Semua Bab Pembalasan Mantan Istri CEO: Bab 61 - Bab 70
189 Bab
Bab 61
Rinai yang tiba-tiba datang bersamaan saat ia turun dari mobil. Rinai yang tak seharusnya datang di hari yang panas serta merta membuat rambut Kumi basah. Perempuan itu dengan langkah terburu-buru memasuki Hotel Cantika, dan langsung menuju ke toilet untuk merapikan penampilannya. Hari ini dia mau bertemu dengan Chef Lukman yang akan mengajaknya mencicipi menu untuk ulang tahun Nenek minggu depan. Setelah mengeringkan rambut dengan tissue ia lalu menyisirnya dan memoleskan bedak tipis-tipis di wajahnya. Kumi melihat jam tangannya. Tinggal 8 menit lagi. Ia pun bergerak menuju kantor Chef Lukman yang berada di lantai 9. Perempuan itu berjalan dengan langkah cepat menuju pintu lift yang terbuka dan tanpa sengaja kakinya menginjak kaki seseorang. “Maaf, saya gak sengaja,” kata Kumi. Dia mendongak dan terkesiap setelah tahu kaki siapa yang dia injak. “Asem, aku tak bisa menghindar lagi.” Kata-kata itu ditelannya sendiri. Mau tak mau ia harus menghadapi makhluk yang menyebal
Baca selengkapnya
Bab 62
Rini menoleh dan melihat ke Kumi dengan sinis. “Bahaya apa?” jawab Rini ketus. “Eng di sana ada sesuatu yang akan membuat Tante kaget, iya kaget,” jawab Kumu gelagapan. “Halah, sana pergi gangguin kesenangan orang saja kamu!” Kumi duduk di belakang kemudi, matanya lekat melihat Tante Rini-ex mama mertuanya, bergandengan tangan mesra dengan seorang pemuda. Ia menduga umur pemuda itu seumuran dengan Arka. Mereka memasuki lobi Hotel Cantika dengan tertawa-tawa. Tiba-tiba pikirannya panik. Haruskah ia menelpon Tante Rini dan memintanya untuk segera pergi dari sana? Sebelum ex papa mertuanya melihat mereka? Namun… Untuk apa? Apakah omongannya nanti akan dipercaya oleh Tante Rini? Sementara dia tak punya bukti konkrit, untuk memperjelas larangannya. Bisa jadi perempuan itu akan menuduhnya macam-macam. Siapa juga yang peduli pada Kumi. Dia tak berhak melarang, dan bukan urusannya pula. Pecakapan monolog-monolog itu bermunculan
Baca selengkapnya
Bab 63
Kumi datang 5 menit lebih awal dari waktu yang ia janjikan pada Nora. Ia masuk ke café dan bertemu dengan Ines yang menyapanya. “Hi Kak, apa mau pesan sekarang?” tanya waitress berwajah manis itu. “Boleh. Tolong smooties vanilanya satu,” jawab Kumi dengan senyum merekah. Ines mengangguk. Kumi adalah salah satu pelanggannya. Ia tahu di mana ia bekerja. Gadis muda itu menyukainya karena selain baik, dia juga sering memberinya tips. “Lagi nunggu temannya ya Kak?” ucap Ines sambil membawa pesanan Kumi. Ia membawakan extra cookie untuknya. “Iya, Nora. Dia teman lamaku, dan pernah ke sini.” Kumi melihat cookie bertabur potongan coklat di mejanya. “Eh, aku gak pesen ini?” “Itu gratis buat Kak Kumi.” Kumi mengernyitkan keningnya tak mengerti. “Apa ada acara khusus?” “Itu perintah dari Ibu Nina, owner kami Kak. Sebagai ucapan terima kasih karena Kak Kumi selalu merekomendasikan Café Amora ke
Baca selengkapnya
Bab 64
