All Chapters of Mesin Cuci: Chapter 141 - Chapter 150
162 Chapters
BAB 141
Memang dulu aku hampir tak pernah memegang pekerjaan dapur. Semuanya beres oleh tangan terampil Mbak Vita. Kini aku tengah memanen semua keburukanku di masa lalu. Bahkan aku merasa tak pernah berhasil memanjakan lidah suamiku, meski bibirnya menggumamkan pujiannya untuk hasil masakanku. Aku yakin sekali dia tengah berbohong, karena meski aku tak cakap memasak, tapi lidahku masih berfungsi dengan baik. Aku masih mampu membedakan makanan yang enak atau yang tidak. Tetapi Mas Tio tak pernah komplen sedikit pun. Itu yang justru membuatku makin tak berharga, bahkan aku merasa Mas Tio sebenarnya hanya kasihan terhadapku. "Mari tidur. Aku sudah lelah, senyumlah. Aku tak ingin tidur dengan bidadari yang lupa bagaimana caranya tersenyum." ***Minggu siang, aku sengaja berbelanja ke supermarket tak jauh dari rumahku. Mas Tio menawarkan diri untuk mengantarku, meski aku tahu persis malam minggu adalah waktu yang ramai untuk melayani pembeli di warung tendanya. Bahkan kudengar Mas Tio sampai
Read more
BAB 142
Sebuah Ketakutan (POV Tika) "Maaf, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyaku masih berusaha mengingatnya. Aku tak ingin dicap tak sopan karena tetap tak mengingat wajah itu. "Tentu saja Mbak Tika nggak kenal saya, tapi saya tahu persis ini pasti Mbak Tika. Beberapa kali saya lihat foto Mbak di HPnya Mas Tio. Saya Lila, pelanggan setia dia warung tendanya suami Mbak Tika itu ."Seketika aku menarik lengkungan sabit di bibirku. Wanita yang beberapa saat lalu sempat membuatku dan Mas Tio berada dalam ketegangan itu berdiri kurang dari dua meter di depanku. Sebaris giginya yang rapi terasa menusuk-nusuk mataku. Rasanya begitu tak nyaman beradu pandang dengannya, terlebih secara nyata wajah dan tubuh itu jauh di atasku. "Sendirian, Mbak? Mas Tio mana? Bukannya dia tak pernah membiarkan Mbak Tika belanja seorang diri?" Aku menggigit bibir bawahku. Bagaimana dia mengetahui hal itu? Bukankah itu urusan keluarga kami? Dadaku bergemuruh hebat, jantung berpacu begitu cepat, belum lagi
Read more
BAB 143
"Aku permisi, belanjaanku masih banyak. Aku tak ingin membuat anak dan suamiku menunggu lama." Aku tersenyum sekilas dan berlalu tanpa menunggu jawabannya. Biarlah kali ini aku terlihat begitu angkuh, apalagi untuk wanita seperti dirinya. Meski tak bisa kupungkiri selera belanjaku lenyap sudah, aku sudah kehilangan mood untuk meneruskan memilih dan memilah barang. Rasanya otak sudah tak mampu lagi berpikir. Darahku mendidih, ingin sekali marah, tetapi pada siapa? Bisa jadi Mas Tio tak menjelaskan siapa Lila sebenarnya karena dia tak ingin membuatku sakit hati. Tak mungkin seseorang seperti Mas Tio itu sengaja menutupi sesuatu tanpa memiliki maksud. Aku mendorong troliku setelah mengambil beberapa kotak susu untuk Fatih. Bagiku yang penting kebutuhan anak itu sudah sempat kubeli. Untuk yang lain, aku bisa membelinya di toko dekat rumah. Atau pada abang penjual sayur yang hampir tiap hari lewat di depan rumah. Dari arah kasir, aku bisa melihat Lila menolehkan kepala ke samping kanan
Read more
BAB 144
