All Chapters of Jerat Cinta Masa Lalu: Chapter 31 - Chapter 40
81 Chapters
Kecil yang Berarti
Dylan masih tak dapat menghentikan langkah setengah berlarinya ketika menyusuri koridor rumah sakit. Beberapa menit setelah keluar dari rumah sakit, ia mendapat telepone dari ibu Alexa, mengabarkan kalau Alexa tak sadarkan diri. Dibantingnya setir, melajukan mobilnya kembali ke tempat semula. Pontang-panting Dylan berlari, memasuki lift dan kembali menyusuri koridor di lantai 3. Langkahnya terhenti seketika di ujung koridor saat matanya menangkap sosok Raynald dan ibu Alexa. Ia mencoba mengatur napasnya yang terengah sejenak sebelum kemudian kembali berjalan dengan langkah-langkah lebarnya.“Alexa bagaimana tante?” Tanya Dylan. Menyentakkan dua orang yang ada di sana. Ibu Alexa nampak terkejut dengan kehadiran Dylan yang dirasanya begitu cepat dan tiba-tiba. “Tante? Bagaimana keadaan Lexa? Kenapa bisa seperti ini?” Dylan mengulangi pertanyaannya saat perempuan di depannya tak kunjung menjawab pertanyaannya. “kita masih belum tahu keadaannya sekarang.”Dylan mengalihkan perhatiannya
Read more
Perasaan yang Aneh
“Jadi, Alexa sudah mulai menemukan ingatannya?” Laura meletakkan cangkir berisi capucino hangat di atas meja. Setelah Dylan mendengar kabar dari Alexa pagi tadi, Dylan tak dapat menahan diri untuk tidak bertemu Laura dan menceritakan semuanya. mereka memilih jam istirahat makan siang dan melakukan pertemuan di salah satu cafe yang dipilih Dylan yang berada tak jauh dari kantor Laura. Ia tak ingin hanya karena kepentingannya sendiri malah membuat gadis itu kerepotan dengan memilih cafe yang jauh dari kantornya. Dylan mengangkat cangkir miliknya dan menyesapnya. Ia meletakkannya kembali di atas meja sebelum menjawab, “Iya.” Kenangnya pada penjelasan Raynald tanpa pernah berhenti tersenyum. Meski belum ada penjelasan dari Alexa, tapi ia tetap senang mendengar kabar berita itu. Meskipun kata mungkin masih bertebaran dari setiap cerita Raynald, Dylan tetap tak bisa berhenti berharap kalau semua yang diceritakan laki-laki itu adalah kebenaran. Bahwa kini, Alexa mulai mengingat dirinya.Na
Read more
Bunga yang Tertukar
Sudah lebih dari satu jam Alexa menunggu Dylan di tempat biasa laki-laki itu duduk, di depan ruang rawatnya. Alexa penasaran atas perasaan aneh yang hadir ketika melihat Dylan bersama Laura. Jadi ia memutuskan untuk bertanya langsung pada laki-laki itu. Tapi, untuk pertama kalinya, hingga waktu menunjukkan pukul 21:00, laki-laki itu tak muncul di tempatnya. Dari atas kursi rodanya, Alexa mendesah pasrah. Sepertinya ia memang tak berkesempatan untuk hari ini. Alexa memutar roda kursinya ketika dokter yang menanganinya melangkah mendekat.“Hai, Lexa,” sapa dokter yang berperawakan tinggi dengan usia tak jauh darinya. Alexa tersenyum. “Hai, Dok,” sambutnya. Dokter itu menghentikan langkahnya di depan Alexa.“Nunggu seseorang?” tebaknya yang tepat sasaran. Alexa menunduk sejenak. Tersenyum, dan mengangguk. Ia kembali mengangkat wajahnya dan menatap dokter di depannya. “Dokter tahu, ‘kan, laki-laki yang selalu duduk di sini?” Ia bertanya. Dokter itu lantas terdiam sebelum kemudian mengan
Read more
You Deserve Better
