Semua Bab Pembalasan Mantan Istri CEO: Bab 71 - Bab 80
189 Bab
Bab 71
Jam 7 malam tepat, Shaka dan Rio tiba di kantor. Perasaan Shaka riang takkala melihat mobil Kumi masih terparkir di depan kantornya. “Ada baiknya aku menaikkan gaji Kumi, kerjaanya makin baik. Bagaimana menurutmu?” tanyanya pada Rio yang duduk di sebelahnya. Ia tergesa-gesa membuka pintu dan melangkah menuju kantor menemui pujaan hatinya. “Iya, Kumi layak mendapatkannya,” lidah Rio kelu saat mengatakannya. Sejam yang lalu ia panik menerima email Kumi. Gadis itu mengirimkan rincian catatan penting pekerjaannya yang telah selesai dan beberapa yang harus ia tindak lanjuti. Parahnya wanita itu meminta Rio untuk menutupi pengunduran dirinya hingga ulang tahun Nenek selesai. Pria berperilaku manis itu menduga ada hal gawat yang terjadi saat Nenek memanggil Kumi secara pribadi. Tapi apakah itu? Selama ini hubungan Kumi dan Nenek sangat baik, landau dan tidak ada gejolak. Ia tidak percaya jika Kumi tiba-tiba mengundurkan diri tanpa sebab, bi
Baca selengkapnya
Bab 72
“Apa?? Nenek akan menjodohkan Shaka dengan Nada?” Nenek mengiyakan. Shaka terperanjat dengan ide Nenek yang tidak ia harapkan. Kemarahan dan kekecewaan seketika membalutnya, tapi akal lelaki itu rupanya masih waras memikirkan kondisi sang nenek yang memiliki riwayat penyakit jantung. Pemuda itu tetap berkata lembut meski dengan nada suara yang tertekan. “Bukankah Nenek tahu, aku mencintai wanita lain?” katanya dengan mata berkaca-kaca. Perih sekali hatinya mengetahui cintanya tidak direstui oleh sang nenek. Nenek menepuk pundak tangan Shaka. “Nenek tahu kamu mencintai Kumi. Masalahnya dia tidak selevel dengan kita. Wanita itu juga bekas istri orang dan punya anak. Sedangkan kamu, kamu masih bujangan, kamu kaya dan berhak mendapatkan yang terbaik.” Shaka menjauhkan tangannya dari Nenek. “Apakah Kumi tahu soal rencana perjodohan ini, Nek?” tanyanya dengan suara parau. “Tidak, dia tidak tahu. Kumi sudah dewasa
Baca selengkapnya
Bab 73
Ayah termenung setelah mendapat telepon dari Teguh. Dia lalu mencari istrinya yang sedang menjemur baju di samping rumah. Baju yang dijejer rapi di jemuran di samping pohon belimbing. Jemuran yang biasanya penuh oleh baju-baju Yashi tampak lowong. “Bu, apa kamu sudah telepon Kumi? Kapan katanya dia pulang?” “Belum. Kumi katanya mendapat tugas penting dari Nenek, makanya Ibu gak berani mengganggu dia,” sahut Ibu. “Kok Ayah tumben menanyakan anak wedokmu? Ibu jadi curiga nih?” Wanita itu berbalik dan memandang wajah Ayah. “Gak ada apa-apa. Ayah kangen sama Yashi. Biasanya sesibuk apapun Kumi bekerja, Biasanya dia selalu menyempatkan menelpon. Kenapa dua hari ini gak ya Bu? Apa dia ada masalah?” Ayah duduk di kursi dan melihat anak burung tekukur yang baru menetas di kandang. Ibu terpengaruh dengan ucapan suaminya. “Iya juga ya. Coba Ibu telepon dulu.” Wanita paruh baya itu mengambil ponsel dan menelpon Kumi. Kedua alisnya berkerut. “Tel
Baca selengkapnya
Bab 74
