Aini, perempuan cantik juga kaya pemilik butik dan perusahaan peninggalan sang ayah. Menikah dengan laki-laki bernama Arya. Aini merasa begitu bahagia hidup bersama Arya, lelaki tampan juga perhatian, dan selalu memanjakannya dengan perhatian- perhatian kecil. Arya selalu memberikan makanan kesukaan Aini, hingga membuat berat badannya semakin hari semakin bertambah. Namun, siapa sangka suami yang begitu dicintai dan di percayainya ternyata dengan tega menduakannya. Bahkan diam-diam sudah menikah, dengan alasan dijebak. Wanita mana yang tidak tersakiti hatinya, dan bisa menerima kebohongan suami? Aini tidak menyangka hal pahit yang dirasakan ayahnya dulu, kini ia pun merasakan. Dikhianati orang tersayang. Merasa sakit hati, Aini ingin memberi pelajaran terhadap Arya dan gundiknya, Anita. Hingga akhirnya Aini berhasil membongkar kebohongan Anita, bahwa anak yang ada dalam kandungannya bukanlah anak Arya. Setelah berhasil membongkar kebohongan Anita, Anin juga berhasil membuat Anita mendekam di penjara atas kasus penganiayaan atas dirinya. Mengetahui itu Arya merasa begitu syok dan terpukul. Tetapi, menyesal pun percuma nasi sudah menjadi bubur karena Aini tetap memelih untuk berpisah.
View More'Tidak ada perempuan yang hatinya baik-baik saja setelah diduakan'
*
Sudah hampir 30 menit aku mengacak-ngacak lemari pakaian. Mencari pakaian yang pas untuk kukenakan pergi ke pesta tunangan teman Mas Arya. Rasanya tidak ada yang cocok, bukan karena modelnya yang tidak sesuai, bukan! Tetapi, karena hampir semua bajuku tidak muat dengan tubuhku.
Aku mematut diri di depan cermin, astaga sejak kapan tubuhku berubah dengan daging berlebihan seperti ini? Sepuluh bulan yang lalu sebelum Mas Arya melamarku tubuhku begitu ideal. Menyadari ini, membuatku sedikit frustasi. Bagaimana mungkin seorang Aini cindrella telah berubah menjadi gajah bengkak. Rasanya tak ada baju yang pantas kukenakan, sekalinya muat membuat dadaku terasa sesak karena terlalu sempit.
"Ai, berapa lama lagi kamu akan selesai?" teriak Mas Arya dari luar kamar.
"Sebentar!" jawabku, akhirnya aku menjatuhkan pilihan pada dres selutut berwarna silver, setidaknya ini sedikit lebih longgar dan juga cocok dibandingkan dengan yang lainnya. Tak lupa high hils warna hitam melengkapi penampilanku malam ini.
Aku memoles wajahku dengan riasan natural, dengan lipstik berwarna peach, rambut sepunggungku sengaja kugerai, agar terlihat lebih pas dengan tubuhku yang mulai bengkak gara-gara tidak menjaga pola makan. Di saat seperti ini membuatku sadar akan makan yang berlebihan, dan berkeinginan diet. Tetapi, setelahnya godaan dan aroma makanan selalu mengganggu mata dan indera penciumanku.
Setelah memastikan penampilanku sempurna aku melangkah keluar, menuruni anak tangga. Sebenarnya, aku merasa kurang percaya diri, tetapi mau bagaimana lagi, tubuh tinggi 160 cm dengan berat badan 76 kg rasanya kurang ideal memang. Sejak menikah, aku jarang memperhatikan berat badan membuat lemak berkembang biak dengan sesukanya.
"Ayo, Mas!" Mas Arya menatapku dari atas sampai bawah dengan heran, membuatku risih meski suami sendiri. Lalu, tanpa komentar ia segera mengambil kunci mobil yang terletak di atas meja, dan melangkah keluar. Sementara aku mengekorinya dari belakang, langkahnya begitu cepat membuatku kepayahan mengejarnya.
"Mas, pelan-pelan!"
"Kita sudah hampir telat, Ai." Akhirnya tanpa protes lagi aku mengikut saja, dengan sedikit berlari kecil agar bisa mensejajari laki-laki berawakan 175 cm itu.
Setelah sampai aku dan Mas Arya turun dari dalam mobil, melangkahkan kaki memasuki arena yang dijadikan tempat acara, di pinggir kolam belakang rumah tepatnya. Berbagai dekorasi karangan bunga menghiasi beberapa sudut. Sepertinya sebentar lagi acara akan dimulai, melihat banyaknya tamu undangan yang sudah datang.
