All Chapters of Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku: Chapter 31 - Chapter 40
170 Chapters
Bab 31
Aku tak mengindahkan, meski tau kalimat ini ditujukan padaku. Aku tak habis pikir, kenapa ada orang yang begitu sukarela mengurusi kehidupan orang lain, lantas membuat kesimpulan sendiri."Cing ... Kucing, makanya to, jangan sok-sokan nolak laki-laki, jadi nggak laku-laku kan, kamu? Masa depan nggak jelas, diduluin mantan pula. Mantannya udah mau nikah, eh, kamu masih saja nggak punya pasangan. Nggak punya kerjaan, nambah-nambah pengangguran. Jadi sampah masyarakat!"Terdengar dengan sangat jelas, tertangkap oleh indera pendengaranku apa yang diucapkan oleh Lek Darmi. Meski ia menyebut kucing, tapi aku tau kalau kalimat tersebut ditujukan padaku.Ibu yang sudah masuk, mulai beranjak hendak ke pintu. Melihat gelagat akan terjadi perang antar tetangga, gegas kuajak ibu masuk setelah kututup rapat pintu depan."Ibuku sayang, anterin Husna ke pasar, ya, nanti kita beli gelang yang cantik buat ibu. Mau, ya?" ucapku mencoba merayu ibu. Siapa t
Read more
Bab 32
"Aku nggak apa-apa, Mas, Bu, Yah. Anggap saja Mas Fikri saudara jauh yang akan menikah. Ia akan menjemput bahagia bersama pasangan hidupnya kelak. Kita sudah diundang, maka kita wajib datang.Mendo'akan mereka yang akan menempuh hidup baru tak ada salahnya bukan? Bukankah do'a baik akan kembali pada diri kita sendiri? Insya Allah aku kuat, ikhlas. Jadi tak usah khawatirkan aku."Kini mereka bertiga melihatku setelah saling pandang beberapa saat. Kulanjutkan lagi bicaraku, nampaknya mereka masih menunggu jawabanku."Sudah ya, jangan berdebat lagi. Kita jalani saja yang ada di depan kita. Yang sudah terjadi ya sudah, jadikan pelajaran, jangan diungkit-ungkit lagi. Bikin capek hati dan pikiran. Oke?"Dan mereka semua setuju. Ibu bahkan memelukku lama sekali.Aku pamit ke kamar setelah merasa tak ada yang perlu dibahas lagi. Lagipula, entah kenapa terasa capek, padahal di rumah saja seharian. Eh, enggak ding, sempat ke pasar juga sama ibu, se
Read more
Bab 33
"Bukan kangen aku kali, tapi kamu. Kan kamu yang ada di sana, otomatis dia ngeliatin kamu yang lagi kerja. Iya, nggak?""Enggak! Lihat, ini buktinya," kembali ia menunjuk kotak tersebut."Ya udah, kita buka aja kalau gitu, biar sama-sama tau apa isinya." Kedua tanganku baru akan mengeluarkan kotak tersebut dari plastik, saat terdengar suara salam dari depan rumah. Seketika gerakanku terhenti untuk melihat siapa yang datang. Rupanya Mas Dika sudah pulang. Saking asyiknya ngobrol sama Sinta, sampai nggak dengar suara mobilnya datang."Eh, lagi ada tamu ternyata, ya?" tanya Mas Dika begitu melihat keberadaan Sinta di depan televisi. Ia tersenyum ramah sembari mengangguk seperti biasa. "Ya udah, lanjutkan ngobrolnya, Dek, Mas mau langsung mandi," tambahnya lagi.Mas Dika sudah berlalu ke belakang. Kini aku beralih melihat Sinta. Yah, dia malah bengong lihat mas Dika yang menghilang di balik gorden."Woi, awas lalat masuk k
Read more
Bab 34
