All Chapters of Penyesalan Setelah Poligami: Chapter 81 - Chapter 90
97 Chapters
81. Masa Lalu VS Masa Depan
Fitri dan Papa saling tatap, bingung dengan kalimat yang dilontarkan Mama bagian akhir."Mama ingin kakak merenung dulu, sebelum mengambil keputusan. Mama tau Arin gadis baik yang pandai menjaga kehormatannya. Jangan sampai keputusan Farid yang tergesa-gesa karena desakan mama malah Arin jadi korban. Farid nantinya membandingkan antara Fatimah dan Arin," Mama menjelaskan poin penting kepada keluarganya."Keduanya bukan untuk di bandingkan, Fatimah masa lalumu dan Arin masa depanmu," ucapan Mama melunak.Seringkali seseorang ketika ditinggal pasangannya karena meninggal dunia, dia menikah lagi dan akan membandingkan antara yang dahulu dan sekarang. Mama tidak ingin Arin sakit hati nantinya.Fitri dan Papa mengangguk angguk tanda paham, "Papa setuju dengan usulan Mama, temuilah gurumu. InsyaAllah kamu akan dapat penjelasan yang lebih membuka hatimu, Nak. Papa juga prihatin dengan kondisi kamu yang sekarang. Gila kerja, kayaknya duniamu hanya di isi dengan pekerjaan," imbuh Papa. "Ma, F
Read more
82. Keputusan Kakaknya Fitri
Fitri menyenggol bahu Papa, mengedipkan mata sebelah, "Papa ayolah peka, susul Mama. Kenapa diam saja?"Papa tampak acuh dan menjawab, "Biar saja, Sayang. Nanti juga akan kesini lagi dengan sendirinya,""Papa jangan begitu, ayo susul jelaskan sesuatu. Mungkin memang Papa ngobrol sama Tante itu di Baturaden? Selesaikan hari ini juga," ucap Fitri sambil menarik Papa supaya berdiri, Hilda terus tertawa melihat kelakuan bundanya. Setelah berhasil berdiri, kini Fitri menarik Papa menuju kamar Papa Mama, Fitri mengambil Hilda. Dan mendorong Papa masuk kamar.Fitri menarik nafas lega, masalah harus segera di selesaikan apalagi urusan hati. Fitri membawa anaknya ke meja makan, Hilda belum sarapan sendirian.Selesai menyuapi anaknya Fitri membawa Hilda ke ruang keluarga. Ada beberapa mainan yang memang di sediakan untuk bermain manakala di rumah ini. Tidak perlu membawa dari rumah.Pesan masuk dari nomor suaminya, [Sayang, doakan Abang, 15 menit lagi meeting di mulai][Iya Abang Sayang, istrim
Read more
83. Persiapan Lamaran
"Fitri menunggu kabar dari Bang Akram, Ma," ucapnya lesu masih menggenggam ponselnya. "Istri sholihah, segitunya!" ledek kakaknya. "Kak, doa istri yang sholih dan tulus itu akan memudahkan urusan suami. Iri bilang, Kak," cibir Fitri. Farid sangat kagum dengan adiknya, awalnya gadis manja namun punya pemikiran begitu dalam. Rela meninggalkan karir demi keluarganya. Pendapatnya ibu rumah tangga adalah karir terbaik bagi wanita. Mendidik anak-anak bukan tugas ringan, di butuhkan kepintaran, kesabaran, kedisiplinan dll. "Sebentar lagi kakak juga bakal punya istri yang mendoakan kakak," sahut Farid. "Ma, jadi ya. Besok kita ke rumah Arin, lihat itu kakak sudah ngebet pengin nikah," tawa Fitri melihat kelakuan kakaknya. Farid meraih Hilda yang ada di pangkuan Grandpa dan di bawanya menjauh dari mereka. Farid berjalan sambil menggelitiki Hilda, balita itu terus tertawa. "Mirip ABG ya, Pa. Diledek masih malu-malu," "Sayang, kakak nggak mau nikah di marahi. Giliran sudah sadar di ledeki
Read more
84. Omelan Mama
