All Chapters of Noda Dalam Pernikahan: Chapter 21 - Chapter 30
33 Chapters
Pelajaran Untuk Anita
"Nit, kamu kenapa?" tanya Mas Arya panik saat melihat Anita mulai menggaruk-garuk tubuhnya, dengan wajah meringis menahan rasa gatal yang luar biasa."Gak tau, Mas badan aku gatal-gatal semua, aku alergi seafood," jawab Anita sambil terus menggaruk tubuhnya yang mulai memerah.Seperti yang dibilang Mamanya Anita alergi seafood, setelah memakan seafood, tidak perlu menunggu lama tubuhnya langsung terasa gatal. Maaf ya Nit! Habisnya kamu ngeyel sih."Mas, tubuhku gatal semua, Mas," teriaknya, wajahnya terlihat seperti mau menangis. Dalam hati kasian juga, tetapi mau bagaimana lagi aku harus sedikit lebih tega agar dia kapok."Kok, kamu gak ngomong kalau, kamu alergi seafood," ucapku pura-pura tidak tahu dengan ekpresi yang sengaja kubuat-buat agar terlihat panik, dan bersalah. Dalam hati aku tertawa.Ia tidak menanggapi dan masih terus sibuk menggaruk tubuhnya.Saat tengah memperhatikan Anita tiba-tiba ponselku bergetar, sebuah pesan masuk dari Hani, aku sengaja janjian sama Hani. Saa
Read more
Bi Jana menjadi asisten pribadi
Menjelang pagi aku sudah siap untuk berangkat ke kantor dengan menggunakan setelan cardigan warna mustard yang kupadukan dengan baju kaos lengan panjang warna hitam menjadi dalamannya. Tak lupa high hils hitam melengkapi penampilan hari ini.Aku mematut diri di depan cermin memoles bedak dan lipstik dengan tipis. Setelah memastikan penampilan sempurna aku menyambar tas yang ada di atas kasur. Lalu, berjalan menuruni tangga.Hari ini akan menjadi kejutan berikutnya untuk perempuan itu, aku sudah tak sabar melihat ekpresi dari wajah ayunya. ya kuakui Anita memang cantik. Tapi, entah mengapa dia malah menyukai pria beristri. Padahal aku yakin perempuan sepertinya bisa mendapatkan laki-laki yang lebih dari Mas Arya.Hari ini, juga tidak ada acara masak-masak, Bi Jana sudah sepakat dengan rencana yang akan kulakukan. Saat kaki ini tinggal tiga langkah lagi menuruni tangga menuju lantai bawah, terdengar ribut-ribut di ruang tamu. Entah apa yang terjadi?aku pun bergegas menuju ruang tamu, t
Read more
Kemarahan Arya
Aku mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang meninggalkan rumah menuju jalan raya. "Bi, kita cari sarapan dulu ya," ucapku seraya membelokan mobil menuju bubur ayam langganan yang terletak di perempatan jalan lampu merah."Baik, Non. Bibi ngikut aja!" balas Bi Jana.Sesampainya di sana aku segera memarkirkan mobil, selain tempatnya yang bersih bubur ayam di sini lapangan parkirnya juga luas, banyak pengunjung yang suka datang ke sini, bubur ayamnya juga enak.Aku dan Bi Jana pun keluar dari dalam mobil memesan dua mangkuk bubur ayam plus dua gelas teh manis panas. Setelah memesan makanan aku dan Bi Jana mengambil meja yang dekat ke pintu luar, tidak lama pesanan pun datang pelayan laki-laki yang sekitar berusia 18 tahun itu tersenyum ramah."Enak ya, Non buburnya," ucap Bi Jana setelah mencicipi buburnya."Iya, Bi," balasku."Aini, kamu Ainikan?" tiba-tiba seorang lelaki dengan setelan jas hitam datang dan menyebut namaku."Suka makan bubur ayam di sini juga?" tanya tiba-tiba me
Read more
Pelakor Tamak