Permintaan Gila Lila (POV Tika) "Mas, kumohon. Jika orang sepertimu saja mengabaikanku, tak mempedulikan uluran tanganku untuk meminta tolong, kepada siapa lagi orang sepertiku menyembuhkan lukanya? Pertimbangkan permintaanku, aku benar-benar membutuhkan sosok seperti Mas Tio yang kurasa mampu mendidikku, mengajakku dalam kebaikan, tak membiarkanku berlama-lama dalam kesendirian." Hatiku bagai tertancap paku. Berdarah-darah, tak berbentuk. Jemariku bergetar, bahkan hawa dingin yang menyelimutiku secara tiba-tiba membuatku menggigil tanpa bisa kukendalikan. Aku yang masih berada di luar rumah menyenderkan punggungku di tembok. Rasanya tak mampu melanjutkan langkahku masuk ke dalam rumah. Timbul ketakutan dalam diriku dengan reaksi yang akan ditunjukkan Mas Tio pada wanita gatal itu. "Kurasa istrimu akan mengizinkan, bukankah kau bilang dia istri yang sangat pengertian? Aku yakin dia pun akan mengerti dengan kesusahan sesama wanita." Lila mulai membawa-bawa namaku kali ini. Aku sen
Read more
BAB 145
"Silahkan tinggalkan rumah ini. Aku harap ini pertama dan terakhir kalinya kau kemari. Jangan membuat istriku salah paham, aku tak ingin melukai hatinya sedikit pun. Siapa Tika, bagaimana masa lalunya, sudah kuterima dengan lapang dada. Tak perlu mengingatkanku akan semua itu, karena kau hanya melakukan hal yang sia-sia saja." "Mas, aku tak akan menyerah begitu saja. Aku yakin suatu saat kau akan bertekuk lutut di hadapanku. Kau akan menyesal telah begitu yakin dengan istrimu itu. Kau tahu, watak tak akan berubah. Kelak Tika akan kembali seperti masa lalunya, menjadi wanita liar yang tak pantas sama sekali mendampingimumendampingimu, melahirkan anak-anakmu, kau akan menyesal dengan keputusanmu saat ini!" Suara Lila menggema di ruangan sempit itu. Aku segera menghindar ke sisi samping rumah, memilih menyembunyikan diri di balik jemuran baju. Aku yakin mereka tak akan menyadari bahwa aku sudah mendengar semuanya. Benar saja, tak lama aku melihat Lila keluar dari rumah menuju mobil se
Read more
BAB 146
Kemarahan Mas Tio (PoV Tika) Wanita bernama Lila itu diketahui sebagai janda dari seorang tuan tanah. Suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu meninggalkan harta yang bisa dibilang tak sedikit. Lila yang tanpa anak itu bahkan tak perlu hidup susah hingga seumur hidupnya. Dari Mang Juned juga kuketahui jika Lila tadinya adalah pembantu di keluarga Pak Runa. Dia yang saat itu masih gadis datang ke rumah Pak Ranu saat lelaki itu masih memiliki istri yang sakit-sakitan. Tak lama, diketahui jika istrinya meninggal dunia tanpa seorang pun berada di sisinya. Wanita itu menemui ajalnya seorang diri, tanpa suami atau anak-anaknya. Tadinya anak-anak Pak Ranu ingin menyelidiki kematian ibu mereka, tetapi oleh lelaki itu dilarang. Baginya, membongkar makam istrinya justru makin membuat lelaki itu makin sulit kehilangan sosok wanita yang menemani kehidupan lelaki itu dari titik nol. Semua anak Pak Runa dari istri pertamanya sudah menjadi orang sukses. Oleh karenanya mereka tak terlalu pedul
Read more
BAB 147
Meski pada Mas Tio dia sudah sangat akrab, tetapi padaku Mang Juned tetap memanggilku dengan sapaan Mbak. Pernah kuminta dia memanggilku langsung, tetapi dia menolaknya dan beralasan segan. "Dia datang ke rumah, terang-terangan meminta Mas Tio untuk menikahinya. Dia bilang bisa menjamin kehidupan Mas Tio dan keluarga kecil kami." Lelaki itu menarik napasnya perlahan. Matanya menerawang, menatap jalan setapak yang berada di depan rumahnya. "Kalau Mamang sih yakin sama Tio, Mbak." Ucapan Mang Juned sedikit membuatku lega. Dia yang mengenal Mas Tio jauh sebelumku mengenal suamiku tentu lebih bisa mendalami sifat lelaki itu. "Tio bukan lelaki seperti itu. Jangankan menggadaikan rumah tangganya dengan iming-iming harta, susah seperti apapun saat kami di jalanan dulu, dia orang yang paling lurus yang pernah Mamang kenal, Mbak. Percaya saja sama Tio. Nggak mungkin dia macam-macam." "Tetapi ya itu, Mbak Lilanya gimana. Kalau kataku kalian mending hati-hati. Orang seperti dia mudah sekali