“Hai!” Laura keluar dari gedung tempatnya bekerja dengan wajah berseri. Mata bulatnya yang menghiasi wajah putihnya menatap Dylan dengan binar kebahagiaan. Beberapa menit yang lalu, laki-laki itu menghubunginya. Memintanya mengirimkan lokasi kantor Laura tanpa memberi alasan kenapa dirinya akan datang. Dylan yang sejak tadi bersandar di badan mobilnya, menunggu Laura keluar, lantas menegakkan tubuhnya dan menghampiri Laura yang berjalan mendekat.“Ada apa sih, kok tumben maksa main ke kantor?” tanyanya penasaran. Ada satu hal yang disukai Dylan dari gadis bertubuh ramping di depannya ini. Matanya yang selalu terlihat penuh keceriaan. Yang entah bagaimana mampu membuatnya tersenyum.“Tapi saya gak ganggu, kan?” Dylan memastikan. Laura menggeleng penuh semangat. Ia kemudian bergumam kecil sambil menoleh ke kiri dan kanan seolah mencari sesuatu.“Kenapa?” tanya Dylan.“Oh, gak. Aku cari tempat untuk kita ngobrol. Atau mau di kantin saja?” tawarnya. Kali ini, Dylan yang menggeleng. “Saya
Read more
Yang Mulai Terbaca
“Ray ....”“…”“Raynald.”“…”“Ray.” Alexa menyentuh lengan Raynald dengan lembut. Gerakan yang akhirnya mampu menyadarkan laki-laki itu dari lamunannya.“Eh, iya. Ada apa? Kamu mau minum? Tunggu sebentar aku ambilin.” Raynald beranjak dari tempatnya tanpa menunggu jawaban Alexa. Ia hendak menggapai gelas yang berada di sisi kiri tubuh perempuan itu. Namun sebelum itu, Alexa mencengkram lengan Raynald. Memaksa laki-laki itu untuk tetap diam. Raynald menatapnya dalam ekspresi yang tak terbaca oleh Alexa. .“Aku gak mau minum, Ray,” ujarnya. Dan Raynald seketika merasa bodoh. Ia hanya bergumam ‘oh’ pelan lalu kembali duduk dengan canggung.“Kamu kenapa sih?kok dari tadi bengong terus?” tanya Alexa mulai merasa ada yang aneh dengan laki-laki di depannya. Pasalnya, setelah mendapat pesan beberapa menit yang lalu, sikapnya mulai berubah. Raynald nyaris saja menjatuhkan piring buah di pangkuannya. Hampir saja melukai tangannya ketika mengupaskan Alexa sebuah apel, dan untuk waktu yang cuku
Read more
After We Met
Sudah lama sejak terakhir kali ia datang ke rumah sakit. Hari ini, usai pulang dari kantornya, Laura menyempatkan diri untuk berkunjung. Ia mau memberi kejutan pada Raynald. Sejak ia mengirimi pesan pada laki-laki itu, hingga detik ini tak ada balasan apa pun dari Raynald. Setiap hari, yang ada Laura hanya semakin gelisah. Bertanya-tanya apakah laki-laki itu masih belum bisa memaafkannya? Maka hari ini, Laura memutuskan untuk menemuinya dan membicarakan semuanya. Sayangnya, ada satu hal yang dilupakannya, yang baru diingatnya ketika sudah tiba di rumah sakit. Bagaimana kalau ia bertemu dengan Dylan? Bukan sesuatu yang mustahil jika mereka bertemu di sana. Bahkan setau Laura setiap hari Dylan selalu berkunjung. Sudah hampir seminggu mereka tak saling berkomunikasi lagi. Tak pernah bertemu lagi. Sebenarnya, ada yang mengganjal di hati Laura. Namun, ia terlalu gengsi untuk memulai kembali. Sialnya, mungkin hari ini ia harus menghadapi Dylan. Laura mendesah keras. Kepalang tanggung, ia
Read more
Permohonan Yang Kedua
Laura sedang serius dengan pekerjaannya mengetik di depan komputer ketika Angel datang dan menghempaskan tubuhnya di atas kursi kerjanya, di depan Laura. “Ada yang nyariin tuh, di lobi.” Perempuan yang nampak kelelahan itu memberi informasi pada Laura sembari menyandarkan kepalanya pada punggung kursi. Mendengar itu seketika Laura menghentikan keseriusannya mengetik. Ia mengangkat wajahnya menatap Angel yang justru memejamkan mata. “Siapa?” tanyanya penasaran. “Aku gak nanya sih sama Pak Beno. Tapi katanya ibu-ibu.” Pak Beno adalah scurity yang sudah cukup lama bekerja di kantor mereka. Tadi ketika Angel kembali dari meeting di luar, Pak Beno buru-buru menghampirinya dan menitipkan pesan untuk memberitahu Laura bahwa ada seseorang yang sedang menunggunya. Laura mengerutkan kening. Ibu-ibu? Seingatnya, ia tidak pernah mempunyai urusan dengan seorang ibu-ibu. “Udah, temuin aja dulu. Siapa tahu penting.” Saran Angel. Setelah menimang, Laura memutuskan untuk mengikuti saran kawannya
