All Chapters of Ternoda sebelum Malam Pertama : Chapter 221 - Chapter 230
268 Chapters
Pemuda yang Membuatnya Sakit
Kalila menjejak lantai parkir rumah sakit dengan hati berdebar. Mbak-mbak di sampingnya berusaha menenangkan dengan menggenggam tangan wanita yang kini mengenakan cadar tersebut.Ini adalah hari kedua, di mana mereka menjalankan misi mencari keberadaan Bondan yang sudah dikabarkan sekarat sebelumnya."Kalau hari ini gak nemu lagi, Ning?" tanya salah seorang yang mengawal Kalila."Kita kembali besok lagi, Mbak. Sampai ketemu.""Nggak lapor polisi?" tanya gadis lain lagi.Kalila menggeleng. "Untuk banyak alasan aku gak bisa lapor polisi, Mbak.""Oh." Mulut gadis-gadis itu membulat. Meski ada banyak tanya dalam benak mereka. Apa karena Bondan seorang mafia, atau justru Kalila tak mau memenjarakan papanya yang jelas-jelas adalah seorang penjahat?_________Namun, saat keduanya berjalan dan akan menuju mobil masing-masing, Faqih yang mencium gelagat Ghaza. Ia pun mengikuti pemuda itu, alih-alih mengikuti Kalila, yang jelas-jelas tampak lebih mencurigakan diikuti beberapa santriwati.Faqih
Read more
Penguntit Para Gadis
Aishwa menoleh melihat ekspresi adik iparnya yang tampak syok. Saat itulah, ia melihat sang abah yang meringis menahan sakit sambil memegangi dada."Abah!" seru Aishwa. Ia segera bergerak mendekat pada pria sepuh itu, juga Liana yang refleks mengikuti."Mbak bagaimana ini?" tanya Liana yang panik, melihat sang abah yang tampaknya tak sadarkan diri saking menahan sakit yang mendera."Ahm, Dek tolong panggil ikhwan di kantor. Kita perlu bawa Abah ke rumah sakit." Aishwa mengucap panik.Seperti permintaan Kakak iparnya, Liana berlari keluar meminta bantuan, agar membawa abah yai ke rumah sakit.Namun, baru lima meter melangkah menjauhi rumah, sosok suami Aiahwa, Rofiq, telah datang."Ada apa?" tanya pria itu yang melihat Liana berjalan panik."Em, itu, Kang. Tolong! Abah tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri. Sepertinya kena serangan jantung!" Liana menjelaskan dengan napas tersengal. "Ini saya diminta ke kantor ikhwan untuk bisa membawa Abah.""Innalillahi waa inna ilaihi rojiun." Rofiq ber
Read more
Gagal Jantung
"Ya Rabb." Suara Ali terdengar cemas."Kalau begitu kita harus menemui Abi, dan mengatakan apa yang terjadi. Kalau Abi tahu kondisi Kiai Abdullah, pasti dia akan memutuskan untuk pergi dari sana." Ghaza mengucap serius pada semua orang yang sekarang sedang menunggu Kiai Abdullah.Orang-orang yang terdiri dari keluarga pesantren itu, memperhatikan dengan serius."Tapi bagaimana caranya?" Alhesa menyahut bingung."Gus, ini terlalu berbahaya." Faqih ikut menimpali. Seperti apa yang dikatakan Habib, dia harus terus menjaga dan memperhatikan Ghaza."Aku tahu caranya!" sela Ali pada semua orang. Begitu juga dengan Faqih yang tampak semakin cemas karena ucapan anak sambung Gus Bed tersebut."Bagaimana?" tanya Ghaza yang bereaksi paling cepat dengan mendekat kepada saudaranya tersebut."Em, begini. Om-ku sedang bersama mereka." Ali mengawali penjelasannya."Oya?!" Mata Ghaza melebar. "Apa?! Om kamu bergabung dengan Mr. X? Gila!" Suara pria itu meninggiLiana yang mendengar ucapan Ghaza turut
Read more
Dunia Hanya Persinggahan