Beberapa teman Arya menyapa hanya sekedar basa-basi setelahnya berbisik-bisik.
"Itu istrinya, Arya ya? Ya ampun gak nyangka ternyata istrinya gendut kayak gitu?"
"Iya ya padahal, Arya tampan gitu.""He em."Itulah bisik-bisik yang samar tertangkap telingaku. Rasanya ingin sekali kusumpal mulut-mulut itu dengan sambal cobek biar tau rasa. Hatiku sudah terasa panas, aku mengepalkan tangan hingga buku-buku tanganku terlihat. Menyadari langkahku terhenti, Arya berbalik dan memanggilku, aku pun melangkah pelan ke arahnya.
"Kamu kenapa?" tanya Mas Arya penasaran.
Aku menggeleng, mencoba berdamai dengan keadaan yang tak mengenakan hati.
Terlihat seorang laki-laki melambaikan tangannya kearah Aku dan Arya. Sepertinya teman kerjanya, Arya pun membalas lambaian tangannya dan segera mendekat.
"Hallo, Bro makin cakep aja," goda temannya tertawa sambil menyambut tangan Mas Arya.
Mas Arya pun tertawa dan bergantian menyambut tangan temannya satu-satu.
"Kenalin ini, istri gue," ucap Mas Arya memperkenalkan.
Aku pun memperkenalkan diri sama teman-teman Mas Arya. Terlihat mereka menatapku dengan heran.
"Serius, Bro ini istrimu?" tanya salah satu teman Mas Arya.
"Kata orang seorang istri menjadi lebih berisi setelah menikah itu tandanya dia bahagia," timpal teman Mas Arya yang lainnya. "Maaf ya, Mbak jangan didengarin," lanjutnya, yang kemudian kulihat ia menyikut tangan temannya tersebut.
"Ma-maaf ya, Mbak," ucapnya dengan wajah tak enak. Mereka pun meninggalkan aku dan Mas Arya.
Mataku mulai terasa panas tidak menyangka jika datang ke acara ini malah menjadi bulan-bulanan teman-teman Mas Arya. Sesuatu yang bening akhirnya lolos dari kedua netraku.
"Hei, kamu nangis, Sayang?" tanya Mas Arya lalu mengusap air mataku dengan lembut. "Tunggulah sebentar! Mas cari minum dulu!" lanjutnya.
Aku mengangguk pelan dan menghapus sisa air mata yang membasahi kedua pipiku. Astaga kenapa aku menjadi melow begini?
Dari tempatku berdiri, aku melihat Mas arya sedang mengambil minuman yang dibawakan seorang pelayan, setelahnya tiba-tiba seorang perempuan dengan dandanan modis, dengan rambut blonde menghampiri Mas Arya, tangannya bergelayut manja di tangan Mas Arya, seperti seseorang yang sudah akrab. Siapa perempuan itu?
Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, karena jarak kami yang memang lumayan jauh. Tak lama kemudian perempuan itu pun pergi, dan Mas Arya kembali menghampiriku dengan minuman di tangannya.
"Minumlah!" ucap Mas Arya sembari menyodorkan satu gelas minuman.
Aku pun mengambil gelas dari tangan Mas Arya dan meneguknya hingga tandas.
"Hei, pelan-pelan apa kamu begitu haus," tanya Mas Arya.
Aku mengelap bagian sudut bibirku dengan tangan, dan menyodorkan gelasnya kembali.
"Apa kamu mau tambah minumannya?"
Aku menggeleng, dan memegangi perut.
"Aku lapar," lirihku.
Mas Arya terkekeh, "Ayolah, Aini Sayang sebentar lagi acaranya akan dimulai!" ucapnya kemudian.
"Sepertinya aku mau ke toilet, sebentar," ucapku.
"Iya. Mas tunggu di sini."
Aku mengangguk pelan, dan berlalu meninggalkan Mas Arya. Tanpa sengaja tubuhku menabrak seorang perempuan.
"Maaf!" ucapku, menundukkan sedikit kepala sebagai permintaan maaf.
"Tidak apa-apa." balasnya tersenyum ramah, dan pamit pergi.