Read more
BAB 148
Melawan Lila (POV Tika) Wanita itu menegakkan punggungnya di depanku. Matanya menelisik setiap detil pakaian yang kukenakan. Sebuah tarikan bibir tak simetris terlihat dari sudut bibirnya. Wanita itu menyeringai sombong, tatapannya mengartikan posisinya yang jauh lebih tinggi dariku. Aku paham. Wanita itu kemari menaiki mobil sedan mewah metalik yang mungkin sengaja diparkir di depan pintu masuk kafe tempat kami sepakat bertemu. Entah apa yang ingin dia bicarakan, yang jelas aku ingin dia berhenti bertingkah mengganggu suamiku. Apapun alasannya. "Apa yang ingin kau katakan?" tanyanya dengan menaikkan satu kaki di atas kakinya yang lain. Dagunya terangkat, membuatku makin muak dengan sikapnya. "Berhenti menganggu suamiku," ucapku dengan tegas. Kalimat singkat yang kuharap mampu membuatnya berpikir berulang kali untuk melanjutkan rencana yang ada di otaknya. "Apakah Mas Tio tahu kau kemari?" Pertanyaannya membuatku rasa percaya diriku runtuh. Bahkan ini kali kedua aku membohonginy
Read more
BAB 149
Lelaki itu menelisik tubuhku dari atas ke bawah. Senyum meremehkan yang dia keluarkan membuat keringatku keluar deras. "Atau… Saat ini begini stylemu untuk menarik pelanggan?"Deg. Lelaki itu merendahkanku. Mengusik harga diri yang selama ini kujunjung tinggi-tinggi. "Jika dulu aku begitu menggilaimu, membayangkanmu saja membuatku tak bisa tidur pulas, apalagi saat perutmu itu mulai membuncit… . ""Hentikan!" Aku berteriak, membuat seisi kafe itu menoleh ke arahku dan Pak Basri. Dia yang entah dimana rasa malunya bahkan terlihat tertawa melihat ekspresi orang-orang yang melihat kami. "Tenang, jangan salah paham. Dia hanya wanita yang pernah kubayar di masa lalu. Bukankah tak salah jika saling menyapa karena kami pernah saling menguntungkan di masa lalu?" "Cukup! Anda benar-benar kelewatan!" Air mataku luruh. Lelaki itu sama seperti dulu, tak pernah punya rasa kemanusiaan meski secuil. Lelaki yang mengedepankan hasrat itu membuatku meluapkan emosi yang baru saja kutahan saat berha
Read more
BAB 150
"Mengapa mengulangi kesalahan yang sama, hmm?" tanyanya dengan menaikkan daguku dengan tangannya. Mata itu teduh, melihatku dnegan tatapan yang membuatku meleleh. Sungguh sebesar itu rasa cintaku pada suamiku. "Aku gatal ingin memberi pelajaran pada wanita itu, Mas. Aku tak suka kau diam, karena diammu adalah sinyal penerimaan menurut versi si gatal itu." Mas Tio tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Bisakah kau tak mengeluarkan kata-kata kasar? Telingaku sakit, sayang." Dia mendekatkan wajahnya pada wajahku. Diciumnya pipiku dengan lembut. Wajahku memanas menerima perlakuan manisnya. "Jangan sampai anak kita mendengar ibunya berkata kasar seperti itu lagi. Aku tak ingin madrasah pertamanya justru yang mengajarkan kata-kata makian padanya. Ingat, dia lelaki, jangan sampai perangainya menjadi kasar. Dia akan menjadi pemimpin di masa depan." Aku terharu, bahkan dia selalu mengingatkanku akan hal itu. "Maaf, Mas. Aku terlalu rusak di masa lalu. Banyak sekali hal yang harus kamu
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status