Tubuhku terlonjak kaget manakala Mas Arya membanting pintu kamar dengan begitu kuat. Ia benar-benar marah karena kartu ATM dan kreditnya kublokir. Entah apa yang diminta perempuan itu hingga Mas Arya begitu marah saat ia tak bisa memenuhinya.Darah ini sungguh terasa mengalir semua ke kepala, geram bukan main atas prilaku Mas Arya yang sok berkuasa dan berani membentakku demi perempuan itu.Aku bangkit dari kursi berniat menyusul Mas Arya ke dalam kamar dan memakinya habis-habisan, kalau mau bercerai malam ini juga, ayo! Aku sudah siap menjada dari pada hidup bersama, tetapi tidak ada kebahagian. Tanganku sudah terkepal, ingin rasanya kutinju wajah Mas Arya yang mengesalkan itu.Saat langkah ini sudah hampir tiba di depan pintu, Anita pun keluar dengan wajah kesal."Mbak apa-apaan, memblokir kartu Mas Arya segala?" ucapnya emosi."Kalian yang apa-apaan, tinggal di rumahku tapi seenaknya, dasar benalu." Keluar sudah muntab dalam hati ini.Anita tersenyum sinis dan menyilangkan tanganny
Read more
Keputusan Aini
Pagi-pagi sekali Anita sudah ribut karena mendapati Mas Arya pulang dalam keadaan yang sangat menyedihkan, sepertinya Mas Arya mabuk. Aku yang lagi duduk santai di teras depan pura-pura tidak melihat, dan terus sibuk membaca koran, melihat berita yang di muat hari ini.Mas Arya berjalan sempoyongan, aroma alkohol mengusik indra penciumanku. Tiba di depan pintu, tubuh Mas Arya terjatuh dan tak sadarkan diri, Anita pun kaget."Mbak, tolongin, Mas Arya!" teriaknya gelagapan, seperti melihat orang yang mati saja."Ya tinggal diangkat, Nit," ucapku santai, pandangan mataku tetap fokus pada koran yang kupegang. "Jangan mau enaknya saja! Giliran Mas Arya kayak gitu gak mau ngurusnya," cicitku yang masih tetap fokus membolak-balik koran yang kupegang.Aku tidak peduli ekpresi apa yang akan ditunjukkannya, dan aku juga tidak peduli Mas Arya mau pingsan ataupun mati sekalian. Hatiku begitu sakit menerima perlakuan kasarnya kemarin sore. Lelaki lemah lembut dan penuh perhatian itu kini sudah ber
Read more
Aini diculik
Setelah pulang dari bertemu Hardi aku melenggang masuk ke dalam rumah, kulihat Mas Arya sedang makan dengan disuapi Anita. Aku menghela napas, sepertinya Mas Arya sungguhan sakit sampai makan pun harus dibantu oleh gundiknya.Melihat kedatanganku Anita menghentikan aktivitasnya dan menatapku dengan tatapan sinis."Dari mana saja kamu, Mbak? Mas Arya lagi sakit malah keluyuran." Anita melayangkan pertanyaan dengan nada tidak suka."Bukan urusanmu, dan mengenai Mas Arya bukankah sudah ada kamu yang mengurus," ketusku sambil melipatkan tangan di dada. Huh! Enak saja aku harus mengurus Mas Arya, sementara dia mau enaknya saja.Anita terlihat gusar, dan ingin mendebatku lagi. Tetapi, segera ditahan oleh Mas Arya. Mas Arya pun beranjak dari duduknya dan menghampiriku, kini tatapan matanya begitu sendu, tidak lagi bengis seperti kemarin. Oh Mas Aryaku sungguh menyedihkannya dirimu, melihatmu aku jadi kasian."Ai, soal kemarin, M-mas minta m-maaf," pelan Mas Arya berucap, wajahnya kini sunggu
Read more
Terbongkarnya sebuah rahasia
Perlahan aku mengerjap-ngerjapkan mata, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar, tempat ini sangat asing, dan hanya diisi barang-barang bekas. Aku menggerakkan tubuh, bagian punggung begitu terasa nyeri, akibat pukulan keras tadi. Baru sadar kedua tangan dan kaki terikat sementara mulut tertutup sebuah selotip.Aku meronta-ronta, berusaha melepaskan diri yang kini tengah duduk di atas kursi dalam keadaan terikat. Tiba-tiba datang seorang laki-laki dari arah pintu, seringainya begitu mengerikan ia melangkah mendekat."Rupanya kau sudah sadar," ucapnya, lalu membuka selotif yang menutup bagian mulutku dengan kasar membuat bibirku terasa begitu perih."Siapa kau? Lepaskan aku? Kenapa kau menyekapku?" Cercaku dengan berbagai pertanyaan.Ia tersenyum miring. "Siapa aku itu tidak penting, ah iya kenapa aku menyekapmu karena kau terlalu banyak tau, Nona," ucapnya lembut tapi penuh arti."Katakan apa maumu?" tanyaku penuh emosi.Ia kembali tersenyum, "Mauku, kau duduk manis saja di sini." Lelak
Read more
Pelakor itu, kenapa harus Anita?
