Petaka Satu Malam의 모든 챕터: 챕터 121 - 챕터 130
171 챕터
Menampakkan Wajah Asli
Memang benar, tak bisa selamanya seseorang itu menyembunyikan tingkah palsunya. Begitu pula dengan Indira. Setelah Devan mengatakan akan menikahinya selepas dirinya melahirkan, sikapnya pada Kiara berubah.Dia bahkan kini terang-terangan menunjukkan ketidak sukaannya pada istri sah Devan tersebut. Tentu saja saat mereka hanya berdua saja. Kalau ada Devan atau Rara, dia akan bersikap seolah baik-baik saja. Ramah dan seperti tak ada masalah.Kiara yang memang sudah curiga dengan Nina, menanggapinya dengan cuek. Dia juga sudah menduga kalau sebenarnya ada jebakan di baliknya. Dia mencium aroma kesengajaan dari Nina. Karena itulah  dia bertekad tidak akan membiarkan Devan di ambil oleh wanita brengsek tersebut. Meski sikapnya pada Devan juga belum berubah. Dia masih mendiamkan Devan. Biar, biar Devan jera dan menyadari adanya kejanggalan di baliknya."Kamu tahu kan, siapa sebenarnya aku?"Kiara tak menanggapi. Dia sibuk berbalas pesan dengan
더 보기
Muka Dua
"Shooky... shooky... sini... empuss..."Kucing persia berbulu putih itu menggeyol-geyolkan ekornya dan menghampiri tuannya. Rara tertawa. Menggendong kucing kesayangannya itu."Eh, sayang. Kan belum mandi. Kasihan dong si Shooky. Ntar kebauan sama kamu. Hii..."Rara tertawa."Gak ah ma. Buktinya dia nempel nih," tunjuknya pada Shooky yang menempel anteng dalam dekapan Rara."Iya, tapi mainan kucingnya nanti lagi ya. Sekarang mandi dulu. Ya?""Oke ma."Rara meletakkan Shooky ke bawah dan berlari ke atas tangga, bersemangat.Kiara memandangi gadis kecilnya dari bawah. Menggeleng-gelengkan kepala. Lalu pandangannya teralih pada kucing kecil yang di belikan Devan beberapa hari yang lalu. Memang cantik dan lucu. Pantas saja putrinya sangat menyukainya.Kiara bermaksud menyusul Rara, tapi langkahnya terhenti saat melihat tatapan mengejek Nina.Dia hanya mendengkus, dan melanjutkan langkahnya.Lama-lama ngeselin juga
더 보기
Sakit, Van, Kau Tahu?
"Hentikan!"Kiara menghentikan keganasannya. Mereka menoleh ke sumber suara."Devan ..." gumamnya.Melihat Devan yang datang, Nina makin menangis meraung.Adam memandangi keduanya bergantian. Wajah yang sama-sama dalam kondisi buruk, dapur yang berantakan akibat ulah mereka. Juga... pisau di tangan Kiara!"Apa yang kau lakukan Raa! Lepas. Dan buang pisau itu!"Kiara bergeming. Devan merebut kasar pisau itu dari tangan Kiara dan menepis tangan Kiara dari rambut Nina. Nina langsung menghambur ke pelukan Devan."Kamu gila! Apa kamu berniat membunuhnya?"Kiara diam saja. Wajahnya tak berekspresi apapun."Jawab, Ra! Jangan diam saja!" Urat wajah Devan.bahkan kelihatan saking marahnya."Please, Ra. Jangan gila. Ini salahku. Jangan melampiaskannya pada Indira," ucapnya melunak. kiara bergeming. "Kediamanmu membuatku takut. Kalau memang kamu marah, lukai saja aku. Lampiaskan padaku, Ra. Bunuhlah aku ka
더 보기
Pergi