“Lo jangan asal ngomong deh Nor? Lo gak sakit parah kan?” tanya Kumi dengan nada tertekan. Pengalaman menyaksikan Yashi melewati masa kritis telah membuatnya trauma dengan kata kematian. Ia mengamati Nora yang ada di depannya lebih dalam. Melalui mata Nora, Kumi bisa merasakan kesepian yang menyakitkan. Nora menghembuskan napas dalam-dalam, seolah-olah ingin melepaskan beban yang selama ini menghimpitnya. “Gue kena cancer serviks stadium 3, dan gue merasa hidup gue gak bakalan panjang.” Matanya tampak putus asa. “Kadang gue pengen langsung mati, biar gue gak ngerasain sakitnya kemo, toh gak ada yang nunggu gue. Ibu gue sudah meninggal, sedangkan Bapak gue tak pernah peduli sama gue.” Hati Kumi langsung patah menerima kabar mengejutkan tersebut. Ia tak menyangka sama sekali, ada cerita sedih dibalik keceriaan Nora dan indahnya feed I*******m yang ia tampilkan. “Lo masih punya gue Nor,” ucap Kumi sambil memeluk Nora. Air mata Nora langsung pecah. Ia sesenggukan dalam pelukan hangat
Baca selengkapnya
Bab 65
“Abang cinta Sulis.” DEG Semua yang ada di situ terhenyak! Jadi Parang jatuh cinta! Shaka memegang peningnya. Ia tak pernah menyangka kakaknya yang spesial bisa mencintai gadis normal. Ia tertunduk tak tahu harus bagaimana. Sementara itu, Kumi memutar otaknya bagaimana mengalihkan perhatian dan meredakan amarah Parang. Sekelebat nama muncul di kepalanya, Sulis! Ia harus menelpon Sulis sekarang. Perlahan, wanita muda itu mundur dan mengambil ponsel di dalam tasnya. Dengan gerakan cepat ia memencet nomor Sulis. Ada nada dering. Tapi Sulis tidak mengangkatnya. Kumi mencoba lagi, situasinya masih sama. Tak ada jawaban sama sekali dari Sulis. Situasi ini membuatnya tegang. Kumi memijit keningnya lembut. Ia lalu berpura-pura menelpon Sulis. “Sulis… ini Abang Parang marah.” Dia memperhatikan Parang yang langsung terlihat ingin tahu. Tangannya mulai mengendur. “Baik, nanti Ibu sampaikan sama Abang.” “Sulis?” tanya P
Baca selengkapnya
Bab 66
Kumi menghela napas. “Aku pulang dulu ya,” pamitnya ke Shaka. Masalah Nora lalu Parang membuat badannya lelah. Yang ia inginkan adalah mandi dan tidur. Shaka menangkap kegelisahan Kumi. Ia tahu Kumi memiliki kepekaan tinggi, dia mudah menyerap energy orang lain. Pria itu mengangguk dan memeluknya. “Istirahatlah, nanti telpon aku kalau kamu sampai di rumah.” Kumi mengangguk kecil. Shaka memang protektif padanya dan dia membiarkan hal itu selama masih lumrah. Waktu sudah menunjukkan jam 8.30 malam. Kumi teringat Yashi. Untuk menutupi rasa bersalahnya ia melakukan video call dengan Yashi. Mendengar suaranya, Yashi yang sedang dikeloni Ibu sontak cerah. “Mommy…!” suaranya menggemaskan. “Yashi tidur ya Nak? Sebentar lagi mommy sampai,” katanya sambil membawa mobilnya ke jalan raya. Kemudian matanya menangkap sosok wanita yang amat dikenalnya duduk bengong di halte. Kumi menghentikan mobilnya tepat di depan gadis m
Baca selengkapnya
Bab 67
Hati Kumi terasa berat, ia cepat-cepat melangkah ke luar dan menghirup udara segar di taman. Mbok Irah memanggil Kumi dan mengajaknya ke kamar Parang. “Bu, apa Ibu tidak bisa membantu Abang bertemu dengan Sulis. Saya kasihan sekali melihat Abang tersiksa begini,” katanya berkaca-kaca. Dia mengompres dahi Parang yang sedang demam tinggi. “Sulis… Sulis…” Lelaki itu mengigau dan menangis dalam tidurnya. Hati Kumi makin terenyuh melihatnya. Mbok Irah mengusap air matanya. “Bu Kumi, saya mau cerita, tapi tolong Ibu Kumi jangan marah pada saya.” Kumi mengangguk. Mbok Irah mulai bercerita. “Saya dan Mbok Yem sebenarnya tahu, Abang mencintai Sulis. Walaupun dia spesial, tapi dia sangat memperhatikan Sulis. Dia tahu bagaimana memperlakukan wanita. Abang sering cerita pada saya, dia ingin menikahi Sulis dan ingin memiliki anak seperti Yashi.” Kumi mendengarkan baik-baik, seraya telinganya awas pada suara yang mendekat