Bukan hanya sekali dua kali terjadi. Kadang pas lagi ngelamun, dapat ide, terus mau dituangkan ke kertas, eh keburu mengerjakan yang lain. Akhirnya idenya menguap deh, dan mesti bertapa lagi buat mencari ide. Masih bagus sambil bertapa, kadang mesti jalan dulu keliling rumah, lihat-lihat tanaman biar pikiran lebih fresh, sehingga ide pun mengalir lancar, dan ini tak bisa dipaksakan. Mesti pinter ngatur waktu sajalah kalau kubilang."Ya bener juga, tapi kan nggak baik kalau sering terjaga sampai larut begini, kalau siang juga jarang tidur, kan?" tanya Ibu sambil sesekali memijit pundakku. Membuat aku merasa tak enak, bukankah seharusnya aku yang memijit ibu, ini malah terbalik. Anak macam apa aku ini?"Lihat ini, sampai teraba tulangnya, mbok ya, badan itu dijaga, waktunya istirahat jangan dipakai kerja," lanjut Ibu lagi."Enggak juga, Bu, tidur juga kok, apalagi kalau di rumah sendirian, pasti tidur, meski sejam dua jam. Ibu nggak usah kuatir, ya? Ini mumpung idenya
Read more
Bab 35
Masih ada waktu sehari, bisa dipakai buat ngebut bikin desain gaun yang cantik..Dering ponsel membuat aku terjaga. Melihat jam di dinding, ternyata sudah hampir jam satu siang. Kedua mataku membesar, menyadari betapa lamanya aku tertidur pulas sejak pagi. Melihat sekeliling, masih terlihat pensil warna serta kertas berserakan di atas meja kamar. Sementara aku terbaring di atas dipan. Suara murotal yang kusetel sejak pagi masih menyala, kini melantunkan surat Ar Rahman.Gegas kuraih ponsel, sebelum panggilan berakhir. Sebuah nama tertera di sana. Kak Dirga?"Ya, hallo, assalamu'alaikum ... ," ucapku membuka percakapan."Wa'alaikumsalam ... . Itu suaranya kayak orang baru bangun, ya?" terdengar suara dari seberang, disertai suara bising kendaraan."Iya Kak, hoammmh ... ," jawabku, kemudian menutup mulut begitu sadar aku kembali menguap."Masih ngantuk banget, ya? Maaf, ya, Kakak nggak tau kalau kamu lagi istirahat."
Read more
Bab 36
Aku menurut apa yang disampaikan. Sementara ia segera berlalu ke dalam untuk mengabarkan kedatanganku. Dari tempat dudukku, aku bisa melihat isi butik ini. Sesekali aku mengangguk, mengagumi betapa indahnya gaun-gaun yang terpajang di sana. Tentu tangan-tangan terampil telah sangat telaten dalam mengerjakan tiap detailnya."Maaf Mbak, Ibu masih melayani klien, jadi Mbak Husna diminta menunggu sebentar di sini. Tidak apa-apa, ya?" ujar Mbak Sofia, begitu ia kembali."Iya, Mbak, tidak apa-apa," akan menjawab dengan jawaban singkat.Mbak Sofia mulai mengajakku mengobrol ringan. Kesan ramah semakin terasa saat berbincang dengannya. Menunggu selama hampir lima belas menit, terdengar suara yang tak asing bagiku. Bu Lutfi terlihat berbincang dengan sang tamu menuju pintu ke luar.Seorang wanita cantik dengan rambut sebahu, serta dress selutut, memperlihatkan betisnya yang putih seperti kaca. Namun, bukan ia yang membuat aku terpaku di
Read more
Bab 37
Perbincangan berlangsung beberapa lama. Hingga harus terhenti karena ada tamu yang hendak bertemu dengan Bu Lutfi. Dirasa cukup, aku segera undur diri.Jarum jam di tangan kiriku telah menunjuk angka tiga kurang sepuluh menit, ketika aku melangkahkan kaki meninggalkan butik milik Bu Lutfi. Tak henti aku berucap syukur, atas nikmat dan rejeki hari ini. Berjalan kaki selama sepuluh menit, sampailah aku di sebuah outlet es krim yang tampak menggoda untuk dicoba. Tak menunggu lagi, aku segera memesan satu porsi untuk dinikmati. Kursi di sudut ruangan menjadi pilihanku, sebab dari sini, aku bisa melihat pemandangan di luar sana."Silakan, Mbak," ujar seorang pramusaji, membawa satu mangkuk berisi es krim yang terlihat lezat."Terima kasih," jawabku yang dibalas dengan anggukan, kemudian ia berlalu dari hadapan."Oke, mari senangkan diri, setidaknya dengan es krim ini," gumamku.Perlahan aku mulai menyuapkan es krim ke mulut. Alhamdul
