All Chapters of Wanita yang Kunodai : Chapter 21 - Chapter 30
36 Chapters
Pecah Ketuban
“Kamu tidak usah takut sama aku, Intan. Aku bukan orang jahat!” ucap Kak Radit seraya terus mendekat.“Ka–kakak mau ngapain?” tanyaku tergagap, sungguh takut luar biasa.“Sudah aku bilang tidak usah takut, aku tidak akan menyakiti kamu!”“Bagaimana aku tidak takut, Kak. Kakak itu salah satu pelaku pemerkosa Mbak Lubna. Apa salah jika sekarang aku juga takut sama kakak?”“Kamu berbeda dengan Lubna, Intan. Kamu itu istimewa. Aku melakukan itu karena sakit hati kepada dia. Dia terus saja menyakitiku. Dia sudah menghianati cinta yang aku jaga selama bertahun-tahun.Dia bilang kalau dia sangat mencintaiku, tetapi dia memilih Aidil sebagai suaminya dan mengakhiri hubungan kami. Dia juga menghinaku, katanya aku itu impoten dan mandul. Maka dari itu aku ingin membuktikan kepada dia kalau aku tidak loyo seperti ucapannya.”“Jadi, Mbak Lubna itu mantan kekasih kamu, Kak?”“Iya, tetapi dia pindah ke kota ini setelah menikah dengan Aidil. Hingga pada suatu hari aku bertemu dengannya dan menanyaka
Read more
Bukan Anak Haram
“Bagaimana keadaan Intan, Aidil?” Terdengar suara ibu menanyakan keadaanku.Tidak lama kemudian wanita berhijab panjang lebar itu masuk menemuiku. Wajah Ibu dan Mas Aidil terlihat gelisah, begitu pula dengan diri ini yang sejak tadi sudah tidak bisa lagi berpikir dengan tenang.“Sakit ya, Nduk?” tanya Ibu seraya mengusap kepalaku kemudian mencium kening ini sambil menitikkan air mata.Kugenggam tangan Ibu erat, meminta maaf atas semua kesalahan yang sudah aku perbuat.Entahlah, rasa sakit yang sedang aku rasakan membuatku merasa takut jika ini adalah jalan menghadap Sang khalik.“Intan nggak punya salah sama Ibu. Intan anak baik, Intan menantu Ibu yang paling sholehah.” Ibu berujar sambil sesekali menyeka air mata di pipi keriputnya.Andai saja keadaanku sedang tidak seperti ini. Tentu aku sudah turun dari ranjang dan langsung bersimpuh di pangkuan Ibu mertua. Akan tetapi keadaanku sedang tidak berdaya. Bahkan dokter melarangku supaya tidak banyak bergerak, sebab takut kehabisan air k
Read more
Sentuhan Pertama
Intan masih saja menutup matanya, padahal sudah hampir dua belas jam dia keluar dari ruang operasi. Aku sangat takut kehilangan dirinya, terlebih lagi aku belum mengatakan kepada Intan kalau akulah laki-laki bejat yang sudah mematahkan sayap-sayapnya.Kuusap wajah ini sambil terus menata perasaan yang semakin terasa kacau juga selalu diliputi rasa bersalah karena sudah membuat Intan selalu dibayangi mimpi buruk.Jarum jam sudah menunjuk ke angka sebelas malam. Aku menyenderkan kepala di bibir ranjang karena rasa kantuk yang sudah tidak dapat lagi aku tahan, namun baru beberapa menit memejamkan mata terdengar suara Intan memanggilku. Bahagia sekali rasanya karena akhirnya kekasih hatiku membuka mata.“Tolong rahasiakan asal-usul dedek bayi, jangan sampai ada yang tahu kalau dia anak hasil perkosaan. Aku nggak mau dia diolok-olok oleh teman-temannya nanti!” Sungguh kata itu bagai belati yang menghunus tepat di hati. Sakit, perih hingga hampir menghentikan denyut nadi.Dia yang sedang be
Read more
Kedatangan Wafa
