Semua Bab Pembalasan Mantan Istri CEO: Bab 41 - Bab 50
189 Bab
Bab 41
Teguh menunduk. Ia membenarkan kata-kata istrinya. Rini memang tidak cantik, tapi dia pandai mengatur rumah tangga dan menyenangkan perutnya. “Arka mau pindah saja dari rumah ini!” “Silahkan saja, mama tidak keberatan! Tugas Mama akan jauh lebih ringan tanpa kalian berdua.” Arka tidak percaya dengan pendengarannya. Ia tidak menyangka reaksi mamanya berbanding terbalik dengan sangkaannya. Mama sama sekali tidak histeris dengan keputusan yang ia buat untuk pindah rumah. Ia juga tak merayu Arka untuk tetap tinggal bersamanya. Aneh! “Apa Mama yakin, Mama tidak akan sedih Arka dan Rhea pindah dari rumah ini?” tanya Arka sebelum langkahnya mencapai pintu. “Tidak! Sama sekali tidak! Kamu sudah punya istri dan dia wajib melayanimu. Bukan malah Mama yang menjadi pelayan istrimu.” “Ma, jangan tersulut emosi. Nanti Mama menyesalinya,” tegur Teguh, suaminya. Namun Rini tidak mendengarkan perkataan suaminya. Ia turun ke bawah. Diik
Baca selengkapnya
Bab 42
“Sial!” rutuk Arka berkali-kali. Matanya meleng dan menubruk mobil angkot yang sedang parkir sembarangan di tepi jalan dan membuat body mobil angkot tersebut penyok di bagian belakangnya. Sopir angkot itu turun dan menggedor kaca jendela mobil Arka dengan kasar. Arka menurunkan kaca mobilnya. “Lo apa gak lihat mobil gue parkir? Mata elu dibawa ke mana sih? Gue gak mau tahu, pokoknya lo harus tanggung jawab sekarang!!” Sopir angkot itu meneriaki Arka. “Abang yang salah! Abang parkir sembarangan dan itu bukan murni kesalahan saya!” elak Arka. Lelaki itu mencengkram kerah leher Arka. “Banyak alesan lo! Gue gak mau tahu, elu harus tanggung jawab.” Matanya merah. Bau keringatnya menusuk indra penciuman Arka. Arka membaca situasi, tak ada gunanya ia berdebat di sini, memperdebatkan asal muasal siapa yang salah dan benar. Semua itu hanya akan memperlambat waktunya menuju kantor. Pria itu mendengus. Ia sedang tergesa-gesa karena Shaka akan datang ke kantornya. “
Baca selengkapnya
Bab 43
Arka tak mengira jawaban Kumi begitu menohok. Mata dia blingsatan menahan amarahnya. “Berlagu sekali dia,” gerutunya kesal. Ia duduk di depan Rio dengan muka berlipat. Rio mendengar gerutuan Arka. Tanpa bicara dia meraih ponsel dan mengambil foto lelaki di depannya itu. “Hei Bos, jangan salahkan Kumi. Dia tidak salah, justru dia memperingatkan kamu untuk berhati-hati pacaran dengan sekretarismu itu!” Kemudian Rio memberikan hasil jepretannya pada Arka. Mata Arka hendak melompat keluar melihat bekas lipstick warna merah sangat mencolok sekali di kerah kemejanya yang berwarna biru langit. “Ah f*ck!” umpat Arka dengan murka. Mukanya kini merah karena malu. Dia ingat Niken tadi menciumnya! Kedua tangannya mengepal. Shaka pasti tadi melihatnya. Dia mengkhawatirkan reputasinya di depan Shaka. “Menurutmu apa yang harus kulakukan sekarang?” tanyanya pada Rio. Rio mengangkat kedua bahunya. “Jangan tanya saya. Saya tidak berpengalaman soal itu. Lagian Anda sendiri yang bikin mas
Baca selengkapnya
Bab 44
