All Chapters of Di Balik Senyum Istri: Chapter 11 - Chapter 20
52 Chapters
Benar-Benar Kejam
Pov Bagas “Kamu sudah bersumpah di atas alquran Mas, masih mau melanggar, tanggung sendiri akibatnya,” Riana menatapku dengan tajam. Rupanya sedari tadi dia memperhatikan raut mukaku. Setelah Riana pergi dari rumahku, hatiku tasanya tak karuan seperti anak muda yang baru bertemu dengan gebetan. Oh kenapa wanita hamil jadi begitu sensitif ke mana senyumnya yang dulu? Dia bahkan tak bisa menahan cemburu walau hanya sebentar. “Engga Sayang, Mas tetap cinta sama kamu,” ucapku pada Kirana. Setahuku perempuan suka sekali dinyatakan cinta. Tak peduli itu tulus atau tidak. Namun, percayalah aku ini tulus mencintainya, walaupun godaan selalu datang melanda yang kadang membuatku maju mundur dan ragu berkali-kali. Benar saja setelah kuucapkan jurus kata cintaku, dapat kulihat senyum terukir di bibir merahnya. "Nah gitu dong, ‘kan jadi Adek Kirana tambah cantik." Membahagiakan wanita memang semudah ini tak perlu keluar banyak uang. Kini pipi istriku bersemu merah jambu. Kuakui semenjak hamil di
Read more
Cemburu itu Menjengkelkan
Pov Bagas “Kiran maksudnya apa foto ini?” Kupelankan suaraku agar tak sampai terdengar Ibu yang keberadaannya hanya terhalang tembok kamarku. Dia tengah beristirahat di kamar sebelah. Foto yang dikirim Riana kutunjukkan itu pada Istriku. Tak ada jawaban darinya kudengar dia sedikit berdecak. Sedetik kemudian senyum terukir indah di bibir merahnya. “Kiran, ini apa?” Kenapa perempuan selalu senang menguji kesabaranku? Jangan tersenyum! Senyum malaikatmu itu kau simpan saja untuk nanti yang kubutuhkan hanyalah jawaban . “Kamu itu kenapa Mas, cemburukah?” Kiran menatapku, segera kupalingkan wajahku. “Dari siapa foto itu? Riana ‘kan?” Pertanyaan Kiran membuatku balik menatapnya, entah kenapa kurasa raut wajahnya kali ini terkesan meremehkanku. “Tak penting itu dari siapa. Pokoknya aku ga suka kamu deket-deket sama Andre. Dia itu memang sepupuku, tapi hubungan kami tidak terlalu baik.” Kupalingkan wajahku ke arah lain. Kesal sekali rasanya bukannya meminta maaf dia malah tersenyum tan
Read more
Puber kedua
Belum kering luka jahitanku. Entah kenapa setiap melihat Andre, Mas Bagas selalu emosi teringat tiga bulan yang lalu aku bertemu dengannya saat periksa ke dokter kandungan kebetulan memang Mas Bagas tak bisa mengantarku karena mendadak harus bertemu klien.“Heh kamu istrinya si Bagas kan?” tiba-tiba seorang Pria mencolekku saat duduk menunggu taksi online yang kupesan. Sangat tidak sopan memang, padahal penampilannya rapi lengkap dengan setelan jas seperti Mas Bagas, tetapi kelakuannya berbanding terbalik.“Eh lu masih mau aja sama si Bagas, bodoh banget sih jadi perempuan. Kayak di dunia ini enggak ada laki-laki lain aja,” ucapnya.Tak kuhiraukan sama sekali, meskipun hatiku panas, sudah menjelekkan suamiku ditambah lagi mengataiku bodoh, meskipun Mas Bagas pernah mengkhianatiku, 12 tahun pernikahanku dengannya bisa kubedakan saat dia benar-benar berkata jujur atau berbohong. Hatiku mengatakan saat dia mengusir Riana di rumah, dia sudah benar-benar ingin meninggalkannya. Mungkin dia
Read more
Kesempatan Terakhir
“Dek, ada masalah apa? Perasaan kok Adek diemin Mas terus?” tanya Mas Bagas padaku. Sudah seminggu kudiamkan Mas Bagas. Aku hanya bingung. Entah sikap apa yang harus kuambil. Memilih berpisah dan jadi single parent akankah aku kuat menghidupi keempat anakku terlebih Arya yang harus check up setiap bulan.“Apa aku tak menarik lagi, Mas?” tanyaku.“Maksudmu, Dek?”“Kamu setiap hari memamerkan foto selfiemu di media sosial, lalu membalas setiap DM wanita-wanita nakal yang menggodamu, apa yang kamu rasakan Mas?” Sengaja kuberikan jeda sejenak untuknya berpikir, tapi tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya.“Bangga?” tanyaku.“Kamu udah tahu, Dek?” tanyanya. Kuusap wajah, lalu menghela nafas panjang berharap hal itu dapat menguatkan diri. Bayangan tentang suamiku berbalas pesan dengan wanita selalu manari di otakku, membuat luka lama kembali terbuka.“Kalau kamu bosan dengan pernikahan kita, kamu bisa mengatakannya Mas, katakan apa kurangnya aku! Biar kucoba perbaiki. Kamu enggak perlu m
Read more
Rahasia Apa yang Kau Tutupi?
