All Chapters of Pembantu Rahasia Sang Rektor: Chapter 21 - Chapter 30
146 Chapters
21. Bukan Selevel
Mengabaikan nasi dalam piring itu sekarang mata Nia tertuju pada wajah Bara yang sedang tertidur. Wajah ini baru kali ini Nia lihat dengan jarak yang dekat. Wajah yang tampan, dengan rahang yang tegas, bibir yang tebal, alis yang seperti pedang namun sebenarnya dia memiliki sorot mata teduh.Nia tersenyum sendiri menyadari tindakannya yang sedekat itu dengan Bara. Mungkin kalau posisi sadar dia palingan sudah dimaki-maki oleh sang Rektor. Akan tetapi rupanya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya karena tiba-tiba Bara membuka matanya sekaligus bibirnya juga.“Puas memandangi wajah saya, hah!”Nia bergegas memalingkan wajahnya setelah mendengar suara bariton Bara. Sungguh dia sekarang sangat malu sekali hingga tidak mau bertatapan mata dengan Bara. “Ehm, saya sudah menyelesaikan pekerjaan saya,” ucap Nia untuk mengalihkan atensi Bara.“Lalu?” tanya Bara ingin tahu apa yang akan dilakukan Nia selanjutnya.“Sa-saya mau pulang, Pak,” ucap Nia dengan menunduk sepertinya dia belum bisa
Read more
22. Pemandangan Buruk
“Astaghfirullah!” Nia langsung membuka mata lalu mengambil duduk bersandar pada sofa dengan napas terengah-engah.Bukan lagi di kamar, nyatanya gadis ini tidur di sofa di depan TV dan tidak mengindahkan perintah Bara untuk tidur di kamar sebelah dapur.Matanya mengarah pada jarum jam yang menunjukkan pukul satu dini hari. “Ah, mungkin Allah ingin aku bangun dan sholat ini,” gumam Nia segera berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan mengambil wudhu.Kaki Nia dia langkahkan menuju ruangan kecil yang bersih, suci dan banyak terdapat ukiran ayat-ayat Allah. Di rumah ini memang Bara menyediakan mushola meski jarang di tempati karena lebih sering sholat di kamar sendiri meskipun begitu tetap selalu dibersihkan setiap hari. Nia melaksanakan kewajiban sholat malamnya dengan khusyuk, beda dengan di kost yang meski tengah malam masih ramai saja. Di akhir sholatnya gadis itu memanjatkan doa untuk dirinya sendiri dan kedua orang tuanya.Usai sholat Nia kembali ke sofa karena
Read more
23. Mau Lihat Lagi
“Pak, itu kenapa tidak dipakai,” pekik Nia masih menutup matanya. “Aduh, Bapak bikin mata saya ternoda saja.”Tidak tahu bagaimana wajahnya kesalnya sekarang mendapati pembantunya melihat bagian bawah tubuhnya yang polos. Malu, kesal dan ingin lari saja sejauh mungkin di posisi ini, tentu saja itu keinginan Bara.Namun nasi sudah menjadi bubur dan gak bakal bisa diganti nasi. “Kamu sendiri ngapain main nyelonong saja, kan saya belum suruh kamu masuk,” sentak Bara dengan emosi yang tinggi. Tentunya pria itu seakan sudah berkurang rasa kepercayaan dirinya.“Sial, kamu sudah melihat harta saya yang paling berharga ini, Nia!” batin Bara jengkel. “Aku pastikan suatu saat kamu akan jadi milikku karena kecerobohanmu melihat milikku.”“Ya, sudah saya mau pergi saja,” ucap Nia membalik badannya hendak keluar namun ucapan Bara menghentikannya.”Nia, saya tidak bisa berdiri ini,” bentak Bara lagi sepertinya dia sudah tidak bisa sabar lagi menghadapi Nia. “Kamu koq malah mau ninggalin saya, hah!”
