Semua Bab Terjerat Gairah Arjuna: Bab 91 - Bab 100
102 Bab
91. Re-start
Tok tok tokYang berkalung handuk pun meredam was-was dengan rasa penasaran meningkat. Juna mengumpulkan keberanian membuka pintu kos pada malam yang kelam ini. Dan yang bertamu memang di luar perkiraan. Siapa juga yang akan menebak bahwa seorang gadis yang terlihat anggun dan memiliki ego tinggi nekat pergi di malam hari. Bahkan lokasi tujuannya tak tanggung-tanggung, yaitu tempat bernanung kekasihnya sendiri.Ya, Arin di hadapan Juna. Sekarang, saat ini juga, dan membuat si adam memejamkan mata sejemang serta berdecak pelan. Lalu tanpa aba ia menarik lengan Arin begitu saja dan menutup pintu hingga berbunyi kasar.BrukPunggung berbalut kardigan cokelat susu itu bertemu paksa dengan busa persegi di atas rangka kayu. Dua pergelangan tangan Arin ditekan oleh ruas jemari Juna. Sedang sang empunya mengeraskan rahang sembari menatap intens pada netra gadis di bawah kungkungannya. Lalu detak jam bersaing dengan suara getar di balik tulang rusuk dua makhluk tersebut. Karbondioksida pun b
Baca selengkapnya
92. Adalah bintang
7.40 amDengan silau yang tidak berubah lebih terang dari sinar matahari. Tinggal di sisiku. Apakah kamu ingat pertemuan pertama kita yang seperti mimpi. Aku tidak bisa melupakan matamu yang penuh bintang. Seolah-olah semuanya ada di sana untuk saat itu."Ayo bolos."Penggalan lirik lagu yang seolah mewakili tatapan intens si adam pada kekasihnya itu pun enyah karena celetukan kecil dari bibir sang puan. Ya, ajakan itu diucapkan Arina yang masih terpejam. Sementara Arjuna diam-diam salah tingkah sebab merasa ketahuan menatap Arin sejak tadi.Meski sinar mentari tidak langsung mengenai wajah si taruni, tetapi tanpa membuka mata ia meraih lengan Juna dan menyembunyikan rautnya. Tak perlu ditanyakan tentang degup jantung lelaki yang sama-sama masih terbaring berhadapan itu. Jelasnya Juna hampir kehabisan napas di sana."Nggak. Arin kan anak baik-baik, Juna juga nggak boleh bolos," kata si kasanova yang kini sudah bangkit berdiri di sisi tempat tidur.Seketika Arin membuka mata dan te
Baca selengkapnya
93. Teenage problems
"Kota lama deh, atau pantai? Museum? Galeri? Konser musik? Lo mau apa? Ayo main, Jun!"Clingy sekali si jangkung yang mengekor Arjuna itu. Melangkah di koridor menuju tangga, Sena terus berkicau menawarkan beragam objek wisata. Terdengar seperti bukan Sena yang biasanya. Entah karena apa dia banyak bertingkah hari ini.Juna yang berniat segera pulang setelah menyelesaikan semua jadwal kuliah hari ini pun terpaksa harus menghentikan langkahnya sebentar."Mending lo cari pacar," ucap Juna. Singkat, padat, dan tidak jelas alias nyeleneh.Sena pun berkedip beberapa kali. Dia bingung. "Mending kita ke psikopat aja, periksain otak lo biar dicongkel sekalian," balasnya lebih tak masuk akal lagi.Satu kepalan tangan pun diangkat oleh Juna. Umpatan kecil juga melompat dari mulutnya. Geram sekali dengan satu spesies di hadapannya itu. "Maksud gue, mending lo cari pacar dan main bareng sana. Biar nggak linglung kurang belaian dan kasihan nggak punya teman main gini," jelasnya kemudian."Anj—""J
Baca selengkapnya
94. Tentang pilihan