"Kalian berdua keramas?" tanya Ibu seraya menyipitkan mata, membuat wajah ini seketika bersemu merah."I–iya, Bu!" jawabku malu-malu.Seulas senyum tergambar di wajah Ibu yang masih terlihat cantik. Aku melirik ke arah Mas Aidil yang juga terlihat salah tingkah.Ibu kemudian masuk ke dalam kamar kami dan mengambil Arkana untuk dimandikan.Setelah selesai dimandikan serta dipakaikan baju, aku segera menyusui bayi berusia dua bulan itu hingga putraku kembali terlelap."Doyan bobok anak Ayah!" ucap Mas Aidil sembari mengusap punggung tangan mungil Arkana. Dia lalu mencubit pipiku karena merasa gemas dengan putranya."Kok aku yang dicubit?" rajukku sembari mengerucutkan bibir.Mas Aidil terkekeh melihat ekspresiku, kembali mencubit pipi ini dan mendaratkan sebuah ciuman di bibir."Malu, nanti dilihat Ibu," bisikku, mencubit pinggang laki-laki itu."Ibu lagi serius baca, nggak bakal liat!" sahut Mas Aidil sambil mengerling nakal."Aidil, buka pintu!" Terdengar suara seseorang berteriak di
Read more
Cemburu Menusuk Kalbu
Tiba-tiba jantung ini terasa seperti diremas-remas, sakit sekali. Kenapa Mas Aidil tidak menghubungiku dan meminta izin terlebih dahulu. Biar bagaimanapun aku ini kan istrinya.Bergegas diri ini masuk ke dalam kamar, menumpahkan segala lara di sanubari sambil meremas dada yang terasa sakit serta sesak membayangkan orang yang paling aku cintai sedang mengucap ikrar janji suci pernikahan dengan wanita lain. Sungguh rasanya hati ini bagai tercabik-cabik. Sakit tak terperi.Aku terus memandangi Arkana yang sedang terlelap di atas tempat tidur. Kuciumi putraku itu, sambil terus menyeka air mata yang terus saja mengalir tanpa henti.“Kuat, Intan. Kamu harus bisa menerima semua ini. Aidil sudah mau menerima segala kekuranganmu, sekarang biarkanlah dia bahagia bersama wanita itu!’” Aku bergumam sendiri dalam hati, memberi motivasi untuk diri sendiri.Namun, walaupun aku berusaha ikhlas, hati ini tetap sakit sekali rasanya. Ditambah lagi nomor ponsel Mas Aidil sulit sekali dihubungi. Hatiku be
Read more
Mencoba Menguatkan Hati
“Mumpung Arkana anteng sama Ibu, Tan. Kita kikuk-kikuk dulu sebentar!” rayunya lagi.“Tadi katanya kamu kangen sama Mas?” Dia membuka mata dan menatapku nakal.“Sebentar lagi magrib, Mas. Aku juga belum mandi. Badanku masih bau asem!”“Kan biar sekalian mandinya, Tan. Mas juga mau mandi.” Pria berhidung bangir itu terus merengek membuat diri ini tidak tega dan akhirnya mengalah.Membuka pintu kamar mandi, membersihkan bagian-bagian tertentu dan segera mengambil wudu. Setelah membaca niat mandi besar, langsung kusiram kaki sebelah kanan lalu sebelah kiri, naik ke bagian perut, dada kemudian menyiram kepala.“Aku gosok punggung kamu ya, Tan?” tanya Mas Aidil tiba-tiba mengagetkanku.“Kamu kok di sini, Mas?” Aku mengernyitkan dahi.“Emang nggak boleh?”“Boleh, sih. Tapi aku nggak denger kamu masuk!”“Nglamun mulu sih!” Pria bertubuh atletis tersebut kemudian menggosokkan sabun di punggung serta leherku.Azan magrib sudah berkumandang bersahut-sahutan di semua musala dan juga masjid dekat
Read more
Mencoba Menguatkan Hati 2
“Kok bengong, Sayang. Kamu kebiasaan deh, diajak ngobrol malah melamun. Aku cium nanti kalau bengong mulu!” godanya, sambil melingkarkan tangan di pinggang dan mendaratkan ciuman di pipi.Ah, andai saja kamu masih milikku seutuhnya, pasti saat ini aku sedang berbunga-bunga karena mendapatkan perlakuan spesial darimu.“Yasudah kamu sekarang berangkat. Sudah siang, nanti rezekinya dipatok ayam!” “Tapi aku masih kangen sama kamu, Tan. Kamu tahu nggak? Aku kalau lagi di toko sering lamunin kamu.”“Gombal!”“Serius!”“Emang melamuni apaan?” “Bayangin kalau lagi berduaan sama kamu di kamar, Tan!” Laki-laki berambut cepak itu terkekeh sambil terus menggamit tubuhku.“Mas, kamu peluk aku sudah lebih dari tiga puluh menit, loh.”“Sejam, boleh nggak?”“Udah sana berangkat. Apa perlu aku ikut kamu juga ke toko?”“Hayo ....”Aku terus menatap wajah Mas Aidil yang semakin terlihat tampan. Begitu juga pria yang sejak tadi mengunci kedua mataku dengan pandangannya. Kami sudah persis seperti remaja
