Semua Bab PEMBANTU NAIK KELAS: Bab 41 - Bab 50
82 Bab
Bab 41. Menjadi Pembantu tidak Mudah
Setelah membersihkan diri, Rere segera pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.Sebenarnya mentalnya sedang lelah, tetapi tanggung jawab yang ada harus tetap dilakukan, sebagai pembantu.Dia baru menyadari bahwa, menjadi seorang pembantu itu tidaklah mudah.Saat perasaannya sedang pilu, atau kondisi fisiknya sedikit kurang sehat, tetap saja dia harus tampak senang dan bersemangat dalam melayani majikannya.Bagaimana dengan para pembantu yang bahkan kehidupan ekonominya sangat sulit? Ditambah konflik-konflik yang muncul dengan keluarga intinya.Rere tidak bisa membayangkan menjadi mereka.Rasa syukur itu muncul di hatinya. Walaupun dia bukan dari keluarga kaya, setidaknya hidupnya masih termasuk beruntung.Sebelum ayahnya meninggal, dia masih bisa sesekali pergi ke taman bermain anak, saat masih kecil.Saat sudah remaja pun, ayahnya masih sempat mengajak ke arena bermain di mall untuk bersenang-senang.Begitu pula saat kuliah, dia tidak perlu memikirkan keberlangsungan ekonomi kelu
Baca selengkapnya
Bab 42. Lapar atau Marah
Keningnya berkerut saat mendengar tentang penagih hutang dari Bram.Tidak pernah dirinya atau ibunya berhutang pada rentenir. Bagaimana bisa ada penagih hutang ke rumahnya?Dan lagi, siapa yang menjemputnya sekarang? Apakah tetangganya?Namun, dia tidak pernah memberitahukan bahwa dirinya bekerja di sini.Dengan rasa penasaran membumbung, Rere segera mengemasi barang-barangnya, lalu berlari ke luar.Di luar gerbang, berdiri seseorang dengan jaket kulit hitam, helm hitam, serta motor bebek matic hitam.Wajah si tamu tidak bisa terlihat, karena helmnya tidak dilepas.Saat sudah tiba di luar gerbang, Rere tidak langsung mau ikut.“Mas, maaf, siapa ya?” tanya Rere dengan berusaha menerawang helm si tamu.Seseorang itu membuka sedikit kaca helmnya.“Freza?” teriak Rere. Segera dia menutup mulutnya dengan tangan.“Ssst!” Freza meletakkan jari telunjuknya di depan bibir.“Ayo, cepetan naik!” pinta Freza.Setelah sempat berpamitan dengan Pak Mamat, Rere segera naik ke boncengan di belakang pun
Baca selengkapnya
Bab 43. Kontrak yang Belum Usai
Andai saja mereka berdua tidak dalam posisi tidak enak seperti sekarang, mungkin Rere akan langsung menjawab.Sayangnya, dia sedang sebal dengan suaminya.Bahkan, jika boleh, dia ingin memukuli, meremas-remas lelaki di hadapannya itu.Serta berteriak-terial meluapkan emosi. Namun, setiap bertatap muka dengan Freza, Rere lebih memilih diam.Sesak di dadanya membuatnya bahkan tidak bisa berkata-kata. Sudah malas rasanya.Rere melepaskan tangan Freza dari pipinya. Dia menggeser duduknya, menjauh dari suaminya.“Aku nggak pa-pa. Nggak usah berubah topik. Kamu yang ada apa? Kenapa ngajak aku ke sini?” Suaranya terdengar tidak sabar.Berkali-kali, dia memaksa dirinya untuk mengendalikan diri. Jangan sampai matanya basah.“Kamu kayaknya kesal, ya, sama aku? Ngomong dong.”“Kamu aja nggak ngomong, ngapain aku ngomong.”“Memangnya aku harus ngomong apa?”“Nggak taulah. Kalau kamu nggak ada yang mau diomongin, yaudah, anterin aku ke rumah majikanku. Masih banyak kerjaan.”Tatapan Rere begitu yak
Baca selengkapnya
Bab 44. Hari-hari Terakhir