Read more
Mereka Yang Putus Asa
Hujan deras mengguyur langit malam itu. Membuat Laura bergeming di depan gedung kantornya. Hari ini, ia tak membawa kendaraan lantaran pagi tadi ia lupa meletakkan kuncinya di mana. Alhasil, Laura memutuskan berangkat kerja menggunakan jasa angkut taxi. Sebenarnya, masih belum terlambat untuk pulang menggunakan jasa angkuti itu lagi. Jarum pada jam di dinding kantornya masih menunjukkan angka delapan. Namun, Laura masih ingin berada di tempatnya berdiri saat ini. Masih ingin sendiri, masih ingin memikirkan semuanya. Bahkan tawaran Angel dan beberapa rekan kerjanya pun di tolak lantaran alasan itu.  Sejak kedatangan Ibu Alexa siang tadi, hari Laura seketika kelabu. Melanjutkan bekerja pun rasanya tak berselera. Semua karena satu kalimat dari ibu Alexa yang terus saja menggema di telinganya. “Kata dokter, kita masih harus terus mengikuti arus drama ini sampai … sampai Alexa benar-benar bisa menerima kenyataan.” Laura mendesah. Hatinya bertanya-tanya. ‘Kenapa ia harus pedu
Read more
Tak Butuh Penjelasan
Raynald ingin menyudahi pertengkarannya dengan Laura. Ia merindukan perempuan itu, dan sama sekali tak ingin hubungan mereka berakhir begitu saja. Setelah sekian waktu mereka tak saling berkomunikasi, Raynald jadi benar-benar berpikir bahwa ia masih menginginkan Laura. Mungkin Laura benar, bahwa ia sudah keterlaluan. Bertindak tanpa mengetahui kebenarannya seperti apa. Jadi malam itu, Raynald memutuskan untuk melajukan mobilnya menuju rumah Laura. Tapi, apa yang didapat? Lagi-lagi kekasihnya itu sedang bermesraan dengan Dylan di dalam mobil. Bahkan, ia tak menolak ketika Dylan membelai wajahnya. Raynald tak menyadari, buku-buku jarinya sampai memutih karena mencengkram setir terlalu kuat. Tak lagi bisa menahan sakit hatinya, Raynald kembali menghidupkan mesin mobilnya. Seketika, lampu depan mobilnya mengganggu dua orang yang sedang berpandangan di depan sana. Sadar Laura telah mengenalinya, Raynald mulai menggerakkan roda mobilnya. Hingga saat Laura keluar dari mobil Dylan, Raynald
Read more
Permintaan Raynald
Sudah hampir 20 menit Laura berdiri di depan pintu rumah Raynald yang tertutup, dengan gelisah. Ia ingin meluruskan semuanya. Ia ingin menjelaskan apa yang salah. Tapi, hatinya masih ragu. Raynald terlalus ering melihatnya bersama dengan Dylan. Lantas, apakah laki-laki itu masih mau mendengar penjelasannya? Laura menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskannya dengan keras. Bukankah ia harus mencoba? Untuk memperbaiki hubungannya dengan Raynald yang sudah semakin merenggang. Ia meyakinkan hatinya. Perlahan tangannya bergerak naik. Dan dengan hati-hati diketuknya pintu di depannya dengan jantung bergemuruh. Laura hanya mengetuknya dua kali saja. Ia terlalu takut. Satu menit, dua menit, Laura menunggu pintu di depannya terbuka. Tapi sayangnya pintu itu tetap bergeming. Sekali lagi Laura menguatkan hati, menggerakkan tangannya lagi untuk mengetuknya sekali lagi. Tapi tepat pada saat itu, pintu di hadapan Laura mendadak terbuka. Laura tersentak. Saat ia dihadapkan pada Raynald ke
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status