Disinilah Kiara sekarang. Rumah makan 'Asmoro', rumah makan sederhana di pinggiran jalan, bukan restoran mahal yang biasa dia kunjungan bersama Devan. Dia tadi naik taksi demi kesini.Sembari menyantap pesanannya, dia memandang kosong arah luar. Perasaan yang kacau dan berkecamuk mengurangi nafsu makannya. Tapi perutnya lapar, dan rasanya malas sekali menyantap makanan dari Devan setelah kejadian tadi. Mungkin dengan keluar begini, dia bisa mendapat udara segar. "Huft," hela nya berkali-kali.Otaknya memproses ingatan waktu dulu, saat dia pertama kali bertemu Devan. Saat akhirnya dia menerima tawaran paksa pria itu padanya. Hari-hari dimana semuanya mampu merubah perasaannya. Membuatnya jatuh cinta pada sosok pria tersebut. Dan kini, saat semuanya berubah membalik seratus empat puluh derajat. Membuat dadanya sesak. Dia pejamkan matanya, menghela napas berat. Menyorongkan paksa suap demi suap ke mulutnya. Mengunyahnya dengan tak ada selera.M
더 보기
Pertengkaran
Satrio mengetuk-etukkan jemarinya di kemudi. Sesekali matanya melirik ke wanita di sampingnya. Kiara sedari tadi diam saja. Satrio pun sungkan untuk mengobrol. Jadi dia malah bersenandung kecil.Sampai di area perumahan mewah, Satrio agak melambatkan mobilnya."Turun di sini saja," pinta Kiara. Tapi Satrio tak menanggapi. Malah melihat deretan rumah-rumah bak istana tersebut."Sat, berhenti di sini saja," ulangnya."Nanggung," jawab Satrio.Kiara mendengkus kesal. Percuma juga dia memarahi pria ini, terlalu keras kepala kalau sudah bertekad.Akhirnya tepat di depan gerbang besar rumah, Satrio menghentikan laju mobilnya. Kiara cepat-cepat membuka pintu mobilnya."Makasih Sat," ucapnya. Lalu melangkah."Tunggu, Ra!"Kiara menghentikan langkahnya, menoleh."Apapun yang terjadi, maksudku, kalau saja kamu bertengkar dengan pak Devan karena Nina, bertahanlah. Jangan biarkan pak Devan lepas darimu. Apalagi sampai me
더 보기
Pertahankan
"Kau memaafkanku?"Mereka duduk di sofa, dengan jarak yang jauh. Kiara merapikan kemejanya yang berantakan."Huh! Jangan berfikir," ucapnya.Kiara menghela napas. Dia kira, dengan wanita itu membalas kisseu nya, itu berarti Kiara sudah memaafkan nya. Tapi ternyata hanya penyaluran emosi."Baiklah. Aku akan menunggu sampai saat dimana kau akan memaafkan aku," ujarnya.Kiara melirik sekilas. Mengambil tasnya yang tergeletak di lantai, berikut juga jaketnya dan melangkah masuk."Jaket siapa? Kok aku baru lihat?"Kiara. Mematung sejenak. Matilah dia, kalau sampai Devan tahu dirinya baru saja bertemu Satrio. Ah, tapi kenapa dia harus takut? Sementara Devan saja bisa bebas bertemu dengan Indira."Punyakulah. Kemarin beli," tandasnya meski dengan menelan ludah kasar.Devan manggut-manggut. Berdiri dan menghampiri Kiara, merangkulnya dari belakang."Ayo ke kamar. Bukankah kamu capek kan?"Kiara men
더 보기
Damai Dulu
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu itu datang juga. Hari dimana Rara akan mengikuti perlombaan. Dan hari ini sengaja Devan tidak ke kantor. Untuk urusan kantor dia serahkan pada Satrio, hanya jika ada yang penting dia meminta Satrio untuk menghubunginya. Selebihnya, jika itu tidak penting dia tidak ingin di ganggu.Mereka berangkat pagi-pagi sekali ke sekolah Rara. Karena memang mereka yang akan mendandani Rara nantinya. Dan jangan harap ada Nina di sela mereka bertiga. Semenjak perkataan Satrio waktu itu, Kiara menurutinya. Karena dia tahu, Satrio tidak pernah berbohong selama berpacaran dengannya dulu. Jadi ketika Satrio mengatakan si A tidak baik, berarti memang benar dia tak seharusnya ia dekati. Sikapnya pun berubah, saat ada Nina, Kiara akan bermanja dan lebih genit. Tapi saat mereka hanya berdua, jangan harap. Melirik saja dia malas. Dan Devan menyadari itu, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Entahlah apa yang di rencanakan istrinya tersebut. Selama tidak
