All Chapters of CAHAYA (Patung Kuda Di Rumah Mertua 2): Chapter 31 - Chapter 40
50 Chapters
Tak ada yang sempurna
Cantik sekali pemandangan malam ini. Masih tampak semburat jingga di ujung sana, yang hampir tertutup awan. Senja baru berlalu, akan berganti dengan malam. Tapi sang matahari masih enggan tenggelam dengan sempurna, hingga semburat merah pun masih mengintip dengan malu-malu.Wajar saja, Maghrib baru saja berlalu. Apalagi hari ini cuaca cukup cetar membahana, hingga malam terasa lambat merayap menggantikan siang hari. Kok aku jadi puitis gini hehe. Habis pemandangannya indah sekali, dilihat dari atas begini. Siapapun akan mendadak menjadi melow. Hhhh, kok aku jadi kepikiran mimpiku tadi. Apa benar hanya bunga tidur saja? Tapi … aku merasa, ada sesuatu dalam mimpi itu. Tapi apa? Kenapa Ayah tak jawab pertanyaanku tadi. Kakek juga diam aja. Nenekku semua juga diam, nggak ada yang menjawab. Kalaupun benar Kek Darma bukan Bapak kandung Ayah, nggak ada salahnya kan? Diamnya Ayah, justru membuat aku jadi penasaran. "Ngapain?" "Hah, kamu!" Dara bikin kaget aja. Orang lagi mikir berat, di
Read more
Tumbal patung kuda
"Mereka memang sayang sama aku. Tapi tak bisa meluangkan waktu buatku, alasannya karena aku sudah cukup besar, sudah mandiri." Dari cara bicaranya, aku tau kalau Dara sedang sedih saat ini. "Huh, ternyata hantu sama juga kayak manusia ya. Bisa merasa sedih juga." "Iya dong. Kamu tuh jauh lebih beruntung dari aku. Banyak yang sayang sama kamu." "Tapi tetap aja, beda rasanya kalau nggak ada Bunda." "Memang benar ya, manusia nggak ada kata puas." Aku melengos mendengar kata-kata Dara. "Ra, aku tadi mimpi." "Mimpi apa?" "Aku mimpi, berada di sebuah rumah yang sama sekali belum pernah aku lihat. Disana aku bertemu Bapak-bapak yang mengaku kakekku." Lebih baik aku cerita sama Dara, siapa tau dia ngerti arti mimpi hehe. "Kakekmu? Bukannya kakekmu di sini. Atau kamu punya kakek yang lain?" "Nggak tau juga. Aku udah coba cerita sama Ayah, tapi Ayah bilang hanya bunga tidur. Tapi ada yang aneh di depan rumah itu." "Maksudnya?" tanya hantu manis yang tetap berpakaian ala remaja yang hi
Read more
Ada apa dengan Nek Wid?
Nek Wid memang lebih lembut dari nenek-nenekku yang lain, dalam bertutur juga berperilaku. Terutama terhadapku. Tapi tetap aja, aku yakin, kasih sayang ketiga nenekku kepadaku tak ada yang berbeda."Melihat pemandangan aja Nek," jawabku sembari menyesap coklatku yang sudah dingin."Indah ya, kalau di lihat dari sini. Kalau dari kamar nenek, langsung ke jalan raya pemandangannya." "Emm, Nek." Apa sebaiknya aku tanya Nek Wid ya mengenai mimpiku tadi."Apa Ndok?" Nek Wid memandangku dengan tatapannya yang teduh."Kalau Haya tanya, Nenek jangan marah ya." "Mau tanya apa?" "Apa, Kek Darma suami Nenek?" Pertanyaan yang bodoh. Aku sendiri merasa bingung dengan pertanyaan yang kulontarkan. "Bukan. Haya kok nanya begitu?" Untung Nek Wid menanggapi pertanyaanku. "Haya jadi teringat mimpi Haya tadi. Kenapa Bapak tadi ngaku Kakek Haya. Haya jadi kepikiran, apa dia suami Nenek? Kalau Kek Darma bukan suami Nenek. Berarti, Kek Darma bukan Bapak kandung Ayah dong." Aku terus nyerocos. Nek Wid h
