All Chapters of Sindiran Pedas Istri Kedua: Chapter 11 - Chapter 20
100 Chapters
Part 11
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUAPart 11(POV Nadia)Menjadi pihak ke tiga dari sebuah hubungan pernikahan yang resmi, tentu tidak ada yang menginginkannya, begitu pun dengan aku. Namun, ketika jalan itu terbentang di depan mata dan hati pun berbisik untuk menjalaninya, maka kulalui itu.Tiara dan Hendi bukanlah sosok yang asing bagiku. Sedari kecil kami sudah mengenal satu sama lain walaupun tidak berteman dekat. Bertahun-tahun kami berada di almamater yang sama.Tiara anak dari keluarga biasa. Sangat biasa, tidak ada apa-apanya dibanding aku. Akan tetapi, entah kenapa segala kebaikan selalu berpihak padanya.Secara fisik pun aku jauh lebih unggul dari dia. Aku berkulit putih, bersih, dan terawat ditopang dengan baju-baju dengan harga fantastis membuatku semakin menonjol di lingkunganku. Namun, tetap saja Tiara yang menjadi pusat perhatian.Semasa sekolah, dia selalu menjadi juara kelas dan mewakili sekolah untuk mengikuti be
Read more
Part 12
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUAPart 12(POV Hendi)Berada di antara dua wanita, tidak pernah terniat dan terpikirkan olehku selama ini. Namun, telah nyata kujalani.Tiara dan Nadia adalah dua sosok yang sulit dicari kesamaannya. Bahkan bisa dibilang sangat bertolak belakang. Tiara dengan segala kelebihannya. Dia pintar, penuh semangat, berpikir dewasa, dan merupakan sosok yang tidak pernah neko-neko. Bertahun-tahun aku melalui kebersamaan dengannya, hampir separuh umurku.Sukar memang untuk menemukan cela pada diri Tiara. Apalagi semenjak kami menikah dan punya anak, dia menjadi pribadi yang selalu berusaha menjadi lebih baik.Dia tanpa keluh kesah menemaniku memulai kehidupan dari titik terbawah. Tertatih-tatih berjuang untuk meraih masa depan yang lebih cerah. Menikah usia kami yang masih tergolong muda membuat kami harus lebih keras lagi berusaha apalagi kami bukanlah dari keluarga yang berada. Bertemu dengan N
Read more
Part 13
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUAMenyandang status janda bukanlah perkara yang mudah. Bukan hanya sebatas menjalankan peran ganda tetapi juga beban mental.Entah kenapa sebagian besar masyarakat selalu punya stigma negatif status tersebut. Padahal mereka tidak tahu dengan pasti apa yang melatar belakangi seseorang bisa berada pada posisi itu."Makanya kalau mau nikah itu jangan buru-buru. Benarin dulu niat, benar-benar untuk ibadah bukan nafsu semata!""Jadi perempuan itu yang manut coba. Harus bisa nyenengin suami biar nggak berpaling pada wanita lain!"Memang, jika melihat dari sudut yang salah dan memang niat untuk menyalahkan akan ada saja celahnya. Bahkan bernapas pun bisa menjadi kesalahan. Apalagi jika yang memberi tanggapan adalah pihak yang berseberangan.Yang bersimpati dan memberi dukungan pun banyak. Orang-orang terdekat pun tiada henti menguatkan. "Jalani semua ini dengan ikhlas ya, Nak. Takdir Allah se
Read more
Part 14
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUAJalan tidak akan mungkin selalu lurus dan datar. Begitupun dengan perjalanan hidup. Zona nyaman tidaklah bisa berlama-lama kutapaki. Saatnya untuk kembali berpikir keras mencari jalan keluar untuk permasalahan satu ini.Memindahkan anak-anak ke sekolah yang dekat dengan tempat kerjaku, masuk ke dalam daftar calon solusi. Kucoba pikirkan lagi, agak berat juga memindahkan anak-anak secara mendadak. Aku tidak bisa sembarangan memasukkan anak-anak ke lingkungan yang baru. Belum tentu juga nanti mereka akan nyaman.Jika aku yang mengantar, tentu ada pilihan kemungkinan. Mereka yang kepagian atau aku yang akan kesiangan.Sempat juga terlintas untuk fokus saja mengurus anak-anak di rumah dari pada memaksakan bekerja dengan penghasilan yang tidak seberapa. Namun, terpikir juga olehku bagaimana jika suatu waktu Hendi lalai dari tanggung jawab nafkah untuk anak-anak. Bagaimana kelanjutan masa depan mereka?Sete
Read more
Part 15
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUAPart 15Hampir satu bulan sejak Hendi terakhir mentransfer uang untuk anak-anak. Jumlah yang separuh nya lagi belum juga kunjung digenapi. Sekarang sudah berganti bulan.Ini adalah salah satu hal yang aku khawatirkan dulu makanya aku mencoba bertahan. Setelah berpisah, jarak antara kami akan semakin terbentang. Tidak akan ada lagi keleluasaan dalam hal apapun. Akan tetapi, mau diapakan lagi. Setiap pilihan pasti ada resikonya.Sejak dahulu, aku sudah terbiasa hemat dan hidup sederhana dan masih kuterapkan hingga saat ini. Walaupun berhemat, aku tidak mau anak-anak menjadi kekurangan. Sedapat mungkin segala yang dibutuhkan bisa secepatnya dipenuhi. Mau tidak mau, uang tabungan harus dikorbankan. Aku mencoba menghubungi Hendi. Hanya semata-mata untuk mengingatkan dia akan kewajibannya. Akan tetapi, sudah tiga kali aku teleponku masuk, tidak ada respons darinya. Kutaruh kembali HP. Tak lama berselang, la
