Semua Bab CAHAYA (Patung Kuda Di Rumah Mertua 2): Bab 21 - Bab 30
50 Bab
Siapa sih?
"Enak banget mienya Buk. Sumpah, baru kali ini makan mi seenak ini. Pantas saja sampai namboh." Andri mengusap perutnya yang kekenyangan. "Emang lu makannya banyak. Makan mi nggak dibumbui, juga bisa habis dua porsi," ledek Rindi sambil mengumpulkan piring bekas kami makan. Cila juga turut membantu Rindi mengangkat piring-piring kotor itu dan meletakkannya di wastafel. "Udah, nggak usah dicuci. Biar nanti Ibu aja yang cuci piring. Sebaiknya kalian pulang, orangtua kalian pasti khawatir," kata Bu Ayu. "Iya, Bundaku udah wa aku nih," kata Cila. "Ya udah, kami pamit ya Bu. Semoga ada titik terang atas kasus ini," kataku. "Kalaupun nanti tidak ditemukan apa-apa. Ibu sudah ikhlas, terima kasih kalian sudah menghibur ibu. Saat meninggal dulu, usia anak ibu, sebaya dengan kalian. Kalian sudah mengobati rasa kangen Ibu." Bu Ayu tampak terharu, matanya sampai berkaca-kaca. Aku jadi ikut terharu juga. Kupeluk Bu Ayu erat. Apa begini ya rasanya, kalau meluk ibu sendiri? "Bunda saya sudah
Baca selengkapnya
Ternyata
Sebelum masuk ke dalam mobil Andri, masih sempat aku celingukan, barangkali 'dia' akan menampakkan diri. Nihil. Baru lagi mobil Andri jalan, aku merasa ada yang narik-narik hijab aku dari belakang. Aku menoleh, nggak ada siapa-siapa."Ya, kamu ngerasain nggak?" bisik Meti. "Ngerasain apa?" Aku juga berbisik. "Ada hantu," bisik Meti semakin pelan hampir tak kedengaran, mungkin takut terdengar teman yang lain. Aku diam saja, apa mungkin ada hantu yang ikut naik ke mobil Andri? Apa yang narik-narik hijab aku tadi ya? "Nggak ada ah." "Eh, kalian ngapain sih, dari tadi bisik-bisik?" tanya Raya. Aku duduk persis di belakangnya. Mungkin dia sedikit terganggu dengan suara kami. "Eh, nggak boleh tau, kalau ngumpul begini, bisik-bisik. Ntar ada yang tersinggung," kata Cila ada benarnya juga. "Iya, sorry yang besti," kata Meti sambil nyengir. "Kita kan, udah temenan. Katanya geng, jadi jangan ada rahasia-rahasiaan dong." Rindi ikut menimpali. "Bukan rahasia kok." Aku jadi merasa bersa
Baca selengkapnya
Hantu genit
"Tuh kan, Haya," rengek Cila. Dia duduk di sebelah Meti, mungkin mendengar yang dibisikkan Meti tadi. "Nggak papa. Ini hantu nggak jahat kok." Temen-temen aku semakin ketakutan. Andri sampai menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dan lebih dulu buka pintu dan keluar dari mobil disusul teman-teman yang lain, termasuk Meti yang aku sangka pemberani. "Tuh kan, kamu usil banget sih. Ngapain juga ikut-ikut aku. Temen-temen aku kan jadi takut." Aku jadi kesal sama Dara. "Hehe, maaf." Dara malah cengengesan. "Habisnya, kamu kan udah janji mau nemuin mamaku. Rumah sakit tempat mamaku dirawat nggak jauh dari sini," katanya menagih janjiku. "Ini udah sore banget. Nanti ayahku marah kalau aku terlalu sore pulangnya." "Yaaa, jadi kapan dong. Kamu nggak kasihan apa, sama mama aku. Siapa tau, mama aku bisa waras lagi dan ingat lagi sama papaku kalau kamu udah sampaikan maafku." Aku menarik nafasku dan menghembuskan dengan kasar. Beginilah kalau janji sama makhluk astral, dia bisa nongol ka