"Bunda," rengek Daffa. "Anak Bunda, ke halaman yuk! Bermain sebentar sambil menunggu kedatangan Ayah," ajak Fitri dengan semangat. "Kakak Syifa, sekalian ajak Hilda ya!" imbuhnya. Fitri berdiri dan menggandeng kedua anaknya. Saat sampai di ruang keluarga Syifa melepaskan diri, mendekati adiknya. "Bunda duluan saja, kakak yang ajak Hilda ke depan," kata Syifa sambil menatap bundanya dengan berbinar. Fitri mengangguk, tubuhnya sudah di tarik dengan semangat oleh Daffa. Langkah kaki anak dan bunda itu berhenti di dekat permainan prosotan, "Kak Daffa, bunda nunggu di sini, kalau main ini. Bunda takut naik," "Kita ke yang itu saja ya, Bun. Ayunan," Daffa mengurungkan niatnya naik prosotan. "Boleh-boleh," Fitri mengangguk dengan antusias. "Bunda yang warna apa?" tanya Daffa polos. "Kak Daffa yang milih, Bunda yang mana saja bisa kok," sahut Fitri gemes. "Tidak bisa begitu, Bunda Sayang. Bunda adalah wanita yang akan Daffa selalu hormati, lindungi InsyaAllah. Jadi, Bunda harus mend
Read more
85. Kejutan Akram
"Kalau bicara yang jelas, Abang," Fitri sudah tidak sabar dengan jawaban yang di sampaikan suamunya. Dia menatap lekat ke arah cermin yang memantulkan wajah suaminya."Sini, biar Abang yang sisirin, Sayang," Akram merebut sisir yang di pegang istrinya."Abang, tidak perlu memberi teka teki. Istrimu akan menerima apapun itu, tidak peduli hasil yang Abang dapat. Yang terpenting bagiku Abang sudah berusaha," Fitri menebak jika suaminya berat mengatakan kebenarannya. Akram tersenyum simpul sambil menyisiri rambut Fitri yang panjang. Dia sangat nyaman jika berdekatan dengan belahan jiwanya. "Sayang, tunggu sebentar. Abang cari sesuatu dulu," ucap Akram ambigu. Dahi Fitri berkerut, memandangi arah kemanapun langkah Akram."Mencari apa, Bang?" akhirnya Fitri bersuara tak tahan melihat pria itu terus berjalan mengitari antara kursi, lemari, ranjang dan nakes."Sayang! Tas Abang di letakan dimana?" Akram berbalik menghadap istrinya."Abang cari tas? Sebentar, aku ingat-ingat dulu," dahi Fitr
Read more
86. Fitri Kesal
"Sayang, lekas kamu telepon sahabatmu!" Akram merasa reaksi Fitri menandakan lupa. "Abang, serius banget. Aku sudah telepon Arin tadi siang," ucap Fitri sangat tenang seperti tidak terjadi apa-apa, semua mata teruju padanya. Farid melemparinya bantal sofa yang ada di dekatnya. "Kak! Kenapa?" tanya Fitri kesal, mimiknya sudah maju entah berapa centi. Sembari memungut bantal dan melemparkan kembali kepada kakaknya. "Tidak lucu, Dek! Semua sudah resah dengan reaksimu!" gerutu Farid, tatapannya tidak lepas dari adiknya. "Tadi itu aku teringat sesuatu, bukan karena kaget belum memberi kabar sahabatku. Arin bilang, Ayahnya baru pulang dari luar kota pagi jadi, kita kesananya menjelang makan siang. Jam 10 atau 11an gitu," papar Fitri. Semua mata tampak lega dengan penjelasan Fitri, Papa meresapi minum kopi buatan mama. Aromanya menyeruak "Pa, kelihatannya kopinya enak banget," "Kebiasaan, mau minta kan? Bikin sendiri saja, sekalian suamimu di buatkan!" decak Papa, Fitri paling suka n
Read more
87. Takdir
"Iya, Sayang. Abang mengerti, ibu rumah tanggapun capek di rumah. Abang minta maaf, sudah mengorek lukamu. Tapi, Abang janji tidak akan mengulangi lagi. Meskipun Abang menikah lagi pada kenyataannya tangki cinta Abang sudah penuh dengan cintamu," ucap Akram lembut sambil meraih tangan istrinya untuk di genggam. Kali ini Fitri tidak menolak."Hati Abang hanya berisi namamu, Sayang," Akram membawa tangan Fitri di dadanya pandangan lurus ke jalanan."Gombal!""Mana ada, Sayang. Abang mengatakan sejujurnya," Akram menoleh dan tersenyum sangat menawan.Fitri membalas senyum terbaiknya. Hati Fitri juga terpaut begitu dalam, sekalipun Akram pernah menyakitinya namun lautan maafnya begitu luas untuk suaminya. "Terimakasih, kamu sudah mengorbankan karirmu dan dengan ikhlas mengurusku dan anak-anak," ucap Akram tulus.Istri yang bahagia bisa memperlancar rejeki suami. Bahkan ada yang bilang bahwa 'Happy wife, happy life'. Artinya, keluarga yang bahagia dimulai dari istri yang bahagia. Kali ini