Read more
Terkuaknya Sebuah Rahasia
Matahari masih malu-malu menampakkan pendar jingganya. Aku membuka hordeng kamar, membiarkan cahaya surya masuk melalui celah-celah jendela.Alisku bertaut ketika melihat setangkai bunga mawar tergeletak di atas meja dengan selembar kertas di bawahnya. Kuambil bunga berduri itu kemudian membaca isi surat tersebut.‘Happy wedding anniversary, Sayang. Semoga Allah selalu menjaga cinta dan hati kamu untukku. Jangan berhenti mengajarkan aku tentang akhlaq serta keikhlasan. Aku sangat bersyukur karena memiliki pendamping hidup seperti kamu. Semoga kita berjodoh hingga ke jannah.Dari lelaki penuh dengan kekurangan yang selalu mencintaimu’Aku menitikkan air mata membaca isi notes tersebut.Tidak lama kemudian terdengar suara derit pintu yang terbuka. Aku menoleh melihat siapa yang masuk. Mas Aidil tersenyum sambil terus menatapku.“Mas, terima kasih!” Aku langsung memeluknya, menumpahkan air mata yang sejak kemarin aku tahan. Ada bahagia serta luka di hati ini. Bahagia karena sang suami me
Read more
Maaf!
“Wafa, apa maksud kamu?” Memberanikan diri untuk bertanya. “Kamu tanyakan saja sama suami kamu, biar dia yang menjelaskannya!” sahut wanita berparas cantik itu kemudian berlalu pergi meninggalkan kami. Aku menatap wajah Mas Aidil, dan air muka laki-laki itu tiba-tiba berubah menjadi gugup. Apa semua yang dikatakan Wafa itu benar? “Mas, apa maksud perkataan Wafa tadi?” Bukannya tidak percaya, tetapi harus mengklarifikasi sama supaya tidak menimbulkan fitnah. “Intan, Mas minta maaf!” Dia menangkup wajahku. Kini mata pria yang sudah setahun memberiku kebahagiaan itu sudah di penuhi kaca-kaca, dan tidak lama kemudian air bening nan asin tersebut mulai mengalir membasahi pipinya. Apa arti dari air mata itu. Benarkah Mas Aidil laki-laki yang sudah menodaiku seperti apa yang Wafa katakan? “Mas, tolong jawab. Apa maksud dari ucapan Wafa. Apa benar , Mas, kamu yang sudah melakukannya?” Sekuat tenaga mencoba mengurai kata, menahan air mata yang hendak luruh ke pipi. “Intan, Mas minta ma
Read more
Diamnya Istriku
Mas Aidil berlari mengambil alat pemadam api kemudian segera menyapukan isi APAR tersebut hingga api padam. Mengganggu kesenangan saja.“Nduk, istigfar Sayang.” Ibu mendekati lalu memeluk tubuh ini dan mengusap kepalaku.Aku hanya diam tanpa membalas pelukan wanita paruh baya itu, karena dia juga sudah membiarkan putranya membohongiku. Andai saja mereka jujur saat awal pertemuan, semuanya mungkin tidak terasa sakit seperti ini.“Minum dulu, Sayang!” Mas Aidil mengangsurkan segelas air putih. Aku menepis tangan suamiku hingga gelas yang ada di tangannya terlempar ke lantai dan pecah berantakan. Hancur berkeping-keping seperti perasaan ini.“Intan, kamu boleh marah sama aku. Tapi kamu jangan sakiti diri kamu sendiri, Intan. Aku tidak mau kamu terluka. Aku tidak mau melihat kamu seperti ini. Maaf, maafkan aku!” Dia berlutut, melingkarkan kedua tangannya di kaki.“Lepas, Mas. Tolong jangan sentuh aku lagi. Aku nggak mau!” Lirih aku berujar bagai angin yang berbisik di padang pasir.“Aku
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status