Baca selengkapnya
Kekhawatiran Ayah
"Nah itu dia. Anaknya itu, minta tolong sama aku untuk nemuin ibunya." "Buat apa?" tanya Meti. "Ibunya sakit jiwa. Sekarang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Bina Insan. Katanya, ibunya ini merasa sangat bersalah, karena menyebabkan anaknya meninggal?" "Maksud kamu, kejadian dulu itu bukan bunuh diri, tapi pembunuhan?" tanya Andri. "Bukan pembunuhan juga. Ibunya itu berniat bunuh diri, tapi dia mau anaknya ikut mati juga sama dia. Anaknya itu kan, cuma satu-satunya itu. Tapi, anaknya meninggal, ibunya malah selamat." "Ih, kasihan banget," kata Cila dengan mimik wajah sedih. "Jadi, kamu iyain mau nolong dia?" tanya Raya."Iya. Kalau nggak dia pasti terus merengek minta tolong sama aku. Kalian ada yang tau, dimana rumah sakit itu? Katanya nggak jauh dari sini." "Bisa kita tanya mbah google," jawab Raya. "Apa kita kesana aja? Biar tuntas. Dia juga nggak nongol lagi di hadapan Haya kalau lagi bareng kita. Masih jam tiga, belum terlalu sore," usul Rindi sambil melihat ke jam model vintag
Baca selengkapnya
Ada apa di kampung
Dengan senyum mengembang, aku turun lagi, berjalan ke dapur memenuhi panggilan nenekku. Cupping hidungku langsung bergerak kembang kempis, ada aroma wangi yang sangat menggugah selera. "Masak apa Nek?" Aku melihat ke wajan. "Lagi goreng bakwan jagung kesukaanmu," kata Nek Ipah. "Udah ada yang mateng?" Mataku langsung berbinar, aku sangat suka bakwan jagung buatan nenek-nenekku. "Tuh," tunjuk Nek Ipah dengan mengerucutkan bibirnya ke arah sudut dapur. Dengan semangat aku langsung ke situ, mencomot satu bakwan yang ternyata masih sangat panas."Uh panas." Sontak aku mencampakkan bakwan itu lagi ke piring. Nek Ipah dan Nek Wiyah tertawa melihat tingkahku. "Oalah Ndok, bukannya pake tisu megangnya," kata Nek Ipah. "Haya kok sore banget pulangnya?" tanya Nek Wiyah. Diambilkannya satu bakwan dengan tisu, dibelah dua biar cepat hangat. Sejak kecil kalau, makananku masih panas, Ayah memang melarangku meniup makananku. Tunggu hangat baru dimakan. "Ke rumah temen tadi Nek." Terpaksa bo
Baca selengkapnya
Tumbal?
"Huihh, segernya. Astaghfirullah!" Aku terlonjak melihat wajah Dara tau-tau langsung nongol ketika aku membuka pintu kamar mandi. "Hehe, bisa kaget juga." Dara malah cengengesan. Dasar! Hantu koplak. "Ya bisalah. Beruntung jantung ini buatan Tuhan, kalau buatan manusia udah jatoh kali," sungutku. Kulepas handuk yang melilit rambutku, aku udah langsung pakai baju tidur dari kamar mandi tadi. Kukibas-kibaskan rambutku agar cepat kering. "Hei, pelan-pelan dong! Nyiprat nih," gerutu Dara."Loh, kena? Kirain airnya tembus juga." Gantian aku yang cengengesan. Seandainya kalian bisa lihat, betapa lucunya ekspresi Dara.Aku berulangkali mengelap rambutku dengan handuk, agar tak ada sisa air yang menetes."Eh, Riko mana?" tanyaku sambil merapikan rambutku dengan jari-jari tanganku."Nggak tau. Ngapain nanyain dia?" "Emang nggak boleh?""Bukan nggak boleh, kali aja kamu ada perlu." "Nggak juga sih. Aku pikir, kalian selalu bareng." "Nggak juga. Dia memang suka ngilang." "Loh, hantu kan
Baca selengkapnya
Siapa laki-laki itu?