Aku merasa tak asing dengan wajahnya, tetapi siapa? Seperti pernah bertemu entah dimana, ah sudahlah. Aku segera melangkahkan kaki menuju toilet perempuan. Selesai dari toilet aku merapikan penampilanku, memoles bedak dan lipstik yang mulai memudar dan merapikan rambut yang sedikit berantakan. Setelahnya aku pun melangkah keluar.
Aku kembali melihat Mas Arya bercakap-cakap dengan seorang perempuan, tampaknya mereka begitu akrab. Bukankah itu perempuan yang tadi ku tabrak di depan toilet? Tak lama perempuan itu kembali pergi, seperti tau kalau aku akan datang.
"Siapa, Mas?" tanyaku.
"Aini, ngagetin aja," protes Mas Arya sambil mengelus dada. "Teman kantor."
"Oh," balasku singkat.
"Apa kamu masih lapar?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan, "Ah baiklah tunggulah sebentar!" Mas Arya berlalu pergi meninggalkanku, tak lama kemudian membawakan beberapa kue basah yang tertata di atas piring kecil.
"Makanlah!" Aku mengambil piringnya dan segera menyantapnya.
Acara yang di tunggu-tunggu akhirnya dilaksanakan, sepasang kekasih saling memasangkan sebuah cincin sebagai ikatan bahwa mereka resmi bertunangan. Semua orang bertepuk meriah, memberi ucapan selamat kepada dua insan yang tengah berbahagia.
Setelah memberi ucapan selamat, aku dan Mas Arya pun pamit pulang. Malam ini rasanya begitu melelahkan tanpa sengaja aku pun tertidur di mobil saat perjalanan pulang.
Bersambung ...
Akhirnya kami terpaksa pergi dari rumah yang sudah lama kuimpikan menjadi Nyonya di dalamnya. Tentunya aku tak kan kehabisan akal sudah kepalang basah biar sekalian nyebur saja.Bagaimanapun caranya Mas Arya harus kembali ke rumah itu dan meminta maaf. Aku tidak mau kalau mas Arya dan Aini sampai bercerai dan aku tidak dapat apa-apa. Aku harus memperjuangkan hak anak ini, apapun caranya ia tidak boleh hidup dalam kemiskinan.Saat kami tiba di mobil, Mas Arya begitu terlihat marah dan malah ingin menceraikanku, enak saja habis manis sepah di buang setidaknya ia pernah mencicipi madu manisku, meski anak yang dalam kandungan ini bukan anaknya.Setelah kuberi tahu kalau aku lagi hamil, wajahnya seketika berubah. Ada binar bahagia dari kedua matanya. Ia benar-benar terlihat senang. Saat itulah aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dan membujuknya agar kembali ke rumah Aini."Baiklah," ucap Mas Arya akhirnya melemah, dan kami kembali ke apartemen sumpek itu, sungguh menyebalkan. Tenang,
Aku bergegas mengemasi pakaian ke dalam koper berukuran besar. Hari ini aku akan pindah dan tinggal di rumah Mas Arya. Dia pasti senang melihat kedatanganku, aku tersenyum membayangkan wajah bahagia Mas Arya, sembari terus memasukkan pakaian ke dalam koper. Tetapi, bagaimana dengan Aini, ah itu bukan masalah besar, untuk itu biar kuurus nanti.Kenapa juga kuharus memikirkan perempuan itu, bukankah dia juga hidup menumpang dengan Mas Arya? Jadi, mana bisa dia bisa menghalangiku.Semua pakaian telah tersusun rapi dalam koper, aku segera menutupnya dan memesan taksi online. Aku sengaja tidak minta di jemput MasArya karena ini kejutan untuknya.Aku sudah berada di depan rumah besar milik Mas Arya dengan perasaan senang, aku tidak sabar bertemu Mas Arya.Dengan langkah tergesa aku segera menuju pintu utama, menekan bel pintu beberapa kali barulah keluar perempuan tua dan gendut dari dalam."Lama amat sih," ketusku saat daun pintu mewah itu terbuka lebar hingga menampakkan isi di dalamnya.