Read more
Bab 38
"Nah, sudah sampai. Silakan, Mbak Husna."Sampai di sini aku masih bertanya-tanya, dengan apa maksud dari semua ini. Pak Hanan sudah bergerak lebih dulu untuk memesan satu porsi. Aku ikut bergerak juga akhirnya, memesan satu porsi untukku.Di sebuah meja yang belum terisi, kami berdua duduk berseberangan, dalam diam, menunggu pesanan. Canggung juga duduk berhadapan dengan Pak Hanan di tempat seperti ini. Tak lama kemudian, pesanan kami telah datang."Mari, Mbak Husna," ujar Pak Hanan, yang mulai menyendok es krim.Sebenarnya selera makanku sudah berkurang, sebab kepikiran kejadian beberapa saat lalu. Tapi demi menghargai Pak Hanan, kuikuti juga gerakannya menyuap es krim ke mulut. Pak Hanan juga cuma senyum-senyum lihatin aku sambil menikmati es krim. Ini orang kenapa, ya?"Pak," ujarku membuka percakapan."Ya?""Terima kasih, ya?""Terima kasih untuk?""Untuk bingkisan Faber Castell, sama kue-kue, sama yang barusan di bawah.""Oh, sama-s
Read more
Bab 39
"Kalian tau apa itu jodoh? Lihatlah kalian berdua. Lihatlah sesaat ke belakang kalian apa yang sudah menimpa kalian, kalian pernah sama-sama hampir menikah, tapi apa, gagal, kan? Ibu dipertemukan dengan Nak Husna saat kecelakaan di perempatan jalan, ibu yakin itu juga bukan kebetulan. Benar yang kamu katakan, Dirga, bahwa kebetulan itu tidak ada, semua sudah diatur olehNya.Lantas lihat apa yang terjadi di depan kalian berdua, lihatlah siapa yang ada di depan kalian sekarang ini ... ."Sampai di sini aku tak bisa mendengar apa pun yang disampaikan oleh Bu Ndari dengan suara yang mulai serak. Kepalaku semakin berat, lantas semua menjadi gelap..Aku berada di sebuah taman yang dipenuhi dengan tanaman bunga mawar warna putih. Sepanjang mata memandang, hanya lautan warna putih yang dominan terlihat oleh indera penglihatan. Pandangan mataku teralihkan dari mengagumi mawar putih yang sedang bermekaran, pada pria berpakaian serba putih yang meminta supaya ta
Read more
Bab 40
"Kalau dipikir-pikir, dunia ini sempit, ya? Kita udah ke mana-mana, melakukan banyak hal, tetep ketemu juga. Sekarang malah di sini, ni, berdua. Udah cocoklah, ya, Kak Dirga belajar jadi calon suami buat Dek Husna, iya nggak?""Ha?""Maaf ya, Na, dulu pernah mengabaikan kamu ... ."Suara lirihnya, entah kenapa membuatku merasa bersalah. Bukankah aku juga melakukan hal sama, dulu."Itu, satu bulannya boleh diskon nggak, sih?""Maksudnya, Kak?" tanyaku ingin tau."Ya kamu, kan waktu itu minta waktu satu bulan. Diskon ya, diskon, please ... ."Kedua tangannya ia katupkan di depan dada, membuat gerakan memohon, membuat aku mengulum senyum melihat tingkahnya."Dikira orang jualan apa, ya, pakai diskon segala," ujarku, dengan senyum dikulum."Kelamaan, Na. Diskon, ya?" Ia kembali memohon."Cabal atuh, cabal."Ia malah terkekeh mendengar jawabanku. Bersamaan dengan itu, pi
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status