Read more
Gubuk tak terawat
Kututup jendela kamarku. Lalu merebahkan diri di atas ranjangku. Merebahkan tubuh sambil memeluk bonekaku. Jangan ejek aku, karena sampai sebesar ini masih tidur dengan memeluk boneka. Boneka hello kitty ini, sudah ada sejak aku lahir. Kata Ayah, Bunda yang belikan buatku beberapa hari sebelum melahirkan aku. Sebab itu aku sangat sayang dengan boneka ini. Pintu kamarku masih terbuka, biar sajalah. Nek Wid kan mau tidur di kamarku. Perlahan mataku menutup perlahan, rasa kantuk yang mendera semakin tak tertahan. "Haya." Haduh, siapa lagi yang manggil. Baru juga mau tidur. Mataku rasanya enggan sekali terbuka. Baru lagi terpejam. Sudah ada yang manggil, usil banget sih, kenapa nggak dari tadi."Haya." "Siapa sih–" Loh, aku dimana? Ini bukan kamarku. Aku memindai setiap sudut ruangan ini. Sangat asing. Ini sebuah gubuk. Kayaknya aku nggak pernah kesini. Aku bangkit perlahan, dari atas dipan bambu tempat aku berada sekarang. Gerakanku menimbulkan bunyi kriet yang khas. Kulangkahkan k
Read more
Mimpi buruk
Langkahku terhenti saat melihat seseorang berdiri dengan posisi membelakangiku. Siapa dia? Apa dia yang memanggilku? Dari postur tubuhnya, dia seorang laki-laki, agak sedikit bungkuk, rambutnya juga gondrong terurai melambai ditiup angin."Maaf, Kakek siapa?" Aku mencoba menegurnya dengan hati-hati. Tapi tetap menjaga jarak juga, aku harus tetap waspada. Apalagi sama orang asing. Memang sih, aku belum melihat wajahnya. Tapi aku yakin, dia pasti kakek-kakek. Suara tadi pasti suaranya. Lagian, postur tubuhnya seperti orang tua kalau dilihat dari belakang. Tapi … dia kok tau nama aku?Perlahan kulihat dia menggerakkan tubuhnya, hendak menoleh padaku. Jantungku langsung berdebar kencang. Mataku tak lepas darinya. Alangkah terkejutnya aku, saat dia menoleh dan tubuhnya sempurna menghadap padaku. Dia menyeringai menyeramkan, lalu … tiba-tiba matanya membeliak semakin besar sampai bola matanya keluar. Satu bola matanya menggelinding ke dekat kakiku, yang satunya lagi menggantung di matanya
Read more
Ada apa dengan Ayah?
"Bunda sudah meninggal Haya! Haya cuma kangen aja! Makanya selalu mimpiin Bunda." Ayah juga meninggikan suara. Nyesek banget, baru kali ini Ayah meninggikan suara padaku."Tapi, cuma Bunda yang selalu nolongin Haya! Mimpi Haya ini beda, Yah. Kenapa sih Ayah nggak perduli." Aku jadi ikut emosi juga. Padahal tubuhku sedang lemas."Haya, kenapa ngomong gitu Ndok? Nggak baik." Nek Wid menegurku sambil mengelus-elus punggungku. Ya, aku sekarang duduk sambil memunggungi Ayah. Aku tau, nggak sopan apa yang sudah aku lakukan. Tapi aku beneran keseeeeel banget sama Ayah. "Haya kesal sama Ayah. Ayah nggak peduli sama mimpi Haya. Haya dengar kok, waktu Nek Ipah sama Nek Wiyah cerita di dapur. Pas lagi bahas tentang bapak yang ada di mimpi Haya. Haya lihat, semuanya jadi lain waktu Haya cerita tentang mimpi Haya. Kayaknya ada yang disembunyikan," cecarku. Hening, tak ada yang bersuara. Termasuk Ayah, yang tercenung mendengarku. "Haya, salah dengar aja Ndok," kata Nek Wiyah sambil mendekatiku.
