian ia tutup dengan kedua tangan kecilnya. Guru di depan menjelaskannya lembut sekali, sampai membuat Devan merasa mengantuk. Sesekali Devan menggelengkan kepalanya ribut guna mengusir rasa kantuk yang menyerangnya. "Bu, maaf. Devan meminta izin untuk membasuh wajah. Devan mengantuk sekali." Ucap Devan dengan suara kecil, ia malu mengakui bahwa ia sedang mengantuk. "Devan mengantuk? Baiklah. Tapi jangan terlalu lama ya. Ibu tunggu." Jawab sang guru. "Baik, Bu."     &nbs
Baca selengkapnya
Part 63
        Clara terkikik geli saat Wilda terus mengikutinya. Wilda terlihat kesusahan saat mengejarnya, salah sendiri memakai heels saat berlari. Berbeda dengan Clara, ia lebih menyukai sepatu sneakers daripada memakai sepatu yang bisa menyakiti kaki mungilnya.        Clara melihat Nathan sedang menyantap makan siangnya di kantin perusahaan. Nathan sedang asyik memainkan ponselnya, terkadang ia menyupkan sesuatu ke dalam mulutnya sendiri. Sepertinya, Nathan tidak bisa meninggalkan pekerjaannya sedikitpun. Lihat saja, ia masih begitu fokus terhadap ponselnya. Ia seakan tidak perduli dengan apapun di sekelilingnya. Yang ia perdulikan hanyalah kerja,kerja, dan kerja.         Clara berjalan mengendap-endap menuju Nathan. Ia berusaha tidak mengeluarkan bunyi apapun. Kemudian menutup kedua mata Nathan dengan tangan mungilnya.         Nathan sedi
Baca selengkapnya
Part 64
      Edgar memijit pelipisnya yang terasa pening. Akhir-akhir ini bayangan Emilia selalu menghantuinya. Ia harus mencari tahu mengenai Emilia sekarang juga. Ia sudah tak tahan lagi untuk menahan rindu pada wanita itu.       Edgar menatap Anton yang sedang bersantai. Mungkin meminta bantuan Anton merupakan pilihan yang bagus. Ia tidak mau bertindak sendiri. Ia yakin bahwa gerak geriknya masih di awasi oleh anak buah Nathan. Lebih baik, Edgar bermain aman saja. "Anton. Saya memiliki tugas untukmu!" Ucap Edgar. "Apa itu?" Tanya si lawan bicara. "Tolong cari tahu tentang anak ini. Saya beri waktu kamu lima jam. Jika melebihi waktu itu, jangan harap kamu masih bisa menghirup udara segar setelah ini." Ucap Edgar sembari menunjukkan foto Clara saat bersama dengan Nathan. "Apa? Apa tidak terlalu cepat bos? Bagaimana kalau sampai besok? Saya tidak mungkin bi
Baca selengkapnya
Part 65
   Clara mengerucutkan bibirnya kesak saat mendengar jawaban Nathan yang kelewat singkat. Memang apa sulitnya menjawab pertanyaan dengan jawaban lebih dari satu kata. Clara tidak menyangka, jika Nathan sekaku ini saat bersama dengan orang yang tak cukup akrab dengannya. "Kak Nathan kenapa cuek sekali saat menjawab pertanyaan Kak Audrey. Ah.. Payah. Seharusnya Kak Nathan bisa sedikit lebih ramah padanya. Apakah sulit sekali mengatakan lebih dari satu kata?" Ucap Clara kesal. "Daripada tidak menjawab sama sekali? Bukankah itu lebih baik? Saya sulit untuk mengeluarkan banyak kata saat berbicara dengan seseorang yang bisa dibilang kurang akrab dengan saya. Jadi seperti yang kamu lihat, saya cukup menjawab seperlunya saja." Jawab Nathan. "Hah... Baiklah. Untuk kali ini saya maklumi. Jika seperti tadi, saya takut jika Kak Audrey memberikan prasangka yang buruk pada Kak Nathan. Siapa tahu, jika Kak Audrey mengira bahw
Baca selengkapnya
Part 66