Bohlam-bohlam keemasan yang menggelantung itu bersinar terang. Semakin malam, makin banyak pula yang berdatangan. Memang benar kegiatan ngopi paling nikmat adalah saat malam hari."Mas, vietnam drip sama einspänner ya," ucap seorang pria berkaus polo hitam. Sesuai jumlah pesanan, ia tentu tak sendiri. Ada seorang gadis di belakangnya. Perempuan yang nampak tak asing di mata Juna. Hawa yang mengenggam posesif tangan si adam dengan senyuman manisnya."Mohon ditunggu, ya. Silakan duduk dulu," kata Juna sambil mengesampingkan rasa penasarannya.Sepasang pembeli itu pun menuju bangku kosong yang dipilih. Sementara Juna segera menyiapkan minuman yang dipesan.'Kayaknya gue pernah lihat dia,' batin Juna.Sembari terus mencoba mengingat-ingat siapa wanita semampai, bersurai sedikit gelombang, dengan ciri khas anting panjang. Sepertinya ini bukan kunjungan pertamanya di kafe tempat Juna bekerja. Makanya si pemuda itu seolah pernah melihatnya.Juna menaruh dua minuman yang telah siap ke atas na
Baca selengkapnya
95. Relationship
Derit pintu tak ubahnya menarik atensi enam insan di dalam ruangan itu. Petak persegi yang baunya tak pasti. Kadang hanya parfuma badan, kadang makanan ringan, kadang juga bau khas konsol mainan baru. Lalu si orang ketujuh kini menutup kembali pintu. Namun, ia tak kunjung duduk di kursi empuk."I wanna talk," ucap si blasteran, Marven.Haydar, Randi, dan Aji masih fokus pada kesibukannya melempar kartu UNO di meja. Cakra dan Jovi hanya nampak punggung saat menghadap mesin game gulat. Sementara satu manusia lagi di kursi nampaknya bersedia mengalihkan pandang dari ponsel ke arah Marven berdiri."Ada apa?" tanya Jayendra. Tak lebih baik, dia kembali sibuk dengan elektronik pipih di tangannya.Haydar pun menyadari eksistensi Marven. "Oh, my bro! Sini, ngapain berdiri?" ucapnya santai.Diamnya Marven adalah penolakan. Ia mengeraskan rahang dengan kepalan tangan yang tertutup jaket jins panjangnya. Logika dan hatinya berusaha tetap sinkron untuk membulatkan keputusan."I'm done," katanya.
Baca selengkapnya
96. Kamal dan Ayuna
Tentang dia yang katanya bisa memantik tantrum orang-orang di dekatnya."Kelompok terakhir yaitu Ayuna, Dea, Gita, Kamal, Mahesa, dan Peter." Wanita berkacamata itu menyebut satu per satu nama mahasiswa di kelompok ketujuh yang beliau buat. "Silakan mulai mengerjakan tugas. Kumpulkan pada kormat dalam bentuk soft file, lalu kormat mengumpulkan pada saya maksimal besok jam sepuluh pagi. Paham semuanya?" jelas sang dosen tersebut."Paham," balas sebagian besar seisi kelas."Baiklah kita akhiri kelas hari ini. Selamat siang," pamit dosen itu sebelum akhirnya meninggalkan ruangan usai anak didiknya membalas serempak.Seseorang di samping meja Ayuna pun berdiri. Dia mengamati arloji di tangan kiri. "Masih ada lima belas menit, mau bahas tugas sekarang di sini?" tanya Mahesa pada Ayuna, Dea, dan Gita yang duduk sebaris."Boleh," kata Ayuna. Dua gadis lain pun juga setuju."Kamal, sini dulu bentar, bahas tugas!" Mahesa memanggil satu lelaki jangkung yang sudah berdiri dengan ransel di pungg
Baca selengkapnya
97. Tara dan Chantika
Tok tokDua ketukan pada bangku putih di baris ketiga dari depan. Si empu yang duduk pun menoleh pada sang pelaku. Ternyata sobat sendiri yang mendekat dan tersenyum."Sst," gadis berbandana itu menempelkan telunjuk di bibir sembari duduk di sebelah Arin. Tak lupa, Lila mengeluarkan sebuah sticky note dan memperlihatkannya pada sang kawan.Membaca sejenak, raut Arin nampak terkejut. Manik matanya membulat. Bahkan mulutnya juga menganga dan langsung ia tutup dengan tangan. Sementara Lila tersenyum melihat reaksi gadis di sisinya itu.Kemudian Lila mendongak dan mendapati seorang lelaki jangkung di barisan depan bangkit dari bangkunya sembari menaruh tas di punggung.Tanpa sepatah kata, Lila menepuk lengan Arin. Yang menerima kode pun mengikuti arah pandang Lila. Kedua belia itu pun segera meninggalkan kursi dan keluar dari kelas. Mereka diam-diam mengikuti sosok kasanova di depan sana.Berjarak lebih kurang dua meter, si adam terus menginjakkan kakinya di lantai tiga gedung A Fakultas
