Semua Bab Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan: Bab 11 - Bab 20
61 Bab
[1] 11 - Omong kosong
Aku kembali ke ruangan Archer. Aku telah mengecek wajahku di cermin sebelum kembali, setidaknya aku tidak terlihat seperti telah menangis. Dia masih terlelap di kasur, membuatku merasa lega. Aku berjalan perlahan agar tidak membangunkannya. Lalu duduk di sampingnya. Jemariku perlahan memeluk jari kelingkingnya, takut membuatnya terbangun. Aku memerhatikannya untuk beberapa saat, kemudian tersadar jika badanku juga lelah. Aku merebahkan kepalaku di sisi kasurnya yang kosong, jemariku masih menggenggam kelingkingnya. Tak lama hingga aku ikut terlelap. Saat aku bangun, kurasakan ada kain yang menutupiku.
Baca selengkapnya
[1] 12 - Seragam cadangan
Selama menunggu Cindy dan Lithia menjemputku, aku hanya menatap bayanganku di cermin toilet rumah sakit. Entah berapa lama. Aku juga memberitahu adikku bahwa aku tidur di tempat temanku, meminta maaf karena lupa memberitahu lebih cepat. Namun yang menjemputku justru Nanda. Terkutuklah Cindy dan Lithia. Dia juga menungguku berganti sebelum mengantarkanku ke sekolah. "Aku ingin meminta maaf," katanya di perjalanan. "Kupikir kau juga menyukaiku." "Aku memang menyukaimu," kataku pelan. "Namun seperti yang kubilang, perasaanku tidak akan bertahan lama."
Baca selengkapnya
[1] 13 - Tahu sendiri
"Well, kalian tidak pandai berbohong," ejekku. "Kau bahkan juga tidak bisa menyamarkan niatmu padanya," ringis Cindy pelan. Tapi aku mendengarnya. Aku mengelak, "Bukannya kau yang menceritakan bahwa aku suka dia." "Mana mungkin aku menceritakan hal seperti itu padanya," balas Cindy. Lithia memijat kepalanya, tapi tak menengahi kami. "Kalau bukan kau siapa lagi?" "Dia tahu sendiri, Cath. Aku juga kaget ketika dia kembali dan mengatakan kau menolaknya. Maksudku, dia bodoh atau gila?!" "Keduanya," kataku sambil terkekeh. "Setidaknya senyumnya manis." "Oh, Cath. Aku minta maaf kemaren membentakmu," ucap Cindy lalu memelukku. "Nanda tidak pernah membahas tentang percintaannya apalagi mengatakan orang yang disukanya. Aku kaget saja." Aku membalas pelukannya erat. "Aku juga minta maaf, seharusnya mulutku perlu diberi sedikit penyaring." Kami memisahkan diri ketika mendengar teriakan dari luar. Spontan saja kami keluar kelas dan mencari sumber suara. Entah mengapa aku seperti
Baca selengkapnya
[1] 14 - Se-menggemaskan itu
Aku menjawab pertanyaan Lithia itu tanpa banyak pikir. "Aku baru saja melukainya." Hanya untuk mendapatkan umpatan kesal dari Cindy. "Sebelum ini, bodoh!" Juga Lithia yang biasanya menegur Cindy saat dia mengumpat, kali ini dia hanya menatapku saja dengan mulut membisu. Pada akhirnya aku yang mengalah. Aku berusaha mengingat-ingat insiden yang pernah aku alami, tapi tidak ada. Selain masa SMP-ku yang tidak terekam di kepalaku, tentu saja. "Tidak pernah." "Tapi mengapa ada bekas jahitan?"
Baca selengkapnya
[1] 15 - Sok heroik
Ketika aku membuka mataku, pandanganku masih belum terlalu jelas. Suara orang bercakap-cakap membuatku mencoba memicingkan mata. "Kau benar tidak ingin cerita?" Suara yang tenang namun menuntut itu adalah suara Lithia. Aku masih belum jelas melihat sosoknya tapi itu dia. "Aku sudah berjanji." Aku juga mengenali suara itu. Rad, adikku. Entah apa yang mereka bahas. Yang jelas, Lithia terdengar frustrasi di setiap katanya. Aku mencoba menggerakkan tanganku ketika Lithia kembali bersuara. "Dia tidak ingat—Cath, kau sadar?" Hanya erangan kecil yang sanggup kukeluarkan. Operasi tadi sepertinya menguras habis tenagaku. Dan penglihatanku masih belum membaik, tapi aku sudah bisa melihat sedikit bayangan Lithia dan Rad di kedua sisiku. "Kau bodoh," ucap Rad, nyaris seperti dirinya yang biasa. Dibandingkan aku, mulut Rad lebih tidak bisa diatur. Dia selalu bicara seenaknya. "Apa sih yang kau lakukan dua hari ini sampai tidak bisa melindungi diri." Itu bukan pertanyaan, d
Baca selengkapnya
[1] 16 - Terlalu impulsif
"Ini jam berapa?" Hallie mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Satu siang." Dia memperbaiki letak selimutku dan menyodorkan air agar aku minum. Aku hanya menghirup sekali. "Rad benar," ucapnya sambil menggeleng. Dia merapikan rambutku. Baik sekali dia memerhatikan aku yang berantakan ini. "Apa?" "Kau terlalu impulsif." Aku membela diriku. "Seperti dia tidak saja." Hallie tertawa. Aku baru sadar ternyata dia masih memakai seragam sekolahnya.