        Edgar menyambut kedatangan Anton dengan lebar. Wajah Anton cukup meyakinkan bahwa ia membawa kabar baik. Ia bisa melihat wajah Anton yang tampak sumringah. Hal itu semakin meyakinkan Edgar bahwa Anton benar-benar bisa di andalkan.        Namun, ia harus urung untuk segera bertanya pada Anton saat Wilda telah kembali ke ruangannya. Ia memberikan gestur pada Anton agar cepat pergi dari ruangannya terlebih dahulu. Anton mengangguk, kemudian meninggalkan Edgar begitu saja. Edgar menatap Anton tidak rela. Pasalnya, ia telah menunggu kedatangan Anton sejak tadi. Karena Wilda, ia harus menguntungkan niatnya begitu saja. "Lama sekali. Kemana saja kamu?" Tanya Edgar.       Sebenarnya, Edgar lebih suka jika Wilda memakan waktu yang lebih lama. Dengan begitu ia tidak perlu pusing-pusing bersandiwara pada Wilda, bahwa ia benar-benar jengah melihat wajahnya. Hah... Demi s
Baca selengkapnya
Part 67
       Clara memandang ponselnya saat mendapati nomor tidak di kenal masuk ke dalam ponselnya. Ia sedikit takut saat melihat teks yang dikirimkan oleh pengirim. Clara penasaran, siapa orang ini? Apakah teman lamanya? Jika iya, siapa? Ini bukan April, seharusnya mereka tidak mengerjainya seperti ini.       Clara menatap Nathan yang masih memfokuskan pandangannya ke depan. Bukan Nathan pelakunya. Ia tidak memegang ponsel sama sekali. Ia menoleh ke belakang, semakin aneh jika Clara menuduh Drvan yang melakukannya. "Kak Nathan, tahu nomor ini?" Tanya Clara sembari menyodorkan ponselnya. "Tidak tahu. Lagipula saya tidak terlalu hafal dengan nomor lain. Saya hanya hafal dengan nomor saya sendiri." Jawab Nathan jelas. "Yah... Sipaa tahu Kak Nathan memiliki nomor yang sama di ponsel Kakak. Jadi saya bisa mengetahui siapa pemilik nomor ini. Sayang sekali." 
Baca selengkapnya
Part 68
       Nathan mengusak rambutnya kasar. Sebentar lagi, Alvin akan kembali ke Indonesia. Ia belum siap jika harus segera berpisah dengan Clara. Ia terlanjur terbiasa bersama dengan gadis itu. Nathan tidak bisa membayang lagi bagaimana jika ia telah berpisah dengannya. Walaupun ia masih bisa bertamu, tetap saja Clara tidak tinggal satu atap denganny. Nathan tidak tahu bagaimana cara menyampaikan ini pada Clara. Ia masih tidak rela. Apakah ia harus bisa menahan Clara agar tetap bersamanya? Namun, ia tidak bisa egois. Clara memiliki kehidupan sendiri sebelum bersamanya.          Kenapa Alvin menyelesaikannya terlalu cepat? Jika seperti ini, ia yang repot. Nathan juga harus memeberikan pengertian pada Devan. Anak itu pasti tidak akan tela jika Clara perg dari rumahnya. Baru saja Nathan melihat Devan begitu bahagia. Sekarang anak itu harus menanggung kesedihan kembali.         Semoga
Baca selengkapnya
Part 69
       Clara mengetuk-ngetuk dagunya pelan. Hidupnya terasa berbeda setelah ia mengenal Nathan. Ia jadu faham, kenapa orang tuanya memiliki banyak musuh. Padahal mereka berdua merupakan orang yang bisa di bilang baik. Bahkan sangat baik. Apakah ini hal gelap dalam dunia bisnis? Ada saja yang membenci seseorang hanya karena ia kalah saing.         Clara menghela nafas pelan. Kali ini ia harus berhati-hati seperti yang Nathan katakan. Bisa saja nyawanya melayang begitu saja hanya karena ia dekat dengan Nathan. Tapi, ia tuh bisa menyalahkan Nathan begitu saja. Sebelumnya, ia pernah mengalami hal serupa saat kedua orang tuanya masih hidup.          Tiba-tiba saja, ponsel Clara berbunyi. Ia mengernyitkqn alisnya saat membaca deretan huruf yang tertera pada ponselnya. Rafa? Tumben sekali ia menelfonnya. Apa ada hal penting. "Halo." Ucap Clara. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status