Tidak terasa sudah dua hari sebelum hari terakhirnya bekerja di rumah Bram dan Gina. Rere semakin sibuk karena kehadiran pembantu yang menggantikannya. Pembantu yang sebenarnya memang untuk rumah ini, yang dia gantikan selama 2 bulan. Hari-hari terakhir ini juga digunakannya untuk serah terima pekerjaannya. Menjelaskan apa-apa yang harus dilakukan. Terutama cara menggunakan alat-alat modern di rumah ini. Mengingat kesulitannya saat pertama kali datang, dan dia harus berusaha mencari tahu cara kerja alat-alat rumah tangga canggih itu, sangatlah menyiksa. Dia tidak mau kejadian serupa terjadi ke partnernya, pembantu baru yang datang menggantikannya. "Lumayan banyak juga, ya, alat-alatnya yang otomatis dan semi-otomatis. Beberapa majikan saya dulu hanya punya beberapa saja, tidak sebanyak ini," celoteh sang pembantu baru. "Iya, Mbak. Mungkin buat Mbak Riska udah kenal beberapa alat. Nah, dulu, waktu saya datang pertama kali, saya buta sama sekali, Mbak," kekeh Rere. "Terus, gimana
Baca selengkapnya
Bab 45. Kesalahan Tak Termaafkan
"Bagaimana bisa? Kita kalah lagi dari Amerta Group. Kalian ini bisa kerja atau tidak?" Freza memukul meja dengan penuh emosi. Proyek yang diharapkannya mampu memperbesar nama perusahaan, harus kalah dari Amerta Group. Yang paling membuat sesak, informasi mencengangkan yang dia dapatkan. Ide yang diberikan oleh Big Star nyatanya mirip dengan ide yang ditawarkan Amerta Group. Seperti proyek sebelumnya, proyek perumahan rakyat, ide milik Amerta Group memang mirip, tetapi ada tambahan benefit yang menjadikannya memiliki nilai tambah. "Ini seperti bukan kebetulan, karena terjadi dua kali. Pasti ada orang dalam yang menjadi mata-mata mereka!" Ivo pun nampak sangat kecewa. "Maaf, Pak, saya juga mendapat informasi dari tim investasi bahwa, beberapa investor besar kita menarik diri dan berpindah ke Amerta Group,” ujar seorang anggota rapat.“Bagaimana bisa?” tanya Ivo penasaran. Tubuhnya dimajukan ke depan.“Karena manajemen mereka yang sekarang dinilai sangat baik dalam menjalankan bisni
Baca selengkapnya
Bab 46. Pahlawan Bagi Rere
“Kamu tidak dengar? Kamu bisa keluar dari rumah ini sekarang!” Tangan Bram menunjuk pintu depan dengan marah.“Iya, Pak.” Rere berlari ke kamarnya, ditemani ribuan air yang luluh dari matanya.Tubuhnya bergerak ke sana kemari untuk mengemasi barang-barangnya.Teman kerjanya, Riska, hanya bisa melihat pilu kepada Rere. Dia tidak bisa berbuat apa pun.Selesai memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Rere kembali mengayunkan langkah menuju ruang keluarga.Ternyata, di sana sudah ada Gina yang sedang duduk di sebelah Fika.“Hi, semua!” Tidak disangka, Zeega juga datang ke rumah Bram.Saat matanya menangkap tas besar yang dibawa Rere, langkahnya dipercepat mendekat ke ruang keluarga.“Lho, Mbak Rere mau ke mana bawa tas besar?” tanya Zeega penasaran.Sang pembantu hanya diam, tidak menjawab. Pikirannya sangat terkejut, sekaligus bingung mau pergi ke mana hari ini.Karena tahu apa yang terjadi, berdasarkan informasi Bram, Gina pun tidak berkata apa-apa.Dia cukup terprovokasi oleh suami
Baca selengkapnya
Bab 47. Lelah
“Seperti yang kamu dengar. Aku ingin menjadi lebih dari sekedar teman atau sahabat,” ucap Zeega.“Maksudnya?” tanya Rere lagi, dengan muka polos.Zeega menahan tawanya saat melihat muka Rere yang lucu.“Baiklah, aku langsung saja. Aku mau jadi pacarmu. Beberapa waktu terakhir ini, aku merasakan sesuatu yang berbeda di dalam hatiku. Merasa nyaman saat bersamamu. Dan, saat kondisimu seperti ini, aku seakan bisa merasakannya.”Zeega berhenti sejenak untuk mengetahui tanggapan Rere. Namun, wanita itu hanya terdiam.“Re, apakah kamu punya perasaan yang sama sepertiku?” tanya Zeega kali ini.Tanpa mereka tahu, seorang lelaki yang baru saja memasuki pintu toko kue, berjalan mendekati mereka.Tangan Zeega dihempaskannya untuk menjauhi tangan Rere.“Tidak ada perasaan untukmu! Jangan sentuh Rere!” Freza berteriak dengan kencang. Emosinya membuncah.“Mas?” Rere bangkit dari duduknya dengan terkejut.“Kaget? Ketahuan berduaan dengan Zeega?” Freza begitu berapi-api.“Bicaralah yang sopan, Mas! Se
