Semua Bab Terjebak Gairah ABG: Bab 71 - Bab 80
197 Bab
71. Kenalan Baru di Kereta Api
Setelah pamit dengan isteriku, aku langsung berangkat ke Bandung naik naik Kereta Api Argo Parahiangan. Saat aku baru saja duduk di pinggir jendela sembari menatap keluar jendela, aku disapa oleh seseorang, “Maaf om.. sepertinya om salah kursi deh.” Aku langsung menoleh ke arah suara yang menyapaku. Seorang gadis berusia sekitar 20 tahun, cantik berada dihadapanku, “Oh ya? Masak sih?” tanyaku sembari melihat nomor yang tertera di tiket. Ternyata benar, aku salah nomor kursi. Aku langsung berdiri dan meminta maaf pada gadis itu. “Wah.. maaf ya, maklum buru-buru tadi.” Sambungku. Aku persilahkan dia untuk menempati kursi yang ada dipinggir jendela. Setelah dia duduk barulah aku kembali duduk di kursi bagian dalam di sebelahnya. “Terima kasih ya om.. Om mau ke Bandung juga ya?” Tanya gadis itu. Sebelum menjawab aku menanyakan siapa namanya, naluri aku selalu begitu kalau melihat gadis cantik. Dia mengulurk
Baca selengkapnya
72. Melaksanakan Tugas di Bandung
Aku dan Clara berpisah di stasiun Bandung. Dari stasiun aku langsung menuju ke kantor. Dalam perjalanan ke kantor aku kembali teringat pada Clara, wajahnya yang cantik itu sangat melekat dalam ingatanku. Terutama fisiknya yang sangat proporsional, tidak ada yang terlihat berlebihan. Semua terlihat sangat wajar dan serasi. Tantangan kencannya pun sangat menarik, dia yang terlebih dahulu mengeluarkan tantangan, bukanlah aku. Kalau aku imajinasikan secara fisik Clara seperti Angelina Jolie, yang bibirnya sangat sensual. Seperti itulah pesona yang dimiliki Clara, memang tipikal wanita yang aku sukai. Sampai di kantor aku langsung menemui Noni di meja resepsionis. Begitu melihatku ada dihadapannya, Noni menghampiri, “Hai!! Kesayanganku ketemu lagi.”Ucap Noni tanpa perasaan malu-malu. Aku peluk Noni dan aku kecup pipinya. “Gimana keadaan kamu sayang..?” Tanyaku sembari menatap senyumnya yang semringah. “Baik Pa.. Pa
Baca selengkapnya
73. Widarti Telepon Noni
Keluar dari ruangan pak Supriatna aku langsung menghampiri Noni. Aku kaget saat melihat Noni sedang berurai airmata, tangannya sedang menggenggam ponsel yang menempel di telinganya. Noni menatapku dan memberikan isyarat kalau dia sedang berbicara dengan Mamanya. Tidak ada yang Noni katakan selain daripada hanya mendengarkan. Tapi, raut wajahnya begitu sedih dan airmatanya tumpah memenuhi pelupuk matanya. Aku hanya terpana menatap ya, sengaja aku tidak ingin mencampuri urusannya. Setelah Noni menutup sambungan telepon, dia mengatakan padaku, “Pa.. barusan Mama telepon, aku spechless Pa.. aku marah, tapi aku gak bisa bilang apa-apa.” Ucap Noni dengan masih berurai airmata. “Mama bilang apa sama kamu? Apa yang membuat kamu begitu sedih?” Aku berusaha menyelidik apa yang dirasakan Noni. “Mama hanya bilang kangen sama aku, Mama sayang sama aku.. tapi saat ini Mama tidak bisa berbuat apa-apa.” Jawab Noni. Aku jelaskan pada Noni, tetaplah peliha
Baca selengkapnya
74. Memanjakan Noni