“Aku tidak tahu Kak, tapi sepertinya sulit mencari lelaki yang seperti Abang Parang. Dia sangat sayang pada Sulis.” Dia menggendong Yashi yang mulai mengantuk, dan mengikuti langkah Kumi yang berjalan pelan di sisinya. “Ya, Abang memang baik, sama dengan adiknya,” jawab Kumi getir. “Apakah Kakak juga meninggalkan Pak Shaka?” tanya Sulis hati-hati. Ia tahu Sakha sangat sangat mencintai Kumi. “Iya.” Kumi tertawa kecil. Mungkin dia juga yang bodoh, melepas kenyamanan yang diberikan Sakha. Tapi, bila dilanjutkan bekerja, dia tak bakalan bisa melepas kenangan indah bersama lelaki itu. Tanpa sadar, Kumi memegang pipinya, desah napas dan bau parfum Shaka masih terasa menempel saat pipi mereka beradu. Kumi mendesah panjang. Meski berat, ia harus bisa melepas cintanya pada lelaki bermata coklat itu. Dalam perjalanan pulang ke rumah. Kumi menghidupkan ponsel dan ratusan notif langsung menyerbu masuk. Kumi menghela napas berat, ia sadar dirinya telah memb
Baca selengkapnya
Bab 75
“Gak usah sok tahu kamu Mba!” semprot Ibu marah pada Mba Yuni. Dia lalu berbalik dan meninggalkan Mba Yuni sendirian. “Weleh-weleh, di tanya baik-baik lah kok marah-marah,” ucap Yuni pelan. Ia penasaran kenapa Ibu Kumi menangis memanggil-manggil nama Kumi. “Aku tunggu di sini saja, siapa tahu ntar ada perang besar.” Yuni berpikir begitu karena sudah lama ia tak mendapatkan gossip panas yang bisa ia bagikan pada ibu-ibu komplek. Tak lama kemudian. Khandra datang dan melihat Yuni berdiri di depan pintu gerbang sambil kepalanya celingukan. Sikapnya mencurigakan sekali. “Kenapa gak masuk ke dalam Tan, Ibu ada kok,” kata Khandra. Yuni gelagapan. “Eh, gak kok. Tante cuma penasaran, tadi ibumu menangis memanggil kakakmu. Ada apa sebenarnya to? Apa kakakmu minggat?” Pertanyaan Yuni yang bertubi-tubi membuat kening Khandra saling bertaut. “Gak tahu, Khandra baru pulang. Saran saya sih, daripada Tante Yuni di sini panas-panas, ngur
Baca selengkapnya
Bab 76
“Jadi lo jauh-jauh ke sini, menemui gue, gara-gara Arka cerita sama elo kalo Shaka tunangan?” tanya Kumi. Cepat sekali berita pertunangan itu menyebar, pikir Kumi. Dia menduga dirinya menjadi buah bibir staf dan kolega Shaka saat ini. Pertunangan antara Shaka dan Nada pasti mengejutkan banyak orang. Karena telah banyak orang yang tahu hubungan percintaan antara Kumi dan Shaka acara ulang tahun di tempat kantor Arka beberapa bulan lalu. Shaka selama ini lengket dengan Kumi. Di mana ada Shaka selalu ada Kumi di sampingnya. “Iya. Setelah mendengar cerita dari Arka, gue langsung menghubungi elo tapi hape elo gak aktif. Setelah itu gue memutuskan meluncur ke rumah elo, eh malah nyokap elo nangis-nangis cerita tentang elo.” Nora mengambil pistachio dan memakannya pelan. “Terus gue ke Bandung dan gak sengaja bertemu dengan Sulis. Gue tahu dia dari I*******m lo.” Kumi mengamati Nora. “Gue juga gak nyangka, hidup gue bakalan berantakan,” jaw
Baca selengkapnya
Bab 77
Seminggu berlalu dengan lamban, Kumi baru berani membuka pesan suara dan email dari Shaka. Tangisnya pecah, membaca kata demi kata darinya. Kumi, aku tulis ini, karena aku tidak tahu kapan aku bisa kembali menemuimu, Semenjak kepergianmu, hidupku terasa sangat hampa. Badanku terasa tak punya kepala. Terombang ambing tak tahu arah. Berjalan ke kantor sangatlah berat buatku saat ini. Bau parfummu masih melekat dan menyebar kuat di setiap dinding ruang, aroma itu meningkatkan kerinduan yang mencekik dada. Tahukah kamu? Aku selalu kesemsem dengan senyum manismu. Semakin keras aku menghalau bayangmu, semakin kuat cinta berakar dalam hati. Kumi… Meski cintaku kepadamu terhalang oleh restu. Tapi aku sadari hanya engkaulah wanita yang aku cinta. Kehadiranmu memberiku banyak makna. Kamu adalah napasku, yang memberiku semangat untuk terus hidup dan berkarya. Jika kemarin dan esok aku masih menyimpan cinta untukmu, tolong hargai itu karena dirimu memang