Read more
24. Penyamaran Nia
Ting ... tong ... ting ... tong ...Detingan bunyi bel, membuat Nia terperanjat. Pasalnya di rumah ini tidak ada orang lain lagi yang akan membuka kan pintu kalau bukan dirinya.Kondisi Bara yang sakit juga tidak memungkinkan untuk berjalan dan membuka pintunya sendiri. Pada akhirnya dia yang harus membukanya tapi sebelum benar-benar berada di depan pintu dia memastikan siapa tamunya dengan mengintip di balik gorden besar di sebelah pintu.Kedua mata Nia membola terkejut ketika mendapati beberapa warga kampus berada di depan rumah mewah ini. “Aduh, koq mereka datang lagi, tambah banyak juga,” gumamnya.Tidak langsung membuka, kaki yang kecil dengan langkah lebar menuju kamar Bara untuk memberitahu kalau ada tamu untuknya.“Pak, Pak Bara ...!” Nia mengetuk pelan kamar yang sekarang sedang dihuni oleh majikannya itu.“Masuk,” sahut Bara setelah beberapa detik berlalu.Nia membuka dengan pelan dan mencari keberadaan Bara.“I-itu di luar ada tamu!”“Siapa?”“Dari kampus, banyak lagi!”“Ha
Read more
25. Aku kangen Mama
“Sudah ya, Pak. Saya tidak mau menyamar lagi!”“Kalau tidak terdesak, saya juga tidak mungkin memintamu seperti itu.”“Ya, saya seperti menipu diri saya sendiri.”Bara menghela napas, sebelum mengatakan kata-kata yang akan membuat Nia kembali mengingat kejadian itu. “Ya, hitung-hitung balas budi kamu. Secara saya seperti ini juga karena kamu!”“Iya, saya tahu harus membalas kebaikan Bapak tapi tidak dengan cara menyamar juga,” sahut Nia saat Bara mulai perhitungan dengannya.“Nah itu tahu.”Mengabaikan ucapan terakhir Bara, Nia malah memutuskan untuk bertanya apa yang harus dia kerjakan lagi.“Ya sudah, apa yang harus saya kerjakan lagi?” tanya Nia memandang wajah Bara yang meliriknya.“Luka kamu bagaimana?”“Hah?”Bukan lagi tertuju pada wajahnya, ketika pria itu menatap sebelah pinggang Nia.“Luka kamu bagaimana?” tanya Bara. “Apa sudah sembuh? Saya pikir kamu tidak perhatian karena terlalu perhatian untuk merawat sa-”“Saya kuat koq, Pak!” kata Nia seraya tersenyum sinis.“Biar say
Read more
26. Kalau Teman Tidur, Mau?
Setelah kejadian pelukan itu Nia merasa sangat canggung sekali ketika harus berhadapan dengan Bara. Biasanya Nia yang bersikap santai mendadak menjadi canggung. Bahkan biasanya Nia kalau menyiapkan obat selalu memberikannya langsung ke tangan Bara namun kali ini berbeda, dia meletakkan di hadapan Bara yang bisa pria itu jangkau.“Kamu marah?”Pertanyaan yang dilontarkan Bara itu tentu membuat Nia bertambah gugup saja. Namun sebisa mungkin dia tidak akan tampakan. Sebenarnya Nia tidak terlalu menganggapnya masalah besar karena dia paham posisinya waktu itu Bara mengucapkan nama Mama. Jadi bisa diartikan kalau saat ini Nia dianggap sebagai Mamanya bukan memang niatan untuk memeluknya.“Eng-gak, karena saya tahu waktu itu mungkin Bapak anggap saya adalah Mama Pak Bara!” jawab Nia singkat. “Obatnya segera diminum.”“Kasih ke tangan saya, Nia!” perintah Bara.“Aduh, ini orang paling sengaja buat akau tambah gugup aja!” batin Nia.Dengan patuh Nia menuruti keinginan Bara hingga pria itu sel
Read more
27. Belum Pernah Melakukan
“Sebentar ... maksudnya tidur itu yang bagaimana ya?”“Masa kamu gak tahu,” tanya Bara tersenyum mengoda. “Ya, making love. Masih gak paham juga?”“Astaghfirullah, ini orang di kasih hati minta jantung,” gerutu Nia pelan tapi masih bisa didengar oleh Bara yang memunculkan kekehan dari bibirnya.“Gimana, mau gak?” desak Bara masih mencecar menginginkan jawaban Nia sambil menaik turunkan alisnya. Sebenarnya Bara juga tidak serius menyuruh Nia menemaninya tidur, hanya dia penasaran apa jawaban dari pembantunya ini.“Denger ya, Pak Bara. Saya tidak mau melakukannya sebelum halal,” jawab Nia. “Lagian heran deh, bukannya Bapak pernah bilang kalau tidak menyukai saya jadi kenapa minta saya temani, hah!”“Hebat, gadis ini bisa menolakku. Padahal diluar sana banyak yang menginginkanku.” Bara berbicara pada dirinya sendiri.“Nia, saya seorang laki-laki dewasa dan normal kalau hanya untuk melakukan itu tidak perlu ada kata menyukai ataupun cinta juga bisa karena itu kebutuhan.”“Ih ... itu sih k
