All Chapters of Kukembalikan Seserahan Calon Suamiku: Chapter 11 - Chapter 20
170 Chapters
Bab 11
"Kuingatkan kau anak muda. Kau bukan siapa-siapa di sini, selain sebagai karyawan yang digaji bulanan!" ia menggeram lagi."Baik, akan saya ingat. Apa ibu sudah selesai?"Ia malah memutar bola mata dan mencebik tak suka."Maaf, jika ibu sudah selesai, saya permisi. Semoga hari ibu menyenangkan."Kutepuk pundaknya perlahan, kemudian berlalu ke luar, menuju Sinta biasa menunggu jika kami pulang bareng."Hei, saya belum selesai!" Bu Misya masih mengejarku. Entah apa lagi yang ia inginkan. Aku tak merasa memiliki masalah dengannya. Dan kalau ini bersangkutan dengan Pak Hanan, aku tak memiliki hubungan selain sebagai atasan dan bawahan. Lalu, masalahnya apa coba. Aneh sekali.Lenganku kembali dicekal begitu Bu Misya mensejajarkan langkah denganku. Kuhentikan langkah. Kutatap lurus ke dalam matanya."Oke, sekarang katakan, apa yang ibu inginkan dari saya?" tanyaku begitu langkah kami sama-sama terhenti.Empat tahun aku kerja di sini, hampir tak pernah ada pembicaraan khusus, selain tentang
Read more
Bab 12
"Ini apa?" tanya ibu bingung saat kuselipkan amplop coklat di tangannya. Tinggal kami berdua di rumah, sementara Ayah sedang ikut kumpulan bapak-bapak di rumah tetangga."Ini buat ibu, diterima ya, Bu. Aku dapat rejeki tadi," ujarku dengan mengulas senyum."Alhamdulillah. Terima kasih, Nak. Coba ceritakan, bagaimana kamu bisa dapat uang sebanyak ini dalam sehari?" pinta ibu. Digenggamnya tanganku, serta diberikan tatapan hangat.Aku pun mulai bercerita tentang asal muasal uang tersebut. Ibu khusuk mendengarkan, sesekali mengangguk. Detik berikutnya, kulihat ibu menyeka sudut mata. Hal ini membuat aku merasa khawatir."Ibu, kenapa? Kok, nangis?""Oh, enggak, Ibu cuma kelilipan."Selalu begini, kalau sedang menyembunyikan tangisan. Kenapa lagi ibuku ini?"Yang bener? Itu, mata ibu berair begitu?" tanyaku penuh selidik. Kupindai wajah wanita yang melahirkanku. Sama
Read more
Bab 13
"Tuh, kan. Lihat itu, Bu, yang gayanya pendekar," ujarku dengan masih mengulum senyum."Iya dong, biar bisa jagain adik Mas yang cantik, sama ibu yang baik hati ini, iya kan, Bu?""Sudah-sudah, kalian ini, nggak di rumah, nggak di sini, ribut aja. Ini rumah sakit, kalau ribut di sini, nanti pasien yang lain bisa terganggu," ujar ibu melerai kami berdua yang berebut kata."Ya sudah, ayo, Dika mau pulang sekarang.""Lho, kok, pulang? Emang udah dapat ijin dari dokternya? Urusan administrasi gimana?" tanyaku beruntun. Bagaimana, sih, Mas Dika ini. Badan udah luka-luka begini main pulang aja."Tenang ya, adik Mas yang cantik, tadi barusan dokternya ke sini, sudah dikasih surat keterangan kalau Mas bisa rawat jalan. Administrasi juga sudah diurus sama perusahaan, jadi aman. Oke?""Alhamdulillah ... . Ya udah, ayok pulang. Mas, bisa jalan?" tanyaku ragu. Aku masih miris melihat kondisinya sekarang."Bisa dong. Tapi, kalau Dek
Read more
Bab 14