“Siapa Sayang, kok enggak disuruh masuk?” “Mau apa Anda ke sini?” tanya Mas Bagas. “Mana anakmu?” tanya Ayah mertua. Belum juga kupersilahkan duduk dia sudah lebih dulu menghempaskan bobot tubuhnya di kursi tamu. Pandanganku seketika beralih pada Ibu yang tengah berada di dapur. Dia lebih memilih memasuki kamarnya. Enggan untuk sekedar menyapa suaminya. Padahal, mereka belum resmi cerai masih di urus di pengadilan. “Ayah dengar anakmu punya kelainan bukan?” “Anda kesini hanya untuk menghina anak saya, pergi! pergi dari sini!” Belum apa-apa Mas Bagas sudah naik pitam. “Wah, sudah berani mengusir kamu. Punya apa sekarang sampai berani mengusir Ayahmu sendiri?” Masih dengan wajah sombongnya yang tak pernah luntur. “Saya tidak pernah punya Ayah seperti Anda yang membuang dan menyembunyikan kematian anaknya sendiri.” Mas Bagas mengatakannya dengan tegas. “Sebaiknya Anda pergi dari sini, jangan mengganggu keluarga kami lagi!” sambar Ibu mertua yang tiba-tiba sudah berada di ruang tam
Read more
Pengkhianat Tetaplah Pengkhianat
Mendekati waktu subuh, kantuk mulai datang kupaksakan untuk tetap terjaga mengingat sebentar lagi azan berkumandang. Sedang lelakiku masih terlelap di ranjang. Kusiapkan sarapan seperti biasa, meski hatiku sakit karena perbuatannya, tetap kutunaikan kewajibanku melayaninya.“Dek, Mas mau keluar kota kayaknya seminggu.”“Iya.” Bolehkah sekali saja bersikap acuh padanya? Entah apa yang dia sembunyikan di belakangiku.“Sayang, kenapa sih dari tadi cuekin Mas terus?” Disentuhnya tanganku dengan lembut.“Makan dulu Mas, biar kusiapkan pakaian yang harus dibawa.”“Ga usah di sana juga udah ada pakaian kok.” Sambil memasukkan roti ke mulutnya dia mengatakannya tanpa beban. Kutatap matanya dengan penuh selidik, akhir-akhir ini sejak lahirnya Arya. Dia kerap pergi keluar kota kadang 2 atau 3 hari, tapi kali ini satu minggu rasanya terlampau lama.“Di mana?” tanyaku.Mas Bagas sampai terbatuk dibuatnya. Gelagatnya sungguh mengundang curiga.“Ya di sana, ‘kan banyak yang jual baju, tapi kalau Ad
Read more
Pelukan Terakhir
“Mana Mas Bagas? Suruh dia keluar!” pintaku pada perempuan itu.“Mas Bagas siapa, Mbak? A-aku enggak kenal,” jawabnya sedikit gelagapan. Kulangkahkan kaki agar semakin dekat dengan wanita itu, lantas membelai rambutnya, dapat kulihat tangannya gemetar. Padahal, aku hanya ingin membisikkan sesuatu padanya.“Cepat suruh keluar Mas Bagas dari kamarmu atau kamu mau warga yang menyeret paksa? Kamu tahu hukuman masa itu jauh lebih kejam dari pada hukuman aparat penegak hukum atau memang kamu mau wajah mulusmu ini hancur ditangan warga?” bisikku ditelinganya.Dia langsung mendongakkan wajahnya ke arahku, sedang senyum ini terus mengembang seiring dengan tatapan ketakutan perempuan itu padaku. Seluruh anggota tubuhnya ikut gemetar, dia benar-benar takut dengan ucapanku, padahal itu hanya gertakan saja. Tanpa pikir panjang perempuan itu masuk ke dalam kamarnya.Teriakan warga bergemuruh seiring dengan keluarnya Mas Bagas dari kamar kos. Kuperhatikan penampilan suamiku dari atas sampai bawah, s
Read more
Tak Ada Kesempatan