“Kalau kamu ada waktu, tolong cari tahu di mana keberadaan Adri, nenek juga kasihan sama dia.” Ucap nenek. Aku minta pada nenek nama keluarga yang bisa aku hubungi dan alamat rumahnya. Namun, nenek harus mencari dulu alamatnya. Aku merasa iba pada nenek, diusianya yang sudah 65 tahun tapi belum dibahagiakan oleh anak-anaknya. Nenek hanya punya 2 anak kembar, satunya sudah wafat dan satunya lagi di Hong Kong. Widarti dan Widarsih adalah tumpuan harapannya, tapi kenyataan hidup yang dihadapinya tidak seperti yang dia bayangkan. Nenek minta aku menggendong Noni ke kamar tidurnya, “Danu.. kamu gendong Noni ke kamarnya ya, kasihan.. kamu temani dia tidur dulu ya.” Pesan nenek. Aku menggendong Noni ke kamarnya, aku baringkan dia di tempat tidurnya. Aku selimut tubuhnya, aku kecup keningnya dan aku berbaring menemani disisinya. Aku baru sadar kalau aku belum mandi sama sekali, sejak perjalanan dari Jakarta sampai ke Bandun
Baca selengkapnya
75. Tenggelam dalam Asmaradhahana
Noni memang tidak seliar biasanya, semua dilakukannya dengan penuh perasaan. Aku dan Noni benar-benar tenggelam dalam Asmaradhahana cinta terlarang. Terkadang Noni butuh waktu untuk jeda sesaat sebelum dia melanjutkan berbagai cumbuannya. “Pa.. santai aja ya, gak ada yang harus kita kejar malam ini. Aku mau menikmati sejengkal demi sejengkal tubuh Papa.” Bisik Noni. Dia terus bergerilya menyusuri tubuhku dengan bibirnya. Aku tahan Noni saat dia menyusuri lembah terlarang di bagian tubuhku. Aku tidak ingin dia melakukan itu. “Jangan Non!! Kamu jangan lakukan itu!!” pintaku dengan lirih. Noni tidak terima, dia protes padaku, “Kenapa Pa? Kan itu bagian dari fore play?” Tanya Noni. Aku tetap tidak ingin dia melakukan itu, kami jeda sejenak. “Mama aja melakukan itu tidak pernah Papa izinkan Non.. apalagi kamu.” Jawabku. “Papa tidak ingin kamu melakukan hal yang menghinakan kamu.” Lanjutku. 
Baca selengkapnya
76. Tentang Adri Sepupu Noni
Saat sarapan pagi nenek kembali membuka cerita tentang Adri sepupu Noni yang tinggal di Jakarta, “Non.. kamu masih ingat gak teman kamu waktu masih kecil, Adri? Sepupu kamu, anaknya tante Widarsih?” Nenak tanyakan itu pada Noni. “Ingat sih nek.. cuma Noni udah lupa wajahnya, emang kenapa nek?” Noni balik bertanya. “Nenek minta tolong Papa kamu cari info keberadaannya di Jakarta. Tiba-tiba nenek ingat dengan dia, karena nasibnya sama seperti kamu.” Jawab nenek. “Nenek punya alamat keluarga yang merawat Adri, nek? Aku tanyakan itu pada nenek. Nenek memberikanku secarik kertas yang berisi alamat keluarga yang mengasuh Adri. “Ini alamatnya, Danu.. coba aja kamu cari informasinya.” Jawab nenek sembari memberikan secarik kertas. Nenek menceritakan panjang lebar tentang keluarga ayah Adri yang mengasuh Adri sejak ditinggal ayah dan ibunya saat Adri masih kecil. Noni baru ‘ngeh
Baca selengkapnya
77. Telepon dari Clara
Saat aku di proyek Clara telepon, ini sungguh di luar dugaanku. Satu sisi aku senang karena yang telepon duluan adalah Clara, bukan aku. Tapi, di sisi lain aku pun tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Aku jawab telepon dari Clara, “Hai.. Clara, om surprise nih kamu telepon. Ada apa Clara? Apa yang bisa om bantu?” Aku pancingan Clara dengan pertanyaan ingin tahu. “Om Danu masih di Bandung kah? Mau terima tantangan aku gak om?” tanya Clara dengan bercanda. “Masih Clara.. kebetulan sedang di proyek nih. Apa nih tantangannya Clara? Berat gak tantangannya?” Aku balik bercanda dengan bertanya. Clara jelaskan padaku kalau dia sedang tidak ada kuliah, dan dia lagi iseng di kosannya. Dia memberikanku tantangan untuk datang kesannya dan ingin membuktikan rahasia apa yang ada dibalik bentuk hidungku. Apakah dugaannya benar atau tidak. Tantangan Clara itu godaan bagiku, karena datangnya disaat a