"Fiuh ... ! Selesai juga."Kuhembuskan napas lega saat kuselesaikan semua pekerjaan hari ini. Melihat jam dinding, sudah jam tujuh malam. Terlambat tiga jam dari jadwal pulang. Mana di luar hujan deras."Yah, masih ujan, ya? Nggak bisa pulang dong, kita," ujar Sinta."Kamu nggak bawa mantel?" tanyaku sambil membereskan meja."Bawa, sih, tapi, kamu gimana?" Sinta terlihat khawatir. Ia masih berdiri di belakang meja, terlihat sedang berpikir bagaimana caranya pulang di saat hujan deras seperti sekarang."Gampang kalau aku, mah. Udah, yuk, ke luar dulu aja," ajakku, menghampiri ia yang masih mematung di sana.Beriringan kami berdua ke luar ruangan. Di depan ruang loker kami berhenti, bersama banyaknya karyawan yang juga menunggu hujan reda.Akhirnya karena membludak, ruang paling dekat dengan ruang loker yang sudah ditutup, dibuka lagi."Wah, nggak bisa pulang kalian, ya?" sa
Read more
Bab 15
"Ibu, siapa yang nyari Husna?" tanyaku kemudian."Tamu kamu yang kemarin datang," jawab ibu enteng, tapi menyisakan tanya.Otakku berpikir cepat. Tak ada tamu lain yang datang, kecuali … ."Siapa? Bu Ndari?" tanyaku begitu teringat kalau beliau satu-satunya tamu yang kutemui dalam Minggu ini.Anggukan kepala ibu membuat aku mengernyitkan kening. Bukankah baru kemarin beliau datang? Permintaan untuk mengunjungi juga belum kutunaikan, ini kenapa malah sudah berkunjung lagi?"Sana, Yah, kasih tau anak kita," ucap ibu dengan berbisik, tapi masih dapat tertangkap oleh pendengaranku. Hal ini membuat aku semakin ingin tau, ada apa?Ayah meminta ibu menghentikan pijitan di pundaknya. Beliau berjalan mendekat, kemudian duduk menghadap ke arahku. Aku jadi deg-degan melihat ayah memasang wajah serius. Kulihat ayah menghela napas sebelum mulai berbicara."Husna, Bu Ndari datang dengan niat baik. Tapi, ayah dan ibu menyerahkan keputusan pada kamu. Kamu sudah dewa
Read more
Bab 16
"Ibu dan ayah kuatir kamu kenapa-kenapa, jadi Mas cari kamu. Kalau ada apa-apa, bilang, jangan dipendam sendiri!"Sepeduli ini Mas Dika padaku. Maafkan aku, Mas.Ia berusaha melihat wajahku yang tak juga kuangkat. Isakanku meledak begitu saja. Aku ini kenapa?"Istighfar Dek, ingat sama Allah ... . Astaghfirullahal'adzim … astaghfirullahal'adzim."Ia berusaha membimbingku mengucap kalimat istighfar berkali-kali. Tapi aku masih saja terisak. Mas Dika meniup puncak kepalaku setelah membaca entah apa. Aku merasa lebih tenang sekarang.Tak bisa kutolak lagi saat ia memaksa mengantar aku berangkat kerja. Rasa bersalah menerpaku, saat aku telah sampai, dan memegang satu kantong bekal yang dibawa Mas Dika."Banyak-banyak istighfar ya, Dek, usahakan sambil dzikir saat kerja. Atau kamu ijin saja hari ini?" pintanya saat telah sampai di depan pintu gerbang.Aku hanya menggeleng, kemudian menyalami Mas Dika. "Sampai di dalam, kamu a
Read more
Bab 17
Kuperhatikan lagi rumah tersebut. Rumah yang terasa sejuk, dengan banyak bunga mawar yang terlihat cantik dan terawat."Kamu, tadi pagi mau ke sini, kan?" tanya Mas Dika, masih di atas motor.Sekali lagi aku dibuat terkejut oleh Mas Dika. Meski terhalang oleh masker, tapi terdengar jelas pertanyaan yang ia lontarkan.Semalam, saat aku berada di kamar seorang diri, tiba-tiba saja terlintas hendak mencari tau mengenai Bu Ndari. Berbekal alamat yang pernah beliau beri saat kunjungan pertama kali, aku mencari alamat tersebut menggunakan google earth.Sedikit banyak aku ingin tau, siapa Bu Ndari sebenarnya. Tak hanya melalui google earth, akun sosial media juga tak luput dari penelusuranku. Menganggap diri sebagai detektif, begitulah kira-kira. Tak banyak info yang kudapat, selain gambaran alamat yang tertera."Bagaimana Mas bisa tau?""Ayo jalan."Pertanyaanku tak ia jawab. Sepeda motor kembali melaju. Aku sibuk sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang
Read more
Bab 18
Rasa ingin tahu, membuat aku berkali-kali memeriksa ponsel. Nyatanya itu malah membuat aku tak nyaman. Akhirnya kesal sendiri, saat sore menjelang, tak juga muncul pesan atau apa pun di ponselku."Itu, kenapa mukanya gitu?" tanya Mas Dika keheranan saat aku bergabung menyaksikan acara televisi."Tau ah!" jawabku malas, sambil memencet tombol remot, mencari alternatif acara."Makan dulu sana. Es krimnya masih kan?""Masih. Iya deh, boleh juga. Mas mau?""Enggak, buat kamu aja," diacaknya rambutku yang kubiarkan tergerai. Gegas aku berdiri, mengambil sebungkus es krim dan mulai menikmati isinya."Mas!""Apa, Dek?""Kenapa nggak Mas Dika aja yang duluan nikah?"Ia tak segera menjawab, malah ngeliatin aku yang lagi asyik menikmati es krim."Yah, dia nanya gitu. Gampang kalau Mas Dika.""Beneran gampang? Emang udah ada calonnya? Kenalin dong!"Kuhentikan sejenak dari mengunyah es krim, melihat Mas Dika hingga ia tergagap."Ya … ya
Read more
Bab 19
Rasanya sudah lama aku nggak tidur sama ibu. Kulihat ibu memindai wajahku, sepertinya sedang bertanya, kenapa tiba-tiba aku minta ditemani tidur. Detik berikutnya kulihat ibu tersenyum."Mau, Nak, ayo ibu temani. Mumpung kamu belum punya suami, iya, kan? Nanti kalau sudah bersuami, mana bisa tidur bareng ibu, hehe … .""Ibu ada-ada saja. Memangnya kalau sudah punya suami, kenapa nggak boleh tidur sama ibu? Husna kan tetep anak ibu?"Kuletakkan kepalaku di pangkuan ibu. Damai sekali rasanya di sini. Sehat-sehat ya, ibu, supaya aku bisa berbakti lebih lama lagi."Oh, iya, tentu saja karena kamu harus sama suami kamu. Kalau mau tidur sama ibu ya harus ijin dulu.""Gimana, apa anaknya Bu Ndari sudah menghubungi kamu?" tanya ibu setelah terdiam beberapa saat."Mm … sudah, Bu.""Jadi, gimana? Sudah kenalan?" tanya Ibu ingin tau."Sudah, Bu. Tapi, sudahlah, nanti saja ya, Husna nggak mau buru-buru. Husna masih senang b
Read more
Bab 20
."Aku nyari kamu ke mana-mana, Na. Ternyata kita malah ketemu di sini. Apa sudah lama kamu kerja di tempat Hanan?""Maafkan aku, Kak," tertunduk aku saat berkata. Rasa bersalah yang begitu besar menyelimuti perasaanku kali ini."Husna, bisakah, kita mulai dari awal lagi?"Kutelisik wajah pria di depanku. Ia terlihat lebih dewasa kini. Wajah itu kini terlihat bersinar cerah. Wajah dari pemilik badan tinggi tegap, yang pernah kukagumi pada masanya.Degup jantungku masih bertalu-talu, menghadapi ia yang pernah kutinggalkan demi sebuah perjodohan, yang akhirnya kubatalkan. "Maaf Kak, aku, masih butuh waktu untuk memulai. Aku terlalu terkejut dengan pertemuan kita yang tiba-tiba kali ini," ujarku kemudian.Belum ada juga niatku untuk menjalin hubungan dengan lelaki dalam waktu dekat ini. Termasuk dengan Kak Dirga sekali pun.Aku masih ingin menikmati masa-masa lajang. Bebas bergerak ke sana ke mari, mengumpulkan tabungan dan merancang masa depan.
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status