Baca selengkapnya
Bab 48. Rumah Penuh Kenangan
Tiap kalimat yang disampaikan oleh dua tetangganya tadi seperti listrik yang menyengat otak hingga jantungnya. Mampu melumpuhkan tubuhnya. Bu Marni dan Bu Winda sudah berlalu, tetapi semua yang mereka ucapkan telah terekam dengan baik di kepala Rere. Kakinya sudah tidak bisa menopang beban tubuhnya, beban masalahnya. Tubuhnya terduduk di atas tanah, tempatnya berdiri saat ini. Air mata yang sempat mengering, kini harus berurai lagi. Apakah dia masih bisa menangis setelah ini? Cukup banyak dia menangis akhir-akhir ini. "Rumah orang tuaku ... ini rumah orang tuaku. Kenapa ya Allah? Kenapa?" ratap Rere di depan rumah yang sebelumnya milik orang tuanya. Apakah waktu dua bulan itu begitu lama? Hingga Rere bisa kehilangan rumah bersejarah itu tanpa dia menyadarinya. Menurut penjelasan tetangganya tadi, keluarga Pak Musni yang diberi tanggung jawab mengurusi kosannya pun tidak bisa dihubungi.Tiba-tiba Pak Musni dan keluarganya pindah keluar kota, dan tidak ada seorang pun tetangga yan
Baca selengkapnya
Bab 49. Kerinduan
Tanpa menunggu respon selanjutnya dari Ruma, Freza segera mengutarakan kalimat untuk mengakhiri panggilan itu. Dan, tangannya segera mematikan ponselnya, agar tidak bisa menerima panggilan lagi.Wajah Freza kembali menatap tubuh mungil yang tertutup selimut di atas kasur yang tidak jauh darinya.Kakinya melangkah menuju sofa di sisi dekat Rere berbaring. Dia duduk untuk mengamati diam-diam wajah manis itu.Sejak menikah, tidak pernah keduanya tinggal di satu atap untuk waktu yang lama. Menyiksa memang bagi Freza. Sangat menyiksa, malah.Apalagi, istrinya ini bukan tipe wanita yang romantis, yang akan terus menghubungi duluan, dan seakan merindukannya tiap saat. Bukan!Rere termasuk wanita mandiri, tidak begitu memikirkan masalah asmara atau perasaannya.Tidak jarang, Freza harus menahan diri kuat-kuat jika ingin menyalurkan kerinduannya kepada istrinya. Kadang, kelakuan Rere yang tampak tidak peduli dengan hasratnya itu, membuatnya kesal.Namun, lagi-lagi, dia harus mengusir perasaan
Baca selengkapnya
Bab 50. Penerbangan Tak Terduga
Freza dan Rere memilih untuk melakukan sarapan di kamar. Semua makanan telah tersaji di atas meja makan, saat Freza masih di dalam kamar mandi. Baru saja bangun. Sebelum para pelayan meninggalkan kamar, Rere memberi sedikit uang tip yang disambut senang oleh dua orang pembawa makan itu. Rere memandangi bagian atas meja. Dia baru menyadari, ternyata banyak juga makanan yang dipesan olehnya dan Freza. "Sudah datang makanannya?" Freza keluar dari kamar mandi. "Iya. Ayo, makan!" Keduanya menikmati sarapan seperti belum makan tadi malam, begitu lahap. Salah satu kemiripan yang mereka punya, suka makan. Selesai menyantap semua makanan, kecuali buah-buahan yang tidak sanggup lagi dieksekusi, mereka pun berpindah ke sofa untuk duduk santai. Sejenak, mereka menurunkan makanan yang sudah begitu padat masuk ke dalam perut.Selain itu, waktu mereka keluar dari hotel pun masih nanti, jam 1 siang. Sesuai permintaan Freza kepada Merlyn. Asistennya ini akan menjemput mereka di sini.“Mas, aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status