Baca selengkapnya
98. Banu dan Rima
"Gue mau putus."Tidak hanya si gadis bersurai sebahu yang menoleh pada lelaki yang mengucapkan kalimat itu. Tapi penjual jagung manis di tengah pasangan tersebut juga dibuat terperangah seketika."Makasih, pak," kata Rima sembari membayar kudapan yang dibelinya.Dengan paksa, Rima menarik lengan sang pacar pergi dari kumpulan penjual makanan kaki lima. Belum juga melangkah lebih jauh, Banu berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Rima."Gue mau putus," ulangnya.Di tempat yang tak begitu banyak orang itu, sang puan memicing karena jengah dengan si adam yang tiba-tiba mengatakan hal tak menyenangkan. "Udah empat kali lo bilang kayak gitu. Sekarang apa lagi alasannya? Karena gue nggak nemenin lo karaokean kemarin? Gue sibuk anjir, tugas gue banyak," jelas Rima. Ia berusaha keras menekan ego dan emosinya."Nggak usah bohong. Kemarin—" ucapan Banu terpotong karena dirinya yang menyuapkan jagung bertabur keju dan meses itu ke mulut. "Kemarin lo jalan sama orang lain, kan?" lanjutnya.Se
Baca selengkapnya
99. Sena dan Lila
Matahari condong di langit barat. Sinarnya menerobos sela-sela ranting dan dedaunan. Hingga akhirnya menerpa wajah-wajah yang baru saja keluar dari pelindung kepala. Sembari disisir dengan ruas jari, surai-surai itupun menari karena terpaan angin sepoi.Dua pria di dekat gerbang FIB itu sibuk dengan penampilan masing-masing. Seperti biasalah, bersiap untuk bertemu sang pujaan."Gue udah tahu weekend ini mau main ke mana," celetuk salah satu pemuda di atas motor hitam.Mendengar hal tersebur, si pemilik Redeu menoleh. "Ke mana?" tanyanya acuh tak acuh."Lo sendiri ada rencana apa?" Sena malah balik bertanya.Juna yang menunduk sambil memainkan helm di pangkuan itu lantas mendongak ke arah kawannya. "Solo," jawabnya singkat."Serius? Lo mau pulang kampung?" Entah kenapa Sena sok terkejut. Padahal bagi perantau memang wajar untuk pulang ke rumah orang tua saat ada kesempatan. Ah, mungkin dia ingat sentimen yang pernah terjadi antara Juna dan keluarganya."Iya, kenapa?" ujar Juna."Nggak
Baca selengkapnya
100. Arjuna dan Arina - End
"Tunggu sebentar, ya."Perempuan berbalut celana jins dan jaket kulit hitam itu melangkah rikat dari satu kamar ke kamar lainnya. Tangan-tangan itu pun cekatan menguncir kuda rambut panjangnya. Hal lain yang ia lakukan bersamaan dengan dua kegiatan itu yaitu memandang sekilas sembari mengatakan permintaan pada seseorang untuk bersabar menunggu ia selesai bersiap.Seseorang yang duduk di ruang tamu dengan kudapan dan minuman sebagai jamuan. "Iya, santai aja," jawabnya.Ini hari Sabtu. Masih pagi, sekitar pukul sembilan menuju angka sepuluh. Hanya memberi gambaran kasar bahwa Juna mengajak Arin ke Surakarta, tapi ia tak menyebutkan hari dan jam secara spesifik. Alhasil, lelaki itu kini harus menunggu kekasihnya bersiap-siap dulu."Juna, kamu udah sarapan?" Sosoknya tak nampak, tapi suara perempuan yang bertanya sedemikian itu terdengar dari arah dapur."Sudah, Bu." Juna menjawab dengan sedikit lantang agar suaranya sampai pada sang pendengar yang dituju."Beneran? Jangan sampai belum ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status