Baca selengkapnya
Bab 68
“Maksudnya menikah diam-diam itu gimana?” Kumi mendongak memandang wajah Shaka. Lantas lelaki itu mencium keningnya di hadapan Rio. “Kita nikahkan saja Abang dan Sulis tanpa sepengetahuan Nenek. Gimana menurut kalian.” Kumi cemberut memberi isyarat protes. “OMG Boss! Aku tahu dirimu sedang jatuh cinta, tapi ini di kantor dan kita lagi serius bicara soal Abang,” keluh Rio melihat sikap romantis Shaka pada Kumi. Shaka tergelak. Terkadang ia tak kuasa menahan rasa sayangnya pada Kumi. “Sorry, sorry!” Dia lalu mengajak Rio dan Shaka ke ruangangannya. “Lebih baik, kita bicarakan masalah Abang di ruanganku saja.” Kumi dan Rio mengekor di belakang Shaka. Mereka mengambil tempat duduk masing-masing. Sikap Shaka mulai berubah saat ia duduk di singgasananya. Aura wibawanya seketika keluar. “Apa yang kamu temukan Kumi, ceritakanlah padaku dengan detail,” kata Shaka, pandangannya menatap lekat pada wanita y
Baca selengkapnya
Bab 69
Kumi memandangi plastik hitam di atas meja itu. Melihat bentuknya ia menduga isinya kemungkinan segepok uang. “Apakah Om berniat menyuap saya?” tanya Kumi dengan tatapan curiga. Wanita itu tersenyum kecut. Mantan mertuanya itu membenarkan posisi duduknya, dia kini duduk lebih tegak. “Papa tidak bermaksud menyuap kamu. Hanya saja, Papa ingin kamu diam dan tidak bercerita soal pertemuan waktu di lift itu,” katanya tenang. Kumi mencibir dan menangkap ketegangan pada suara lelaki itu. Keder juga nih orang tua. Selanjutnya dia mendorong bungkusan dalam plastik itu ke Teguh. “Soal pertemuan itu, jujur saja Kumi tidak mau tahu apakah Om punya hubungan dengan Rhea atau tidak. Kumi sama sekali tidak ada urusan dan tidak ada hak untuk berbicara sama sekali untuk turut campur masalah keluarga Om. Kumi bukan keluarga Om lagi. Apakah itu sudah clear?” Kumi memperhatikan wajah Teguh yang lebih berseri-seri. Entah vitamin apa yang diminumnya, sehingga dia tampa
Baca selengkapnya
Bab 70
Telinga Kumi nyeri. Permintaan Nenek seperti sebuah petir di siang bolong, menghanguskan bunga yang bermekaran di hati Kumi. Sejenak dia tersentak dengan sikap Nenek yang berubah 180 derajat. Selama ini, Kumi selalu berprasangka baik dan percaya diri hubungannya dengan Shaka akan berjalan mulus. Kepercayaan ini bukan mengada-ada, mengingat perhatian dan kasih sayang Nenek kepada Yashi selama ini. Namun, Kumi tahu diri siapa dirinya. Seorang janda dengan satu anak dan dari keluarga biasa. Wanita itu menerimanya dengan legowo meski hatinya patah. “Baik Nek,” kata Kumi dengan suara tersekat di ujung tenggorokannya. “Tolong jaga kesehatan Nenek,” katanya sebelum ia beranjak pergi. Sebagian jiwanya tercerabut paksa, dan ia berusaha sekuatnya untuk tetap tegak berdiri dan berjalan menuju kantor. Tanpa sepengetahuan Nenek dan Kumi, Mbok Yem mendengarkan percakapan mereka dari balik pintu yang tak tertutup rapat. Matanya berkaca-kaca. Sementara itu Sha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
19
DMCA.com Protection Status