"Haya." Kudengar ada yang memanggilku. Suaranya berbisik seperti dibawa oleh angin. "Siapa itu?" tanyaku pada suara yang memanggilku. Aku mengedarkan pandanganku.Dimana aku? Kamar siapa ini?"Haya." Suara itu lagi. Suara seorang laki-laki. Kepalaku menoleh kesana kemari, tak ada siapa-siapa. Aku keluar dari kamar dengan berjingkat. Aku merasa diawasi. Padahal gak ada siapa-siapa di sini.Rumah ini kayak rumah zaman dulu. Semua perabotannya terbuat dari kayu yang hanya di pelitur saja. Sangat klasik tapi terkesan elegan. "Halo. Apa ada orang?" Aku beranikan diri untuk bertanya, tapi nggak tau juga, bertanya pada siapa. Aku terus berjalan menyusuri rumah ini. Saat membuka pintunya, mataku langsung tertumbuk pada sebuah patung kuda yang ada di halaman depan rumah. Patung kuda itu terlihat seram sekali, tapi gagah. Kayak kuda yang ada di film-film perang. Warnanya coklat keemasan, dengan surai panjang. Kakinya diangkat ke atas, dengan sorot mata tajam seperti sedang marah."Haya." S
Baca selengkapnya
Ternyata mimpi
Kaki kuda itu tiba-tiba bergerak. Dia seperti ingin mendekatiku. "Cepat Haya, pergi!" titah Bunda."Haya, ini Kakek." Bapak itu juga bangkit dari duduknya. Sorot matanya membuat aku takut. "Haya, ayo Nak. Kita pulang!" Bunda menarik tanganku sangat kuat."Haya. Bangun Sayang." Suara siapa itu. Kenapa jadi banyak suara memanggilku. "Haya." "Haya."Seperti ada yang menepuk ringan pipiku. Perlahan kubuka mataku, berat sekali. Kukerjabkan mataku berulang kali, agar bisa melihat dengan jela, dimana aku sekarang. Ini kamarku, nggak salah, aku udah ada di dalam kamarku lagi. Ketiga nenekku dan kakek juga ada disini. Mereka memandangku cemas. Nafasku sangat memburu, seakan habis berlari jauh. "Ayah." Kenapa aku jadi lemas begini. "Minum dulu Ndok." Nek Ipah menyodorkan air putih yang dipegangnya. Ayah membantuku duduk. Dan menyandarkan kepalaku di dadanya. Ayah mengambil gelas itu dari tangan Nek Ipah, dan membantuku untuk minum. "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Ayah. Rasanya aku belum b
Baca selengkapnya
Kesayangan Ayah
"Nanti cerita sama Nenek ya." Nek Wid bangkit juga. Aku menggandeng tangan nenekku. Tak lupa, kubawa juga sisa bakwan jagungku yang sudah dingin.Dari atas aku bisa melihat, ayah, kakek, Nek Ipah, Nek Wiyah, Pak Dirman sama Bik Jum bersiap mau sholat. Nek Wid mempercepat langkahnya. Dia terburu-biru agar tak ketinggalan. Sambil menunggu, aku duduk santai saja di ruang keluarga sambil menikmati bakwan jagungku. Tak kuhidupkan tivi, takut mengganggu konsentrasi yang sedang sholat. Aku masih memikirkan mimpiku tadi. Bunda, kenapa Bunda tak hadir di dunia nyataku. Kenapa di mimpiku tadi, Bunda datang. Apakah Bunda hanya akan datang kalau aku sedang butuh pertolongan? Walaupun hanya mimpi, cukup mengobati rasa rinduku sama Bunda. Siapa laki-laki tadi? Kenapa dia mengaku kakekku? Dia meminta Nek Wid untuk datang menemuinya. Tunggu dulu, ini seperti sebuah teka teki rasanya. Nek Wid, Ibu kandung Ayah kan? Kek Darma, Bapak Ayah. Tapi mereka bukan suami istri. Hah, aku kok baru kepikiran
Baca selengkapnya
Bunga tidur
"Kamu kok nanya gitu?" tanya Ayah heran.Ceritain nggak ya, tentang mimpiku tadi sama Ayah. Nanti pasti dianggap bunga tidur lagi. Tapi aku merasa yakin, itu bukan mimpi biasa. "Ditanya malah diam," kata Ayah lagi."Tadi di mimpi Haya. Ada bapak-bapak ngaku kakek Haya. Wajahnya mirip sma Ayah, tapi nggak terlalu mirip sih." Cerita aja lah. Daripada aku terus penasaran dan bertanya-tanya sendiri. "Itu hanya bunga tidur," kata Ayah. Tuh kan, benar dugaanku. Pasti Ayah akan bilang hanya bunga tidur. Gak jadi cerita semua ah. Cerita dikit aja, udah nggak asik.Tapi, kok ekspresi Ayah jadi terlihat cemas. Kakek sama nenek-nenekku juga. Kelihatan mereka kayak agak serba salah gitu. "Mau kemana Nek?" tanyaku pada Nek Ipah yang bangkit lebih dulu. "Mau buat teh. Haya mau?" kata Nek Ipah."Nggak Nek." Aku mencoba fokus dengan tontonan yang ada di layar kaca, ekor mataku melirik seluruh keluargaku, kok kayaknya jadi pada diem. Nek Wiyah juga bangkit, kali ini aku nggak nanya apa-apa, past
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status