더 보기
Menemani Anak
Lokasi perlombaan adalah sekolah terfavorit di Jakarta. Basic nya saja sudah internasional. Jadi melihat wajah-wajah mungil bule asli atau blasteran, atau anak-anak bermata sipit bukan barang baru. Sekolahannya saja sangat luas dan besar. Ada panggung besar beserta tenda yang luas di tengah lapangan sekolah. Jadi disana nanti akan menjadi lokasi penerimaan peserta lomba. Dan untuk lokasinya sendiri berada di lantai dua, tepatnya di aula besar sekolah tersebut.Wajah-wajah imut nan menggemaskan dengan kostum unik yang berbeda beda menjadi pemandangan yang menyenangkan.Dino dan Rara duduk bersebelahan. Di sisi kanannya adalah guru pendamping mereka dan sisi kanan kedua orang tua mereka.Sambutan demi sambutan berikut dengan penampilan unik para bocah-bocah unik itu menjadi pelemasan sebelum bertanding."Sayang, semangat," bisik Kiara tepat di telinga Rara.Gadis cilik itu tersenyum lebar. Wajah imutnya terlihat cantik dengan riasan tersebu
더 보기
Panas
Rara menanting piala dengan raut gembiranya. Pun Dino ikut tersenyum lebar. Ternyata improvisasinya tadi mendapat nilai plus dari para juri. Dan akhirnya membawa keuntungan untuk mereka. Tadi setidaknya itu pencapaian yang bagus untuk anak-anak kecil seperti mereka yang berani mengambil tindakan lebih di situasi terjepit pun. Mereka berfoto-foto ria sebelum kembali ke rumah.Dalam perjalanan pulang, Rara berceloteh. Eforia kesenangan masih melingkupi dirinya. Sampai di rumah, sudah malam. Akhirnya mereka langsung mandi dan beristirahat tanpa sempat mengintip menu makan malam. Lagipula dalam perjalanan pulang tadi mereka sudah mampir makan dengan rombongan.Dan jika sudah sampai di rumah seperti ini, sifat dingin Kiara kembali. -----Di dalam kamarnya, Kiara melihat-lihat poto hasil bidikan tadi. Tangannya mengusap salah satu foto yang menampilkan keluarga kecil mereka.Mereka kelihatan seperti keluarga bahagia bukan? Senyum lebar Rara, j
더 보기
Pengakuan Satrio
"Kamu...."Kiara menatap Satrio tak percaya.Satrio mengangguk."Aku memang salah dari awal. Obsesiku untuk mendapatkanmu membuatku lupa diri. Aku terpengaruh dengan rencana Nina. Karena itu aku menyetujuinya.Tapi, akhir-akhir ini aku sadar. Dia wanita gila. Kalau saja aku menurutinya, sama saja aku gila. Semenjak itu aku berfikir, dan mulai keluar dari jalur rencana gilanya."Kiara menggenggam ponsel itu dengan gemuruh di dadanya menahan marah dan kesal sekaligus merasa terhianati. Selama ini dia percaya dengan Satrio. Tapi...."Aku akui aku salah, Ra. Aku minta maaf. Terserah kau mau membenciku, aku tak apa. Tapi, aku mohon pertahankan pak Devan. Aku tidak tahu apa yang di lakukan wanita licik itu. Tapi aku tahu, kalau ada apa-apa, itu hanya bagian dari akal bulusnya. Tetaplah bertahan dengan pak Devan."..Kiara melangkah lunglai. Tadi dia diantar Satrio kembali ke sekolah Rara. Melihat fakta baru yang di ketahuinya, membuatnya bimb
더 보기
이전
1
...
1112131415
...
18
DMCA.com Protection Status