Seorang pemuda mengetuk pintu di mana Gus Bed telah tinggal dua hari ini. Pria yang kini tengah duduk di atas sajadah, sejak usai sholat subuh tadi menoleh."Ya?" tanyanya pada pemuda berusia kisaran 16 tahun itu. Tampaknya Mr. X tak hanya memperkerjakan orang-orang yang berusia dan kepribadian yang telah matang. Namun, juga anak-anak remaja."Maaf, Mr. X ingin bicara." Pemuda itu menyahut.Ubed mengangguk. Meski kecewa dengan pemuda itu, lantaran tak mengucap salam, ia berusaha menghargainya. Barangkali anak buah Mr. X itu memang belum mengerti sama sekali apa bagaimana seorang muslim disunnahkan mendoakan saudaranya kala kali pertama bertemu. Atau mungkin mereka di sini memang bukan orang-orang yang beragama Islam? Entahlah. Justru itu tujuan Ubed ada di sini sekarang.Setelah membereskan sajadah dan meletakkan kopyah di tempatnya, pria itu bangkit sambil memasukkan tasbih ke kantong kokonya. Lalu berjalan mengikuti sang pemuda menuju tempat di mana Mr. X sudah menunggu."Siapa na
Read more
Sebuah Peringatan
"Kamu ingin tahu fakta bukan?" tanya Dewa sembari menumpah teh dari teko teh keramik kecil, ke cangkir yang juga terbuat dari keramik di satu tangan lain.Indra mengangguk. Tak sabar mendengar kebenaran dari mulut Dewa, setelah beberapa hari tinggal di rumah sekaligus markas mafia tersebut."Katakan padaku," ucap Indra penuh harap pada ketua mafia."Ya, aku akan mengatakannya." Dewa tersenyum, menyeruput minumannya, sambil menatap seraut wajah di seberang meja, hingga dua alis pria itu terangkat. "Lelaki yang membunuh istri dan anakmu, ada di ruang belakang." Dewa melanjutkan ceritanya setelah meletakkan gelas."Apa?" Mata Indra membulat. Terkejut atas pernyataan pria di seberang meja. Pikirannya mulai digelayuti pikiran pikiran buruk tentang Dewa. Kepercayaan yang sempat dibangunnya, rusak dalam sekejap. "Ah, ini minuman kesukaanku," lirihnya. Sejak penyakit itu menggerogoti tubuhnya, Dewa tak bisa minum sembarangan seperti dulu. Soda atau pun alkohol yang sangat dia suka."Kamu i
Read more
Apa Jaminannya?
"Gus Ghaza ...." Liana menghambur pada anak sambungnya begitu pemuda itu terlihat. Ghaza tampak tergesa ingin meninggalkan lantai di mana orang-orang sedang berkumpul menunggu kepastian dokter.Mereka masih berharap ada keajaiban untuk guru sepuh yang banyak dicintai itu."Ya, Ummi?" Ghaza menghentikan langkah begitu mendengar suara seseorang yang tak asing baginya. "Apa kamu mendapat kabar?" tanya Liana."Soal apa ini, Umm?" tanya Ghaza yang enggan membicarakan rencananya kali ini dengan Indra. Mengingat dari awal wanita itu menentang keras rencananya dan Ali yang akan menyusul abi mereka."Soal Abi." Liana menyahut singkat. Dia tahu bahwa Ghaza tahu apa maksud dari perkataannya. Melihat pemuda itu berjalan dengan tergesa, Liana pikir ia akan ke suatu tempat menyusul Gus Bed. Liana bisa memahami, karena dalam tubuh Ghaza mengalir darah Gus Ubed, maka perasaannya akan jauh lebih peka, yang lahir dari naluri seorang anak yang ingin menyelamatkan orang tua yang melahirkan.Lagi pula k
Read more
Hujan di Tanah Pesantren
Liana kembali mendatangi keluarganya yang lain. Mereka masih setia menunggu dokter yang tampak sibuk di dalam ruang ICU."Laa Ilaha illa llah." Suara talqin menggema dari kamar ICU. Ali, Fay dan Faqih serta beberapa ustaz dan santri sudah berada di sana. Tak ada lagi alat yang terpasang di tubuh Kiai Abdullah. Seolah para dokter mengisyaratkan, pria sepuh itu sudah menunggu ajal.Inilah kesedihan warga pesantren yang sebenarnya, ketika mereka harus kehilangan sosok yang paling mereka cinta. Hujan yang sebenarnya telah jatuh di bumi pesantren."Ya Allah." Bulir-bulir bening jatuh ke pipi Liana, hingga cadar yang menutupi wajahnya basah."Mbak," ucap wanita itu sebelum akhirnya memeluk Aishwa, kakak iparnya.Aishwa membalas pelukan itu. "Ubed ke mana, Dek Li?" tanyanya. Suara serak itu terdengar di sela isak tangisnya."Sabar ya, Mbak. Semoga sebentar lagi Gus Bed datang." Liana menenangkan. Firasatnya sangat kuat, bahwa Ghaza pergi untuk menemui abinya. Walau entah, apakah upaya berhas