Read more
88. Lamaran
Fitri sangat tahu jika hal petama yang tidak disukai seorang laki-laki yaitu ketika sang istri sok tahu dan ingin mengajari suaminya.Ada perasaan sesal, suasana mendadak canggung. Mobil memasuki gerbang utama kawasan Perumahan Elit."Rumah nomor berapa, Sayang?" tanya Akram datar. "Nomor Lima, Bang," jawab Fitri. Akram mengangguk tanpa menoleh."Bang, maaf," cicit Fitri.Akram menoleh dan tersenyum pada istrinya yang begitu peka, mengelus pucuk jilbab sambil memperlambat laju mobil, "Itu kan, yang ber cat abu-abu?" "Heem," jawab Fitri dengan membalas senyum suaminya.Mobil kedua orang tuanya mengikuti dari belakang, mobil masuk gerbang rumah. mereka membuka kaca jendela dan mengenalkan diri kepada scurity yang berjaga. Setelah di persilahkan, Akram menginjak gas perlahan untuk memarkirkan kendaraan di halaman yang luas. "Sayang, dulu kamu sering ke sini?" tanya Akram sambil membuka seat balt."Iya, Bang. Kami teman akrab, teman nongkrong. Maklum sama-sama jomblo," Fitri terkekeh.
Read more
89. Siapa Dia?
Arin hanya mampu mengangguk sebagai bentuk jawaban, ia tersipu malu. Hilda yang duduk di pangkuannya mendongak, menatapnya bingung. Tangan Arin mengelus kepala balita yang ia pangku. "Alhamdulillah," sahut semuanya serentak. Andai bukan suasana seperti ini Fitri sudah meledek Arin. Fitri sudah mengeratkan giginya agar tidak terbahak. Kedua keluarga sudah mencapai kesepakatan, perikahan akan di langsungkan sebulan lagi. Acara dilanjutkan dengan obrolan ringan untuk mempererat hubungan kedua keluarga. "Kak, jaga tatapannya!" tegur Mama saat hendak berpamitan, wanita paruh baya itu menjewer telinga anaknya. "Pa, pernikahannya dimajukan saja jangan terlalu lama," pinta Farid masih dalam posisi duduk. Semua mata tertuju pada laki-laki yang sejak tadi menahan gejolak ingin protes atas kesepakatan kedua orang tua itu. "Hem ... dari tadi diam, Papa kira kamu tidak punya pendapat," kata Papa, awalnya hendak berdiri kini kembali duduk. "Sebulan lagi Farid ada kunjungan ke Kalimantan surve
Read more
90. Mamamu=Mamaku
Fitri bermain ponsel, membiarkan Indah berbicara dengan Sinta. Seolah Fitri dan Indah tidak saling mengenal."Sayang, kenalkan sama Mama. Siapa temanmu ini?" ucap Mama memecah keheningan.Indah gugup, sebelumnya dia masih memanggil Mama Fitri dengan sebutan tante, justru beliau mengarahkan Indah untuk menyebutnya Mama."Iya, Ma. Ini teman Indah sewaktu SMA namanya Sinta, bisa di bilang teman yang selalu menemani Indah bahkan mengatur segala keputusan Indah. Dia sopir, aku penumpangnya," cerocos Indah tak bisa di hentikan, dadanya sudah bergemuruh ingin sekali mengungkap siapa wanita di hadapannya."Indah, aku tidak begitu?" protes Sinta."Kenapa, Sin? Bukankah benar, kamu sangat berarti dalam hidupku. Berkat kamu aku bisa menjalani lika liku kehidupan yang begitu istimewa. Beruntung Allah memberi bahu yang kuat, sehingga aku bisa bertahan," sahut Indah sambil tersenyum, senyum yang menggambarkan kekecewaan begitu dalam. "Kamu menyalahkanku, Indah. Aku hanya ingin kamu bahagia, terbeb
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status