Read more
Part 16
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUASetelah pertemuan tak sengaja waktu itu, Hendi menepati janjinya. Ia datang ke rumah Ibu untuk mengunjungi anak-anak.Pelan-pelan Rara mulai mamahami keadaan kami. Dia sudah bisa mengerti bahwa papa dan mamanya tidak lagi tinggal di rumah yang sama sehingga tidak setiap waktu bisa berkumpul seperti dulu lagi.Sedangkan Khalif sudah sepenuhnya mengerti kalau kedua orang tuanya sudah tidak lagi terikat dalam pernikahan. Sehingga tidak boleh lagi tinggal bersama. Kuakui, sulit bagiku menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan padanya. Beruntung Khalif termasuk anak yang tidak egois. "Kakak nggak apa-apa kok, kalau Mama dan Papa sudah tidak bersama lagi. Yang penting Mama sudah tidak bersedih lagi." Aku terharu mendengar tanggapan Khalif. Ternyata selama ini diam-diam dia tahu apa yang selama ini kurasakan."Tapi, walaupun Papa tidak lagi bersama kita, Papa tetap sayang sama Kakak dan adik
Read more
Part 17
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUAMemiliki lingkar pertemanan yang sama dengan Hendi, membuatku agak sulit untuk melepaskan diri dari kenangan bersamanya.Sama-sama menjadi pengurus OSIS ketika SMA dan aktif di organisasi kemahasiswaan semasa kuliah. Di mana aku berada pasti akan ada dia, begitulah bertahun-tahun kami lalui.Beruntung, semenjak pernikahannya dengan Nadia, Hendi pelan-pelan senyap dari grup-grup alumni. Aku pun berlahan-lahan menarik diri. Baru belakangan ini saja aku mulai sesekali muncul.Segera aku menghubungi Ricky, mempertanyakan perihal transferan puluhan juta ke rekeningku."Aku sudah bilang, aku bukan makelar, nggak usah dikasih fee segala. Kirim aku no rekening, ya. Aku kirim balik," ucapku pada Ricky."Kak Tiara jangan gitu, dong! Memang sudah seharusnya seperti itu." "Tapi kita tidak pernah punya kesepakaran tentang hal itu," tekanku."Please, jangan ditolak. Kalau Kak Tiara nggak
Read more
Part 18
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUATak lebih dari sepuluh menit, Obi sudah datang lagi dengan mengendarai mobil. Entah mobil siapa, aku belum sempat bertanya. Dia langsung menggendong Rara ke mobil. Kami bertiga pun mengekorinya.Aku memangku Rara di bangku belakang. Sedangkan Khalif di depan memeluk Syira yang mulai mengantuk."Kita langsung ke IGD aja, ya, Kak." Hanya satu kalimat itu yang terucap dari Obi di sepanjang perjalanan. Aku pun menyetujui, Rara harus secepatnya mendapat pertolongan medis.Setelah memarkir mobil, Obi langsung menggendong Rara ke IGD. Aku mengambil alih Syira dari Khalif dan mengikuti Obi.Setelah menjalani pemeriksaan awal, dokter menyampaikan bahwa Rara harus diopname. Tanpa diminta, Obi langsung ke bagian administrasi dan pendaftaran.Tak berselang lama, dua orang perawat datang menghampiri dan memberitahu kalau Rara akan dipindahkan ke ruang rawat inap. Aku dan Khalif mengikuti dua perawat yang m
Read more
Part 19
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUA"Proyek Bang Hendi yang di Lampung sedang bermasalah. Dengar-dengar, proyek itu cuma upaya cuci uang dari teman Pak Santo, yang sepupunya Mami Nadia itu. Pengerjaannya sudah dihentikan sejak bulan lalu. Sedang disegel untuk mempermudah penyidikan katanya sih."Aku hanya manggut-manggut mendengar penuturan Obi. Walau sebenarnya aku kaget juga. Padahal proyek itu bernilai fantastis. Bisa dibilang itulah proyek terbesar yang didapat Hendi selama dia menekuni dunia kontraktor."Katanya, pemiliknya itu seorang wakil rakyat di provinsi. Dia sedang tersandung masalah penyalahgunaan dana hibah atau apalah gitu, nggak paham juga. Mana Bang Hendi udah terlanjur DP-in rumah buat menetap di sana. Lagi pusing banget kayaknya," lanjut Obi menjelaskan. "Kan ada keluarga Nadia. Pasti cepat kelarlah masalahnya," jawabku sekadar menimpali."Boro-boro ngebantu, keluarganya pun lagi banyak masalah. Sekarang lagi hangat-h
Read more
Part 20
SINDIRAN PEDAS ISTRI KEDUAWajah Hendi juga menampakkan keterkejutan atas pertemuan tidak disengaja ini."Papa mau nengok Rara?" tanya Khalif dengan polosnya."Rara? Rara kenapa?" tanya Hendi kebingungan."Rara lagi sakit. Ayo, Pa, kita ke kamar Rara! Ada di lantai tiga." Khalif langsung menarik tangan Hendi.Kalau Hendi ada di sini, berarti benar yang kulihat tadi adalah Nadia. Aku pun bergegas mengikuti Khalif yang telah berjalan terlebih dahulu."Rara sakit apa?" tanya Hendi padaku ketika kami sudah berada di dalam lift.Rasanya malas untuk menjawab. Untungnya HP-ku berdering sehingga tidak perlu menjawab pertanyaan Hendi."Kamar Rara sebelah sini, Pa." Khalif kembali menjadi pemandu untuk papanya. Sesampai di depan pintu, samar terdengar suara celotehan Syira. Khalif langsung membuka pintu. Di tempat tidurnya, Rara berbaring sambil memeluk boneka beruang yang berukuran lebih besar dari tu
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status