Aku termenung teringat pristiwa di rumah sakit kemarin, betapa terkejutnya saat mengetahui kalau ternyata Mama Wati adalah Mama Sila. Itu artinya, Anita?Ah! memikirkan itu membuat kepala terasa pening. Aku harus bertemu Mama Sila, iya harus! Aku menyambar tas yang tergeletak di atas kasur, dan ponsel di atas nakas. Lalu melangkah keluar menuruni anak tangga dengan langkah tergesa.Perlahan mobil yang kukendarai mulai menjauh dari pekarangan rumah, meninggalkan istana tempat tinggal selama ini. Rasanya aku sudah tak sabar ingin segera sampai, dan bertemu Mama Sila mendengar penjelasan langsung dari bibirnya.Setelah menempuh perjalannya sekitar 20 menit, akhirnya aku tiba, setelah memarkirkan mobil pada sisi jalan, aku pun lekas turun, dan melangkah menuju pintu utama. sejenak aku terdiam berdiri di depan pintu rumah Mama. Tanganku bersiap untuk mengetuk pintu, sembari menghela napas beberapa kali, menetralisirkan kecanggungan yang tengah menguasai hati. Saat tangan sudah terangkat d
Read more
Anita menerima ganjaran
Rasanya capek juga setelah menangis berjam-jam. Akhirnya aku memutuskan pulang, dan beristirahat. Merebahakan diri di atas kasur, perlahan mata pun mulai terpejam.Aku terbangun saat ponselku berdering, aku meraba-raba mencari keberadaan benda pipih itu, setelah dapat ku geser tombol warna hijau tersebut, lalu telpon pun terhubung."Iya, hallo," jawabku masih menahan kantuk."Ai, bisa bertemu sekarang? ada hal penting yang ingin kukasih tau, dan tidak bisa dibicarakan lewat telpon," tegas Hardi di ujung ponsel.Aku yang sejak tadi masih dengan posisi berbaring, seketika bangkit, mengubah posisi menjadi duduk."Dimana?" tanyaku, rasa kantuk pun menjadi hilang mendengar berita dari Hardi sepertinya ini benar-benar penting."Di tempat biasa," balasnya singkat."Oke, aku ke sana sekarang." Kami pun mengakhiri topik pembicaraan, dan aku pun segera mencuci muka, dan memoles bedak tipis, lalu segera pergi menemui Hardi."Maaf! Lama nunggunya," ucapku setelah sampai. Lalu,"Its oke," jawabny
Read more
Balasan untuk pengkhianat (Selesai)
Belum hilang rasa keterkejutan dari wajah Mas Arya, atas kebohongan Anita selama ini, aku sudah memberinya sebuah kejutan baru dengan memberinya surat. Aku meletakkannya di atas meja persegi ruang tamu saat Mas Arya tengah duduk termenung."Apa ini, Ai?" tanya Mas Arya ia mendongakan wajahnya menatap lurus ke mataku."Baca saja, Mas," ucapku pelan.Tangan Mas Arya mulai membuka lembaran surat tersebut dengan pelan, setelahnya matanya mulai berkaca-kaca."Baiklah, kalau itu maumu!" balas Mas Arya pelan. Saat ini tidak ada lagi penolakan darinya, mungkin ia menyadari betapa terlukanya hatiku atas tindakan bodohnya.Ia pun bangkit, perlahan menaiki tangga menuju lantai atas, entah apa yang akan dilakukannya. Tidak lama kemudian, ia turun dengan membawa koper."Jaga dirimu baik-baik, Ai!" pelan Mas Arya berucap. Rasanya hatiku, terenyuh. Ah tidak! Aku tidak boleh luluh."Tentu, aku akan menjaga diriku dengan baik," tegasku, aku memalingkan wajah tak berani menatapnya. Jika benar apa yang
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status