Read more
Bercerita pada Nek Wid
"Nggak ada Ndok. Itu perasaan Haya aja. Mungkin Ayahmu karena cemasnya makanya kayak gitu," kata Nek Ipah. Entah kenapa, kali ini aku tak mudah percaya. Aku sudah cukup besar, untuk bisa melihat perubahan ekspresi di air muka orang lain. "Nek, jujur sama Haya. Pliiiss, Haya takut mimpi buruk itu datang lagi. Mimpi itu seperti sebuah petunjuk. Tapi Haya benar-benar nggak ngerti." Aku berusaha membuka hati nenek-nenekku agar mau bercerita tentang keluargaku yang sebenarnya. "Nek, Kek Darma … bukan Bapak kandung Ayah kan?" tanyaku pada ketiga nenekku yang masih menemaniku di kamar. Ketiganya hanya diam saja, enggan menjawab pertanyaanku. Apa sih susahnya tinggal jawab aja. Toh, kalau Kek Darma bukan Bapak kandung Ayah, nggak akan merubah apa pun. Termasuk hubunganku dengan Kek Darma. "Kenapa nggak ada yang jawab?" Aku mulai mencecar ketiga nenekku."Mau kandung ataupun tidak. Nggak ada bedanya kan? Lihat nenek, nenek bukan nenek kandung Haya, tapi sayang nenek sama Haya nggak ada be
Read more
Menguping
Sinar mentari menerobos masuk dari jendela kamarku, tepat mengenai kelopak mataku, membuat aku memicingkan mataku lebih kuat. "Hah, jam berapa ini? Kenapa nggak ada hang bangunin sih. Telat kan." Aku terkejut saat melihat jam yang ada di dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 7.15 WIB. Nek Wid sudah nggak ada di kamarku, kenapa Nenek nggak bangunkan aku sekalian tadi. Biasanya sebelum azan Subuh, pasti pada sibuk bangunin. Apa karena aku sedang berhalangan sholat. Memang sih, kalau sedang berhalangan, Ayah memberi sedikit kelonggaran buatku bangun pagi. Boleh agak telat dikit. Tapi kalau sekarang, namanya udah kesiangan. Bel sekolah berbunyi 7.15. Aku aja baru bangun. Huff, masak sih aku libur, baru juga berapa hari sekolah.Dengan malas, aku keluar dari kamar. Mau buat susu, mendadak perutku jadi laper. Masih lagi aku di atas, aku melongok ke bawah. Aha, Kek Darma, Nek Wid, Nek Ipah dan Nek Wiyah sedang menikmati sarapan mereka di meja makan.Kelihatannya mereka sedang bicara se
Read more
GENK DETECTOR
"Loh, Non Haya, ngapain disitu?" Aku kaget, Bik Jum tau-tau sudah ada di dekatku. Kulihat semuanya langsung melihatku, akhirnya aku bangkit dengan wajah cengar cengir. Sedikit malu karena ketahuan nguping. Malu-malu aku berjalan ke meja makan. "Kenapa Haya nggak dibangunin?" tanyaku memecah kesunyian yang tiba-tiba tercipta. Menutupi rasa canggung juga deng."Ayah lihat kamu sepertinya sangat kecapekan. Ayah udah izinin ke kepala sekolah. Kebetulan seminggu ini belum belajar, jadi nggak masalah kalau sehari bolos," jawab Ayah sambil menikmati nasi goreng yang ada di hadapannya."Ya syukur deh. Lumayan bisa istirahat juga," ucapku. Kuseruput susu yang baru saja disediakan Bik Jum. Masih panas, terasa hangat di tenggorokanku. Aku sengaja tak membahas tentang mimpiku lagi sekarang, kulihat semua jadi salah tingkah. Mungkin pada tau nih, kalau aku udah nguping, tapi mau negur pada khawatir aku bakal banyak nanya lagi. Mungkin kali, entahlah. Saat ini yang sedang kupikirkan, bagaimana m
Read more
Hantu lagi?
"Ndok, kok malah bengong gitu," tegur Nek Ipah."Ng-nggak papa Nek." Aku berusaha mengendalikan diriku.Tenang Haya, bukan baru kali ini juga kan lihat hantu? Jangan syok gitu."Nek. Teman-teman Haya mau datang. Minta tolong masakin makanan." "Mau dimasakin apa?" "Terserah Nenek, yang penting enak." "Emang pernah, masakan Nenek nggak enak?" tanya Nek Wiyah. "Hehe, nggak pernah sih. Pokoknya Nenek Haya semua the best masakannya.""Ya ngono kui, nek ono yang sing dipengeni," kata Nek Wiyah sambil senyum-senyum."Ih Nenek. Kok gitu. Emang bener kok, masakan Nenek enak," sahutku. Aku mengerti bahasa Jawa, tapi tak bisa mengucapkannya. Mungkin, karena sejak orok, bahasa yang digunakan sehari-hari itu bahasa Indonesia. Hanya saja, ketiga nenekku sering berkomunikasi dengan bahasa Jawa, makanya aku bisa mengerti. "Ya udah, sana gih mandi. Bau asem," titah Nek Wid. "Iya nih. Temennya mau datang, hari gini belum mandi," kata Nek Wiyah."Iya, iya. Haya mandi, sekarang." "Ya udah, jadi n
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status