Muka Arka seketika berang melihat Kumi berada di kantornya ia langsung menghentikan permainannya. Cepat-cepat dia menarik resleting celananya kemudian menurunkan Niken dari meja dengan kasar. “Pergilah!” Napasnya masih memburu. Niken berusaha menutupi rasa kikuknya dengan tersenyum pada Kumi, sembari merapikan rambut dan bajunya, lalu dia keluar. Arka bersungut dan menghampiri Kumi. “Apa kamu pikir ini kantormu? Masuk seenak jidatnya sendiri?” Lelaki itu berteriak menutupi rasa malunya. Kumi mendengkus jengkel. “Iya aku salah! Tapi kamu lebih salah karena melakukan seks saat bekerja.” “Ini kantorku, aku bisa melakukan apa saja sesuai kehendakku. Apa kamu sudah jelas! Satu lagi, kamu tak bisa mengaturku!” Arka semakin mendekat. Samar-samar ia mencium parfum Kumi yang lembut. “Terus kamu mau apa ke sini? Apa kamu sengaja mau mencari kesalahanku heh?” Dia mengelus pipi Kumi. Halus. “Dasar bajingan!” rutuk Kumi. “Aku mau mengambil ponselku yang ke
Baca selengkapnya
Bab 45
Mendengar teriakan Sulis. Kumi menoleh dan melihat Shaka tergeletak di tanah. “Shaka!” Ia berdiri mematung. Dia dilema mana yang harus ia tolong Parang atau Shaka? Kumi menoleh ke Parang. Lelaki itu membuka mata dan melambaikan tangannya pelan. “Kumi… tolong…” Napas Kumi nyaris terhenti, ia tak kuasa melihat Parang yang bersimbah darah. Ia menduga Parang terjatuh dari pohon mangga. Lalu pisau yang dibawanya menancap diperutnya. Selanjutnya, otak Kumi berpacu cepat bagaimana menyelamatkan nyawa kakak beradik itu. Dia berlari mengambil pakaian dan handuk di jemuran kemudian memeriksa luka tusuk di perut Parang. Ia tidak berani mengambil resiko mencabut pisau yang tertancap di perut Parang. Tapi, Kumi mencoba menghentikan pendarahannya dengan menumpuk handuk lalu menekan perut Parang. “Mbok Irah sini. Tolong Mbok Irah lakukan seperti saya!” ia panik, tapi tetap berusaha untuk tenang. Mbok Irah mengikuti perintah Kumi. “Sulis cepat pan
Baca selengkapnya
Bab 46
Hati Kumi seketika patah mendengar berita dari ibunya. Ia berusaha untuk tenang, meski hatinya gundah. “Ibu, tolong bawa Kaluna ke Rumah Sakit Siloam. Kumi ada di sini, Parang kecelakaan dan Shaka terkena serangan jantung.” Suara Kumi tercekat di tenggorokannya. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. “Apa mereka baik-baik saja Nduk?” suara ibunya terdengar cemas. “Ibu siap-siap saja, Kumi akan pesankan taksi!” Kumi menutup saluran telponnya. Dua orang yang disayanginya sedang sakit, dan membutuhkan dirinya. Kumi mengkhayal, andaikan saja dia punya kantung Doraemon, dan bisa membelah dirinya jadi dua, mungkin masalahnya lebih ringan. Kemudian dia menelpon Dokter Ridwan, setelah itu dia menelpon Rio, memberitahu keadaan anaknya. “Cepatlah kembali ke rumah sakit. Anakku sakit dan sedang dalam perjalanan ke mari.” “Oke dear! 10 menit lagi gue sampai!” jawab Rio di seberang. 10 menit terasa lama sekali, Kumi berjal
Baca selengkapnya
Bab 47
“Kenapa kamu baru bilang sekarang Rio?” Ingin sekali Shaka menggampar Rio, yang tidak memberitahu perihal anaknya Kumi yang masuk ruang PICU. “Sorry Bos! Ini atas permintaan Kumi! Dia tidak ingin Bos Shaka jatuh sakit lagi,” kata Rio menenangkan Shaka. Shaka tertunduk. Di saat darurat pun. Kumi masih memikirkannya. Emosinya perlahan turun. Nenek menghela napas panjang. Meski Kaluna bukan cucunya, dia turut sedih. Bayi itu lucu dan cantik sekali dan telah menjadi malaikat penghiburnya. “Rio, tolong panggilkan Dokter Ridwan kemari. Nenek mau bicara dengannya,” pinta Nenek hangat. “Baik Nek.” Rio kemudian menghubungi Dokter Ridwan. “Rio, tolong kamu jaga Nenek. Aku mau melihat Kaluna dan Kumi.” Shaka tergesa-gesa memakai sandal selopnya. Di depan pintu dia bertubrukan dengan Rhea yang datang bersama Arka. “Sorry!” kata Shaka tanpa memedulikan kedatangan mereka. Ia cepat-cepat berlari.