Baca selengkapnya
78. Clara yang Mempesona
“Aura yang om pancarkan dari setiap tatapan mata om.. Tapi, mata om itu tidak nakal dan genit.” Jawab Clara dengan mengerdipkan sebelah matanya. “Ampun mak.. “ dalam hatiku, Clara sangat mempesona dan menggairahkan. Tanktopnya yang begitu tipis menembus apa yang terlihat dibaliknya. “Bentuk hidung om itu mengisyaratkan bentuk yang ada dibalik celana om.” Ujar Clara to the point. Seketika wajahku memerah, aku tidak menyangka kalau Clara lebih berani mengatakan itu ketimbang Adriana. Adriana hanya menyebutkan dengan kata-kata simbolis, tapi Clara langsung bicara pada intinya. Segelas wine sudah hampir habis, Clara menggelosor tiduran dipanggkuanku. Tangannya mulai membuka ikat pinggangku, wajahnya begitu dekat menatap tangannya yang melepaskan ikat pinggang dan menurunkan resleting celanaku. Aku segera meminta Clara untuk bangun, aku tidak ingin dia melanjutkan apa yang akan dilakukannya, “Jangan Clara.. om gak ingin kamu lakukan itu. Om sa
Baca selengkapnya
79. Rahasia yang Diungkapkan Ningsih
Saat akan kembali ke proyek Ningsih telepon aku, dia ajak aku ketemu untuk membuka rahasia tentang siapa suaminya. Meskipun Widarti sudah cerita tentang siapa suami Ningsih, aku tetap penuhi keinginannya meskipun waktuku sangat terbatas. Dia sepakat permintaanku, agar pertemuan dilakukan disekitar proyek. Kami bertemu di sebuah Cafe di sekitar proyek. Rupanya Ningsih tidak kuasa untuk menutupi rahasia yang selama ini sengaja dia simpan. “Gini mas Danu.. saya sangat menghormati mas Danu, juga sayang pada Noni. Tapi, saya harus ceritakan masalah ini.” Ucap Ningsih dengan mimik wajah yang serius. “Ceritakan aja Ningsih.. In Shaa Allah saya sudah siap untuk mendengarkan keseluruhannya.” Aku jelaskan itu seakan-akan aku belum tahu rahasia apa yang akan diungkapkannya. Ningsih mulai cerita dari awal perkenanlannya dengan Jatiman, suaminya yang juga mantan suami Widarti. Menurutnya, sejak masih menjadi suami Widarti, dia sudah sering ketemu dengan Jatiman. Saa
Baca selengkapnya
80. Menjadi Sangat Dilematis
Terlalu banyak rahasia yang harus aku simpan, semua terkait dengan Noni. Aku merasa menghadapi sebuah kehidupan masa lalu yang begitu kompleks, yang harus aku urai satu persatu. Seperti menarik benang di dalam tepung, benang ditarik tepung tidak tumpah. Aku harus bisa menyelesaikan masalah ini tanpa harus melukai siapa pun. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah, namun aku yakin Tuhan memberikan beban ini bukanlah tanpa rencananya yang baik terhadapku. Pikiran itulah yang mengisi benakku saat kembali ke proyek. Belum lagi masalah yang ada di proyek itu sendiri, yang juga harus aku selesaikan. Saat aku tiba di proyek pak Supriatna sudah menungguku. Sebagai seorang yang dianggapnya sebagai calon mertua, tentunya dia sangat menaruh hormat terhadapku. Tapi, sebagai kepala cabang perusahaan di Bandung, aku pun harus menghormatinya. Aku menghampiri pak Supriatna yang sedang di lapangan, “Selamat sore pak.. maaf tadi saya ada urusan keluarga sebentar, jadi saya tadi izin kel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
20
DMCA.com Protection Status