All Chapters of DIPAKSA BERCERAI: Chapter 11 - Chapter 17
17 Chapters
Kamu Salah Paham
Untuk sesaat, waktu seakan berhenti berputar bagi Vivian. Ia berdiri terpaku di tempat. Mendengar perempuan lain mengaku sebagai pacar suami adalah mimpi buruk bagi istri mana pun. Ia meneliti wajah Vanessa, mencari tanda-tanda kebohongan dari wajah cantik di hadapannya. Namun paras memikat perempuan itu justru menimbulkan syak wasangka dalam diri Vivian. Mungkinkah Vanessa adalah penyebab Revan ingin bercerai darinya?"Bisa beritahu saya nama pacar kamu?" Vivian berusaha bersikap tenang kendati emosinya sedang memuncak. Akal sehat membuatnya berhasil menahan diri untuk tidak menarik rambut Vanessa. Lagi pula perempuan itu sama sekali tidak menyebut nama Revan. Setelah sekian lama, bisa saja Revan telah memindahkan kepemilikan griya tawang tersebut kepada orang lain.Pikiran positif Vivian malah disambut oleh senyum mengejek yang terbentuk di bibir Vanessa. "Lebih baik kamu pulang. Suamimu pasti nggak berharap melihat kamu di sini," katanya, lalu masuk meninggalkan Viv
Read more
Belum Percaya
Vivian tidak lagi berniat menghindar. Ia mengangkat wajahnya yang dipenuhi air mata dan membalas tatapan Revan. Kebencian terlihat jelas dari sorot mata itu.Melihat itu, Revan menghela napas. Rasa senangnya yang sempat muncul lantaran mendapati sang istri cemburu, hilang begitu saja. "Kita harus bicara," ucapnya serius."Nggak ada yang perlu dibicarain, Rev!" Vivian menyentak tangannya yang sedang dipegang erat oleh Revan. "Dulu aku sudah pernah bilang, kan? Sekali kamu berkhianat, saat itu juga pernikahan kita berakhir!"Revan kembali mencengkeram lengan Vivian dengan tenaga yang lebih kuat daripada sebelumnya. "Dengar! Kalau pernikahan kita harus berakhir, aku nggak akan membiarkannya berakhir karena kesalahpahaman!"Pada saat itu, pintu lift terbuka. Vivian dan Revan otomatis menghentikan pertengkaran dan menggeser posisi berdiri mereka untuk memberi jalan pada orang yang baru saja keluar dari lift. Dari sudut matanya, Vivian melihat sepasang pria dan
Read more
Ya, Aku Percaya
"Kalian seperti udah lama kenal."Kalimat itu bukan lagi sebuah pertanyaan. Baru sekarang Vivian sadar pembicaraan antara Revan dan Vanessa tidak seperti rekan bisnis yang baru pertama kali bertemu. Kecurigaannya langsung terbukti karena Revan sama sekali tidak menyangkal."Kami sudah kenal sebelumnya, tapi dia bukan pacarku.""Trus apa? One night stand kamu?""Hanya teman yang pernah sama-sama kuliah di Amerika.""Wow ...." Vivian mendecakkan lidahnya dengan gaya dramatis. "Ternyata sudah kenal sejak kuliah di Amerika. Kenapa baru cerita sekarang?""Memangnya kamu pernah tertarik dengan kehidupan kuliahku?""Nggak usah muter-muter, Rev. Kamu nggak cerita karena takut aku curiga, 'kan?"Revan menutup matanya sambil mengembuskan napas lelah. Ekspresi wajahnya seolah mengatakan ia bosan menghadapi tuduhan Vivian. "Kamu tanya langsung aja sama dia," putusnya setelah membuka mata.Laki-laki itu mengambil ponselnya dan melaku
Read more
Yang Penting Aku dan Kamu Bahagia
Revan menatap terpana Vivian yang menangis untuk kedua kalinya malam itu. Percaya atau tidak, selama sembilan tahun menjalin hubungan dengan Vivian, belum pernah sekalipun ia melihat perempuan itu meneteskan air mata. Hati Vivian bagaikan terbuat dari batu intan yang keras dan tidak mudah tergores.Namun kini batu intan itu seolah kehilangan ketegarannya. Hal itu menimbulkan penyesalan dalam batin Revan. Seandainya ia lebih bijak dan tidak gegabah melontarkan ajakan bercerai, istrinya tidak akan merasa terluka hingga menangis tersedu-sedu seperti sekarang.Tanpa pikir panjang ia segera memeluk tubuh sang istri, berharap perempuan itu mendapatkan rasa nyaman dari tubuh mereka yang saling merapat. Kata maaf baru saja akan terucap dari bibirnya ketika tiba-tiba ia mendengar kalimat tak terduga."Kamu terlalu baik, Rev. Aku merasa nggak pantas jadi istri kamu.""Kenapa bilang begitu?" tanya Revan terkejut. "Nggak ada yang pantas jadi istriku selain kamu."