Baca selengkapnya
Bab 48
“Oma… Oma… “ Kaluna tertawa-tawa memanggil Omanya. Dia cantik sekali dengan gaun putih dan bandana berenda menghiasi kepalanya. Disekelilingnya ada cahaya putih yang mengelilinginya. Ibu tercekat melihat ada perempuan cantik memakai gaun putih dengan model yang sama seperti Kaluna datang lalu menggandeng tangan Kaluna dan mengajaknya pergi. Sebuah mobil sedan hitam telah menunggu mereka. “Jangan dibawa cucuku! Jangan dibawa cucuku.” Ibu berteriak-teriak lalu mengejar Kaluna. Ia menarik bocah itu ke dalam dekapannya, sebelum perempuan cantik itu masuk ke mobil. “Bu, bangun… bangun!” Ayah menggoyang-goyangkan tubuh istrinya. Ibu terbangun dengan napas tersengal-sengal. Hatinya tiba-tiba tak tenang. “Kaluna… Kaluna. Antarkan Ibu ke Kaluna sekarang.” Ia lalu menarik tangan suaminya. *** Dokter Nuri bersama 3 orang perawat datang. Mereka mengecek keadaan Kaluna kemudian Dokter Nuri melakukan CPR pada Kaluna. “Kaluna, kembalilah pada kami, kasihan mom
Baca selengkapnya
Bab 49
Darah Kumi mendidih. “Dia bukan anakmu, dan aku tak pernah mengijinkan kamu maupun keluargamu untuk menengoknya!” tukasnya dingin. “Aku yakin aku papanya! Dan aku siap melakukan tes DNA!” kata Arka dengan percaya diri. Sebenarnya saat mencari Rhea, Arka tadi tanpa sengaja melihat keluarga Kumi tergopoh-gopoh berjalan. Karena penasaran ia mengikuti mereka. “Ayolah Kumi, itu sudah masa lalu. Aku mau memperbaikinya.” Arka mencoba memegang tangan Kumi. Tapi perempuan itu menepisnya. “Ngomong-ngomong siapa yang sakit?” “Gak usah sok akrab deh. Toh tidak ada untungnya sama sekali buat kamu.” Kumi membalikkan badannya dan ia kaget melihat Ayah berdiri di depannya. “Kumi, biarkan Arka melihat Kaluna,” kata Ayah mencoba menjadi penengah. “Untuk apa aku bermanis-manis di depan orang yang pernah menyakitiku?” balas Kumi acuh. Ia acuh dengan nasehat ayahnya. Shaka melihat perubahan mimik Kumi yang tak nyaman
Baca selengkapnya
Bab 50
“Kenapa kamu masih di sini?” tanya Kumi dengan nada geram saat melihat Arka kembali. “Arka memaksa Ayah Nduk.” “Nama yang pas untuknya adalah Ava Arabela artinya suara anak perempuan yang cantik.” Arka meneruskan omongannya yang tertunda tadi. Kumi semakin merengut, ia kesal sekali dengan ayahnya. “Sudah… sudah, kita kocok aja nama mana yang keluar.” Ibu mengambil jalan tengah. “Jika diteruskan perdebatannya ini tak bakalan selesai.” Kemudian ia mengambil bolpoin dan menulis nama untuk anak Kumi, lalu menggulungnya. “Kumi ambillah,” perinta Ibu. Kumi mengambil satu gulungan kertas itu. Senyumnya merekah. “Yashi Ayra!” - artinya kemenangan yang diberkati. *** Esok harinya, Kaluna dipindahkan ke kamar perawatan. Kesehatan Yashi semakin baik. Setelah 2 hari di kamar perawatan, Dokter Nuri mengijinkannya pulang. Kumi menciumi wajah anaknya dengan rasa bahagia. “Yashi, kamu sud
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
19
DMCA.com Protection Status