Read more
28. Tentang Nia
“Ternyata di sini tidak banyak berubah, sebelum aku tinggalkan lima tahun yang lalu,” gumam wanita cantik usai pesawat yang dinaiki landing.Wanita dengan pakaian simple, tanpa meninggalkan kesan mewah itu berjalan menyusuri lokasi bandara. Biasanya, ketika sampai di pintu kedatangan sudah ada sang putra yang menjemputnya dengan tersenyum lebar. Namun kali ini berbeda karena dia harus berjalan sendiri untuk mencari angkutan umum untuk mengantarkannya pulang ke rumah.Penampilan Riana yang seperti seorang turis itu mengundang beberapa pasang mata untuk melihat. Terang saja wanita yang melahirkan Bara tersebut sangat menjaga dan merawat kecantikan wajah dan tubuhnya.“Pak, bisa tolong antarkan saya ke jalan Pemuda?” tanya Riana pada seorang sopir taxi.“Bisa, Non!” Angguk sang sopir sambil tersenyum ramah.Merasa aneh dengan panggilan Non, Riana mencoba bertanya. “Kenapa panggil Non?” tanya Riana sembari sang sopir memasukkan barang Riana ke dalam bagasi belakang.“Lho, salah ya. Maaf,
Read more
29. Tidur Satu Ranjang
“Nia ...!”Gadis itu tersentak kaget mendengar panggilan dari sang majikan. “Aduh, baru mau istirahat sebentar sudah bangun saja itu orang!” keluh Nia dengan menjalankan kakinya menuju kamar Bara.“Iya, Pak!” jawab Nia yang sudah berdiri di ambang pintu kamar.Bara mendongak dan mengulukan tangannya meminta bantuan. “Tolong bantu saya, saya mau ke kamar mandi!”Karena sudah terbiasa, Nia akan mengandeng tangan Bara seraya memeluk pinggangnya untuk menopang tubuhnya yang masih tidak kuat berjalan sendiri.“Bapak mau apa” tanya Nia sambil membawa Bara menuju kamar mandi dalam kamar itu. “Atau mau mandi? Lukanya belum kering lho?”“Kamu apa gak kerasa bau dekat saya?” Bara lanjut bertanya pada Nia. “Sebentar saja saya mau mandi nanti buru-buru di keringkan koq.”“Ya sudah hati-hati,” sahut Nia pada akhirnya. “Apa bisa dibuka sendiri bajunya?”Bukan maksud mengoda ucapan Nia itu karena yang sudah-sudah Bara akan meminta bantuan. Nah, sebelum Bara meminta bantuan ketika sudah di kamar mand
Read more
30. Kedatangan Sang Mama
“Barayudha ... wake up!!” teriak seorang wanita dengan bersandar di depan pintu kamar. Kedua tangannya dia lipat di depan dada.Setelah beberapa menit menekan bel tetapi tidak ada yang membukanya membuat kesabaran seorang Riana memuncak dengan kekesalan. Beruntung wanita itu membawa kunci rumah.Bukan tidak wajar ketika Riana membawa kunci rumah sendiri. Selain karena rumah itu memang miliknya, dia juga tidak bisa memastikan sang putra ada di rumah atau tidak ketika dia datang. Ada Mbok Ijah di rumah, tapi terkadang ART nya itu seringnya ijin pulang kampung karena memang keluarganya di sana.Masih di posisi yang sama, berbaring. Pria itu mengucek matanya sebentar lalu memaksa matanya untuk terbuka.“Mama!” sentaknya kaget dengan mata melebar. Memaksa untuk bangun nyatanya tidak bisa karena nyeri di punggungnya.“Nia ... bangun! Nia!” bisik Bara pelan.Harusnya Nia bisa terbangun nyatanya gadis itu masih menutup matanya seolah seperti sedang bermimpi. “Pak, ternyata tubuh Anda sangat s
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status