Baca selengkapnya
[1] 17 - Terasa asing
Tanganku bergerak risi. Entah yang mana yang benar, yang kutahu mereka sama sekali tak mau dekat-dekat denganku. "Brian membenciku." "Di mataku dia tidak terlihat seperti membencimu," cetus James sambil mengangkat bahunya. Mungkin aku salah, seperti halnya aku salah mengira James menyukaiku. Tapi apa gunanya? "Seharusnya aku kembali ke kelas ketika Brian bilang kalau mereka putus. Tapi adegan Britt yang memohon agar mereka tidak putus sangat seru untuk ditonton. Dia memelas, Cath." "Bagus untukmu," balasku tidak benar-benar bermaksud mengatakannya. James mengambil tanganku.
Baca selengkapnya
[2] 18 - Selamat untukku
[BAB II] BERIAK MEMBENTUK SEBUAH GARIS _______________ “Kau terlihat bosan.” Nanda tiba-tiba masuk sambil menenteng dua kantong plastik besar. Aku yang memang sedang bosan menyambutnya hambar. Demi apa pun, tempat ini benar-benar membosankan, aku sungguh tidak tahan. “Dan kau terlihat menikmati pemandangan aku yang bosan.” Nanda tertawa. Dia meletakkan bawaannya di meja samping kasur, mengeluarkan sebungkus camilan yang aku yakin dilarang Lithia untuk aku makan. “Kau mau?” “Kau sengaja ingin mengejekku, kan?” “Oh, aku tidak sejahat itu.” Dia tertawa geli. Menunjukkan bahwa dia memang sedang mengejekku. Ada apa dengan perubahan sikapnya ini, tidak seperti dia saja. “Aku sudah bilang, aku akan membuatmu tidak berhenti menyukaiku.” Aku menatapnya. Dia seperti membaca pikiranku. Apa karena dia belajar psikologi? “Aku ingin memperingatkan terlebih dahulu, jangan kecewa kalau kau gagal nantinya,” saranku. “Kadang aku bisa mengatakan dan melakukan sesuatu itu tanpa berpik
Baca selengkapnya
[2] 19 - Cuma akting
“Ah, sudah kuduga akan begini.” Suara Cindy tiba-tiba muncul. Soda di tanganku ikut menghilang bersamaan dengan kemunculannya. Dan Cindy menatap aku dan Nanda berang. “Kubilang dia tak dibolehkan makan minum sembarangan! Kenapa malah kau beli semua jenis makanan ringan tidak sehat ini!” Dia mengerang. “Ah! Aku benar-benar tidak ingin mendengar Lith mengomel-omel karena ini dan kau Nanda, kau memberiku tiket untuk mendengar langsung omelannya yang bisa berlangsung berjam-jam.” “Bagus untukmu.” Aku terkekeh. Melupakan fakta jika tiket itu juga berlaku untukku.
Baca selengkapnya
[2] 20 - Cerita fiksi
Sejak kepergian James, aku kembali berpikir serius. Apa yang terjadi ketika aku SMP. Kenapa aku tidak ingat kejadian-kejadian yang lamanya tidak sampai lima tahun itu. Kenapa Brian dan Archer membenciku. Kenapa mereka memperlakukanku seperti hantu yang menyeramkan. Dan berbagai kenapa lainnya yang tak ada satu pun yang bisa kujawab saat ini. “Dia begitu marah hingga tak ingin melihat wajahku lagi.” Brittany kembali mengambil satu langkah maju. “Biar aku bertanya satu hal ... apa kau bahkan suka padanya?” Aku menatap Brittany, hampir saja memujinya. Dia punya imajinasi yang cukup hebat. Aku kagum dengan kreativitasnya. Sepertinya dia akan sukses menjadi penulis cerita fiksi. Aku akan membeli buku buatannya jika dia benar-benar menjadi penulis. “Aku tahu kalian dulu dekat—bukan, kau dekat dengan semua cowok.” Kali ini Brittany tidak lagi melangkah maju. “Kau tidak menyukainya tapi kenapa kau tidak melepaskan Brian dan membiarkan dia bahagia?” “Dari mana kau tahu aku du
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status