Perlahan kucoba membuka mataku, mengerjap-ngerjap beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang menyeruak masuk. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Aku masih mencoba meraba di mana tempatku berbaring sekarang, sembari mengedar pandang ke setiap sudut ruangan, bisa kutebak ini di rumah sakit, tetapi di mana Mas Bagas. Sosok yang kunantikan kehadirannya tak dapat kutemukan, sudah hilangkah rasa pedulinya padaku.Ya Tuhan, apa yang kupikirkan? Baru saja kukatakan padanya untuk mengakhiri ikatan pernikahan yang membelenggunya selama ini, sekarang malah dialah orang pertama yang ingin kutemui.Kecewa.Itulah yang kurasa ketika menggantungkan harapan pada hamba Allah, dengan segala keterbatasannya lagi dengan hawa nafsu yang melekat pada dirinya.Terdengar suara pintu terbuka, netraku langsung tertuju ke sana. Sosok tinggi, putih, lengkap dengan setelan jas berwarna hitam keluar dari balik pintu. Kelegaan tampak dari ekspresi wajahnya. Seutas senyum tak lupa dia lemparkan padaku. Dia Andre, laki-laki
Read more
Kedatangan Tamu
“Abi ada kerjaan sayang, nanti Abi balik lagi.” Mas Bagas berjongkok menyesuaikan posisinya, sejajar dengan Arumi anak keduaku.“Kenapa tasnya gede banget abi?” Tanya Arumi.“Iya, karena Abi perginya agak lama.” Dipeluknya Mas Bagas dengan erat oleh Arumi.“Abi janji ‘kan bakal pulang lagi?” Arumi semakin menenggelamkan pelukannya pada Mas Bagas, sedetik kemudian Mas Bagas mengelap wajahnya berkali-kali. Mungkinkah perasaan seorang anak begitu peka, hingga dia mengerti keadaan kami yang tak baik-baik saja, tanpa pernah ada penjelasan sama sekali.Lihatlah Mas buah dari perbuatanmu, apakah rasanya? manis atau pahit? Seharusnya tak kau membiarkan dirimu dikuasai nafsu setan yang membara.Bukankah istri tidak punya masa kadaluwarsa, kamu bisa pulang dan melakukannya bersamaku kapan pun kamu mau, tapi kamu malah memilih jalan yang sulit lagi salah. Apakah yang haram lebih menantang? Percayalah suatu hari ketika telah haram bagi kita untuk bersentuhan, maka pada saat itulah kamu akan lebih
Read more
Hidup Baru
“Saya memang belum menikah Bu, tapi saya beneran hamil anaknya Mas Bagas.” Akhirnya perempuan itu mau mengakui yang sebenarnya.“Kamu tahu Bagas sudah menikah?” tanya Ibu mertuaku“Sa saya tahu, Bu.”“Ya sudah tanggung sendiri akibatnya.”“Tapi, bagaimanapun ini cucu Ibu.”“Dari mana saya bisa yakin kalau itu cucu saya kalau dari awal saja kamu sudah bohong mengaku sudah menikah dengan anak saya,” jawab Ibuku.“Cukup Bu, saya ini masih punya harga diri kalau ibu tak mengakuinya saya tidak akan memaksa.”“Kalau kamu ingin dihargai orang lain, hargai dulu dirimu sendiri. Jangan merendahkan martabatmu! Sebagai wanita mau-maunya di sentuh pria yang tidak ada ikatan resmi denganmu." ucap Ibu mertuaku, akhir-akhir ini kuperhatikan dia jadi lebih berani mengutarakan perasaannya. Perempuan itu tampak kesal dengan semua ucapan yang ibu lontarkan, mukanya merah padam menahan emosinya yang memuncak.Sebagai sesama perempuan bisa kurasakan seperti apa perasaannya saat ini, dulu ayah mertuaku sela
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status