Read more
Setelah Malam yang Panjang
"Bangun, Sayang. Nanti kamu telat ke kantor."Revan yang hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya itu mengulangi panggilannya kepada Vivian. Setengah jam yang lalu ia telah mencoba membangunkan Vivian, tetapi istrinya itu tampak masih pulas. Ia memutuskan untuk memberi perempuan itu sedikit waktu menikmati tidur nyenyaknya. Setelah mandi, ia membangunkan kembali sang istri dengan suara lembut.Suara Revan yang awalnya terdengar samar itu semakin jelas masuk ke indera pendengaran Vivian. Ia segera membuka matanya dan mendapati sang suami tengah tersenyum menatap dirinya."Ugh ... capek banget badanku." Vivian merenggangkan tubuhnya sebelum mengubah posisi tidurnya menjadi posisi duduk."Kalau capek nggak usah masuk hari ini. Istirahat dulu." Revan memberi usul. Mereka baru saja melalui malam yang panjang dan menguras energi. Pukul satu dini hari ia dan Vivian baru tiba di rumah. Wajar jika istrinya itu kini merasa lelah."Aku har
Read more
Panggilan Mendadak
Perasaan Vivian jadi tidak enak karena Vanessa juga bertolak ke Jakarta hari itu. Tadi malam ia dan Revan sempat mengobrol sebentar soal Vanessa. Ternyata biduanita itu tidak seorang diri ke Surabaya. Ke mana pun pergi, ia selalu didampingi oleh manajer dan asistennya yang kebetulan sedang keluar ketika Vivian datang tadi malam. Namun bukan berarti Vivian boleh merasa tenang. "Kamu nggak bakal ketemu Vanessa di sana kan, Rev?""Astaga, Vi." Vivian dapat membayangkan ekspresi bosan Revan ketika menjawab pertanyaan darinya. "Enggaklah. Penyelesaian kontrak dengan Vanessa sudah aku delegasikan ke Devan. Kamu bisa ikut ke Jakarta kalau nggak percaya."Itu adalah sebuah ajakan yang mustahil Vivian terima. Timnya sedang dikejar tenggat waktu. Tidak harus lembur saja ia sudah sangat bersyukur. "Aku nggak bisa. Kerjaanku nggak mungkin aku tinggal, apalagi sebentar lagi aku resign.""Tapi aku nggak bisa pergi dengan tenang kalau kamu terus curiga begini.""Kamu ngomong apa sih? Pergi dengan ten
Read more
Once a Liar Always a Liar
Langkah Vivian terasa berat saat melintasi halaman parkir kantor Revan. Sebenarnya ia enggan datang ke sana. Hubungannya dengan orang tua Revan tidak bisa dikatakan baik, walau juga tidak bisa dibilang buruk. Sikap mertuanya yang tak acuh membuat Vivian merasa tidak dianggap sebagai bagian dari keluarga besar suaminya itu."Selamat siang, Pak. Saya Vivian ada janji bertemu dengan Pak Perdana." Vivian memberi senyum sopan kepada petugas keamanan yang berjaga di depan pintu masuk."Silakan masuk, Ibu Vivian."Seperti yang Vivian duga, petugas keamanan di kantor Revan telah mendapat informasi soal kedatangannya. Ia langsung diantar ke ruang tunggu tamu. Tidak sampai lima menit kemudian, seorang perempuan yang memperkenalkan diri sebagai sekretaris papa Revan mendatanginya."Mari, Bu Vivian. Bapak dan Ibu Perdana sudah menunggu di ruangannya." Sekretaris bernama Johanna itu berbicara dengan sikap profesional yang sempurna.Vivian berjalan mengikuti sang sekretaris dengan perasaan cemas ya
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status