Baca selengkapnya
Bab 78
Kumi kesal sekali melihat lelaki yang berdiri di hadapannya. Ia yakin, Nora pasti telah memberitahu Arka tentangnya. Sekarang lelaki itu muncul di hadapannya di saat yang tidak tepat. Berulang kali ia mengumpat dalam hati, dengan sikap Nora yang tidak menjaga privasi Kumi. Sementara Arka memandang Yashi dengan tatapan takjub. Dia hendak memegang pipi Yashi yang gembul. Tapi tangan Kumi segera menampiknya dengan kasar. “Cantik sekali anakku!” “Jangan sentuh!” ucap Kumi kasar. Kumi mau menutup pintu gerbang, tapi terhalang oleh badan Arka yang besar. Kumi cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Arka menyusulnya, dan berhasil masuk ke dalam rumah sebelum wanita itu menutup pintu. “Tapi dia bayiku Kumi! Kamu tidak bisa menjauhkan aku darinya! Meski kita telah berpisah, tidak ada namanya bekas anak!” teriak Arka gusar. Dia tersinggung dan langsung masuk mau merebut Yashi dari gendongan Kumi. “Kubilang jangan sentuh!” mata Kumi melotot tegang.
Baca selengkapnya
Bab 79
“Kalau aku berkata ia, apakah kamu percaya?” “Apa peduliku?” jawab Kumi. Lantas telinganya mendengar suara tangis Yashi dari kamar. Kumi bergerak menghampirinya. “Yashi lapar ya sayang?” Dia menggendong bayi cantik itu ke dapur, mendudukkan Yashi di kursi makannya lalu memberikan dia mainan. “Sebentar ya, Mommy mau masak dulu.” Kumi mengecup kening Yashi yang mulai asyik bermain. Sambil mengukus brokoli, ayam dan menanak nasi merah. Mata Kumi awas memperhatikan Arka. Ia sangat takut lelaki itu menyentuh Yashi. Wanita itu tertekan dengan adanya lelaki itu di rumahnya. Masakannya sudah matang. Kumi menyiapkan piring Yashi, meletakkan brokoli, ayam yang sudah dipotong kecil-kecil lalu nasi merah. Ia memasang celemek makan untuknya. Yashi dibiasakan makan sendiri. Makannya masih belepotan. Arka yang semenjak tadi mengamati gerak-gerik Kumi, tertarik untuk mengomentari cara Kumi merawat Yashi. “Kenapa gak kamu mau menyuapi Yashi. Dia masih kecil.”
Baca selengkapnya
Bab 80
Bab 80 “Arka kembalikan Yashi! Kembalikan Yashi!” teriak Nora mengejar Arka. Tapi laki-laki itu sudah melesat jauh dari pandangannya. Nora masuk ke dalam dan melihat Kumi berdiri tegang. Dia mengguncang-guncang tubuh temannya itu. “Kumi… Kumi.” Dia menepuk-nepuk pipi Kumi. Kumi bergeming. Saking syoknya melihat Arka membawa kabur Yashi, tubuh Kumi kaku, lidahnya kelu sampai ia tak bisa mengeluarkan sepatah kata. Hanya air matanya yang deras meluncur di pipinya. “Arka telah membawa Yashi.” Mendengar nama anaknya, otak Kumi seketika tersadar. Wanita itu terduduk lunglai, menyadari Yashi tidak bersamanya. Dia menangis kencang memanggil nama Yashi. ”Yashiiiiiii…” Setelah itu Kumi berlari keluar tanpa alas kaki rumah seperti orang kesetanan. Ia tak menghiraukan telapak kakinya terbakar saat menyentuh aspal. Yang dia tahu hanyalah bagaimana menemukan anak kesayangannya. Kumi terus berlari dan berlari
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status