Read more
Perpisahan Paling Berat
Di markas Dewa sebelumnya ....Indra menyipitkan mata, menajamkan pandangan ke radius satu kilo di depan sana. Saat tiga orang berjalan mendekat ke arah mobil, yang tadi datang bersamaan dengan mobil milik Ghaza. Namun, setelah Ubed keluar dan masuk mobil puteranya itu, kemudian merangsek pergi meninggalkan area sekitar markas, mobil yang ditumpangi orang asing itu tak bergerak. Entah, karena terlanjur ditahan oleh anak buah Mr. X atau karena memang sengaja tinggal.Yang Indra khawatirkan, kalau orang itu adalah seseorang yang Ghaza kenal dan berniat menemaninya ke mari. Dari kejauhan, anak buah Mr. X masuk ke dalam mobil tersebut."Apa mereka menodongkan senjata? Ah, aku sangat penasaran apa dia ada hubungannya dengan Ghaza." Indra menggumam. Dia sangat penasaran sampai memilih bertahan untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi.Setelah menunggu beberapa menit, mobil itu akhirnya mendekat ke arahnya. Anak buah Mr. X yang menjaga gerbang segera membuka pintu, begitu tahu bahwa di dalam
Read more
Pengorbanan Faqih
"Tapi ... aku seperti pernah melihatnya. Hanya saja aku lupa. Oya, satu lagi dia memakai jaket dengan lambang Ponpes Almujahid." Indra menyahut. Mendengar nama pesantrennya disebut, Ghaza semakin terkejut. Dia takut jika lagi-lagi orang terdekatnya harus masuk ke markas mafia. "Bisa kirimkan fotonya, Om?" "Wah, dia sudah masuk ke dalam Ghaza. Tak enak aku terlalu kentara dilihat yang lain. Tapi nanti pasti aku fotokan dan aku kirimkan padamu." Indra menyahut. "Oya." Ghaza menjawab singkat. "Saya tunggu, Om." Pemuda itu akhirnya kembali fokus ke jalanan dan menyerahkan panggilan sepenuhnya pada sang abi."Ya, sudah. Mas. Sebentar lagi kami akan sampai." Ubed pun izin mengakhiri panggilan. Walau bagaimana ia juga harus mempersiapkan hatinya bertemu dan bicara pada Abah Yai. Memberi pengertian, bahwa Mr. X adalah orang berpengaruh, ketika ajakan kepada Islam masuk ke relung hatinya, Ubed yakin akan membawa dampak besar pada umat walau tak sebesar pengaruh penguasa kepada rakyat."Iya
Read more
Menemukan Senyum Kalila
"Apa kamu tidak apa-apa di sini?" tanya Indra cemas. Lelaki itu pasti menyimpan kepanikan dalam hati. Bagaimana bisa dia yang ingin mengawal Gahza menyelamatkan Gus Bed malah kena imbas. Ditangkap oleh kawanan Mr. X?Faqih kembali tersenyum dengan tulus. Sama sekali tak ada beban di wajahnya. "Jika perlu biar saya yang melanjutkan misi Gus Bed di sini.""Apa? Apa maksudmu? Jadi kamu sengaja masuk ke sini?" Mata Indra melebar. Semua di luar dugaannya.Pria yang mengenakan identitas pesantren itu mengangguk pelan. "Ya. Saya berharap bukan Gus Ghaza yang menggantikan abinya. Keduanya adalah orang-orang yang dibutuhkan oleh pesantren. Apalagi Gus Ghaza sekarang menjadi putera mahkota dua pesantren sekaligus."Indra terperangah menatap ucapan Faqih. Ini pasti pilihan berat pada awalnya. Dia saja bahkan terpaksa masuk markas Mr. X karena penasaran dan dendam keluarganya telah meninggal. Itu pun berpikir ribuan kali. Sebab lingkungan mafia itu berbeda dengan lingkungan yang aman di luar san
Read more
PREV
1
...
2122232425
...
27
DMCA.com Protection Status