Sebal banget rasanya melihat Mas Arya datang ke acara pertunangan teman sekantor bersama istrinya yang gendut itu. Sudah pasti aku tidak akan bisa bersamanya, padahal aku sudah dandan habis-habisan agar Mas Arya tak berpaling dariku.Lelaki yang sudah susah payah kudapatkan, dengan cara menjebaknya. Siapa yang tidak menyukai laki-laki tampan, mapan, baik, lagi perhatian. Ya dia Arya lelaki yang kukenal sebagai atasanku itu memang terlihat menawan, perempuan mana yang tidak menginginkan bisa hidup mendampinginya. Berbagai rayuan sudah kulakukan, tetapi tidak mempan. Hem ... Tipe lelaki setia, pikirku. Aku hampir kehabisan akal agar Arya bisa tertarik denganku, hingga muncul ide gila untuk menjebaknya. Sebelumnya aku sudah mempunyai pacar namanya Doni, lelaki pengangguran dan pemabuk kerjaan hanya menghabiskan uang. Kalau soal tampan memang tidak kalah sama Arya tetapi tampan saja tidak cukup.Hingga tiba saat aku melancarkan aksiku untuk menjebak Arya, dengan pura-pura minta dibenari
Belum hilang rasa keterkejutan dari wajah Mas Arya, atas kebohongan Anita selama ini, aku sudah memberinya sebuah kejutan baru dengan memberinya surat. Aku meletakkannya di atas meja persegi ruang tamu saat Mas Arya tengah duduk termenung."Apa ini, Ai?" tanya Mas Arya ia mendongakan wajahnya menatap lurus ke mataku."Baca saja, Mas," ucapku pelan.Tangan Mas Arya mulai membuka lembaran surat tersebut dengan pelan, setelahnya matanya mulai berkaca-kaca."Baiklah, kalau itu maumu!" balas Mas Arya pelan. Saat ini tidak ada lagi penolakan darinya, mungkin ia menyadari betapa terlukanya hatiku atas tindakan bodohnya.Ia pun bangkit, perlahan menaiki tangga menuju lantai atas, entah apa yang akan dilakukannya. Tidak lama kemudian, ia turun dengan membawa koper."Jaga dirimu baik-baik, Ai!" pelan Mas Arya berucap. Rasanya hatiku, terenyuh. Ah tidak! Aku tidak boleh luluh."Tentu, aku akan menjaga diriku dengan baik," tegasku, aku memalingkan wajah tak berani menatapnya. Jika benar apa yang
Rasanya capek juga setelah menangis berjam-jam. Akhirnya aku memutuskan pulang, dan beristirahat. Merebahakan diri di atas kasur, perlahan mata pun mulai terpejam.Aku terbangun saat ponselku berdering, aku meraba-raba mencari keberadaan benda pipih itu, setelah dapat ku geser tombol warna hijau tersebut, lalu telpon pun terhubung."Iya, hallo," jawabku masih menahan kantuk."Ai, bisa bertemu sekarang? ada hal penting yang ingin kukasih tau, dan tidak bisa dibicarakan lewat telpon," tegas Hardi di ujung ponsel.Aku yang sejak tadi masih dengan posisi berbaring, seketika bangkit, mengubah posisi menjadi duduk."Dimana?" tanyaku, rasa kantuk pun menjadi hilang mendengar berita dari Hardi sepertinya ini benar-benar penting."Di tempat biasa," balasnya singkat."Oke, aku ke sana sekarang." Kami pun mengakhiri topik pembicaraan, dan aku pun segera mencuci muka, dan memoles bedak tipis, lalu segera pergi menemui Hardi."Maaf! Lama nunggunya," ucapku setelah sampai. Lalu,"Its oke," jawabny
Aku termenung teringat pristiwa di rumah sakit kemarin, betapa terkejutnya saat mengetahui kalau ternyata Mama Wati adalah Mama Sila. Itu artinya, Anita?Ah! memikirkan itu membuat kepala terasa pening. Aku harus bertemu Mama Sila, iya harus! Aku menyambar tas yang tergeletak di atas kasur, dan ponsel di atas nakas. Lalu melangkah keluar menuruni anak tangga dengan langkah tergesa.Perlahan mobil yang kukendarai mulai menjauh dari pekarangan rumah, meninggalkan istana tempat tinggal selama ini. Rasanya aku sudah tak sabar ingin segera sampai, dan bertemu Mama Sila mendengar penjelasan langsung dari bibirnya.Setelah menempuh perjalannya sekitar 20 menit, akhirnya aku tiba, setelah memarkirkan mobil pada sisi jalan, aku pun lekas turun, dan melangkah menuju pintu utama. sejenak aku terdiam berdiri di depan pintu rumah Mama. Tanganku bersiap untuk mengetuk pintu, sembari menghela napas beberapa kali, menetralisirkan kecanggungan yang tengah menguasai hati. Saat tangan sudah terangkat d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments