All Chapters of SUKSESKU BERAWAL DARI SAKIT HATI: Chapter 21 - Chapter 30
33 Chapters
Mulai Dijahili
Dewi seakan terkejut mendengar pertanyaanku, mungkin ia merasa tersinggung juga. "Saya bisa 'melihat' sesuatu yang tak kasat mata, tapi tak bisa menjahili orang dengan kelebihan saya ini," jawab Dewi. "Hanya saja saya memang pernah berdoa kepada Alloh untuk membisukan Kak Yuni, tapi malah anaknya yang kena. Itu semua kehendak Alloh, Bu. Saya kan sudah pernah cerita," lanjutnya.Aku menganggukkan kepala, namun dalam hati masih meragukan pengakuannya. Memang, kuasa Alloh itu sangat nyata adanya, tapi baru kali ini aku menyaksikan sendiri suatu hal yang rasanya sangat mustahil dan di luar logika, anak Yuni yang tadinya cerewet mendadak jadi gagu."Begitu, ya. Maaf ya, Wi. Saya gak maksud nuduh macem-macem. Hanya saja, tadinya saya mau minta tolong, kalau kamu memang bisa melakukan sesuatu dengan kelebihanmu itu," kataku."Minta tolong apa, Bu? Insyaalloh saya siap, asal bukan menjahili orang.""Bukan lah, Wi ... niat saya bukan untuk jahil, tapi supaya jadi pelajaran saja," kataku, lalu
Read more
Godaan Mantan Suami
"Keluarga mereka memang bikin ngelus-ngelus dada, kudu banyak istighfar kalau berhadapan dengan mereka," ujar yang lain.Aku berjalan beriringan dengan ibu-ibu yang usianya jauh di atasku. Mereka tak henti membicarakan keuarga Kang Agung."Sejak nikah dengan Rosi, keluarga Pak Agung jadi berubah, ya. Meskipun kaya raya, tapi sepertinya hidup mereka gak tenang. Maklumlah, namanya juga dekat dengan ilmu hitam ya begitu. Jauh dari kedamaian, bawaannya panas hati melulu," timpal Bu Saodah yang rumahnya dekat dengan rumah Kang Agung."Kasihan ya, Pak Agung. Dia kan guru SD sekaligus guru ngaji, sekarang jadi hilang wibawa gara-gara tingkah laku istri dan ibunya. Dia diberhentikan oleh ketua DKM, tidak diperbolehkan mengajar ngaji lagi," balas Bu Siti dengan pelan."Lho, kenapa Bu?" tanyaku. Aku kecewa mendengar kabar pemecatan Kang Agung sebagai guru ngaji. Kalau begitu kenyataannya, Zulfa akan kesulitan bertemu ayahnya lagi. Hanya saat mengajilah mereka bisa bertemu. "Itu lho, gara-gara
Read more
Dicurangi
"Katanya, ayam goreng di sana dari ayam tiren. Terus dia juga bilang warungnya jorok, gak higienis, makanannya kotor," jawab pemuda itu."Kalian percaya gitu aja?" tanya Mang Duloh."Iya. Saya percaya, karena pas saya deketin warungnya mau pilih menu ... kok kecium bau busuk banget! Ya sudah, saya ajak kawan-kawan pergi lagi karena jijik!"Mang Duloh mengernyitkan dahi. "Heh, apa bener yang kamu bicarakan itu? Saya kenal baik dengan pemilik warungnya, dia orangnya sangat resik! Kalian jangan macam-macam, ya!" ancamnya."Kalau Mang tidak percaya, silakan saja datang sendiri ke warung itu! Jangan paksa kami untuk beli di sana," balas si pemuda sambil menstarter motor, diikuti anak buahnya. Mereka hendak melanjutkan perjalanan.Mang Duloh menghentikan mereka. "Eh-eh! Saya belum selesai bicara!" katanya sambil menahan motor ketua geng. "Dengar, saya gak maksa kalian jajan di sana, saya cuma mau minta supaya kalian tidak ngomong macam-macam ke orang lain. Warung itu lagi ada yang menjahili
Read more
Syarat
Geramnya hatiku menerima perlakuan Rosi. Harusnya dia bicara seperti itu pada dirinya sendiri! Bu Onah dan Nia ikut mendekat dengan ekspresi terkejut melihatku ada di sini, sekaligus senang karena punya sasaran empuk untuk dibully. Mereka berdiri tepat di samping Rosi dan mulai membuka mulut hendak ikut memakiku. Beruntung ada Kang Adnan—supir angkot, ia segera membantuku keluar dari kerumunan dan meninggalkan keributan."Lagian kenapa Neng Asih datang ke sana, sih?" tanya Kang Adnan sambil mengemudikan angkot. Aku kini berada di kursi penumpang, diantar Kang Adnan kembali ke warung."Saya tadinya cuma mau lihat aja kenapa jalan raya dekat warung kok sepi, gak ada kendaraan lewat. Kirain ada kecelakaan di perempatan. Eh, ternyata Rosi jualan takjil juga di sana," jawabku."Kenapa gak minta tolong Mang Duloh, atau tunggu saya datang," katanya.Aku tak menjawab pertanyaannya, karena tahu betul ada sesuatu di balik perhatian Kang Adnan. Sejak pertama bertemu, ia selalu memberi perhatian
Read more
Firasat Dewi
"Apa itu, Asih?" tanya Kang Agung."Didiklah keluargamu dengan benar, sehingga mereka tak mengganggu hidupku lagi! Kalau kau berhasil membuat mereka berhenti mengusikku, aku akan memaafkanmu!" tegasku."Apakah ... itu berarti kita bisa bersama lagi? Aku bisa menceraikan Rosi untukmu." ucapnya penuh harap.Apa yang ada di pikirannya sampai-sampai berpikir untuk mengorbankan pernikahannya saat ini!"Tidak, Kang! Memaafkan bukan berarti menerimamu lagi! Permisi," jawabku penuh rasa kesal, seraya meninggalkannya sendirian.Tak ada tempat untuk seorang penghianat. Walau pada saat itu Kang Agung berada dalam pengaruh pelet, tetap saja tak bisa mengubah kenyataan bahwa ia telah berpaling dariku. Rasa cinta pada Rosi yang masih tertanam di hatinya, memberi celah pelet itu masuk mengganggu akal sehatnya.*"Hari ini warung buka sampai malam, Bu?" tanya Dewi saat membuka tirai warung."Iya, kita buka seperti biasa," jawabku.Lima puluh cup takjil untuk dikirim ke masjid sudah siap dalam keresek
Read more
Ular
Aku terpaku beberapa detik saat melihat Dewi jatuh pingsan. Kemudian berubah panik dan ikut membantu Yuni dan Sumi memangku tubuh Dewi ke dapur. Tidak ada tempat lagi, karena tak mungkin membaringkannya di dalam warung."Jangan-jangan Dewi lemas berpuasa," ucap Yuni."Gak kok, dia gak puasa, lagi M katanya," balas Sumi.Aku mendengar seseorang memanggil dari depan warung, lekas kuhampiri dan menyuruh mereka berdua untuk menjaga Dewi.Sudah hampir Maghrib, rupanya Bu RT sekeluarga yang datang. Sepertinya mereka baru pulang ngabuburit. "Mau pesan apa?" tanyaku setelah mereka duduk di meja paling pojok, dekat lemari."Takjil dan semua menu yang ada, saya mau mencobanya, Neng," jawab Pak RT. "Ini pertama kalinya kami jajan di warungmu, iya kan, Bu?" lanjutnya."Betul. Jadi pengen nyobain masakan Neng Asih yang viral seantero Kampung Asem. Kebetulan saya gak masak, karena kesorean pulang ngabuburit," jawab Bu RT, kemudian mengusap rambut anaknya. "Ayo, sapa Bu Asih dulu," titahnya pada an
Read more
Penyebab Asih Sakit
Kami langsung menghampiri Dewi ke dapur dan mendapati ia tengah terduduk sambil menutup wajah dengan kedua tangannya."Ada ular di lemari itu, Bu!" kata Dewi ketakutan, jari telunjuknya mengacung ke arah lemari di dalam warung.Aku duduk di sampingnya, dan merangkul tubuh Dewi. "Iya, Wi. Sekarang semuanya sudah selesai. Makhluk itu sudah pergi," kataku menenangkannya.Yuni dan Sumi juga ikut menenangkan, mereka memberikan air minum dan takjil untuk Dewi yang lemas setelah bangun dari pingsan."Tadi, pas saya sudah bisa melihat bahwa ada ular dalam lemari itu, mata saya tiba-tiba buram dan langsung gak sadarkan diri pas mau ngasih tahu Ibu."Dewi menceritakan penglihatannya. Ternyata, jin itu dikirim di hari yang sama dengan dibuangnya sampah-sampah dari TPS belakang terminal oleh Kang Agung. Namun, karena waktu itu aku masih sering mengaji sebelum mulai memasak di warung, jin itu kesulitan beraksi. Baru hari inilah rupanya ia bisa menjalankan perintah 'tuannya' untuk mengganggu warung
Read more
Kebodohan Asih
Sengaja aku mengambil jalan ke perempatan, agar lewat di depan toko Pak Asep, berharap bertemu dengan Rosi. Akan kuseret ia ke tempat sepi dan membuat perhitungan dengannya. Pagi hari dia bekerja di toko, sore hari berjualan takjil. Kulihat toko itu sudah buka dan cukup ramai. Beberapa karyawan melayani pembeli dan dua orang kuli angkut mengangkut barang yang baru datang dari mobil sales. Aku memperlambat langkah kaki, sambil terus mencari keberadaan Rosi di dalam sana. Namun, hanya tas kulit warna hitam miliknya yang kulihat di meja kasir. Aku berhenti sejenak. Amarahku terpanggil. Jika emosiku sedang dalam kondisi seperti ini, maka aku bisa berubah ganas. Tak akan peduli rasa malu dan kasihan, segala hal mengerikan bisa saja terjadi. Kakiku hendak melangkah ke dalam toko untuk mencari keberadaan Rosi, namun tertahan."Kalau kamu bisa bersabar dengan kemarahanmu, kamu akan terhindar dari penyesalan, Asih!" Tiba-tiba aku teringat nasihat ibu. Ia pernah mengatakannya ketika aku baru
Read more
29
"Bu, Sudah Bu! Nanti dia bisa mati!" Sumi berusaha melepaskan tanganku dari Rosi. "Istighfar, Bu. Sudah cukup. Rosi sudah merasakan kesakitan. Wajahnya sudah memerah, dia seperti orang sekarat. Astaghfirulloh ... ya Alloh!" Yuni panik. Ia membantu Sumi menyingkirkan tanganku. Aku tahu batasanku, meski marahku seperti orang kerasukan, tapi aku tahu kapan harus berhenti. Kubiarkan Rosi bernapas lega kembali. Dia mengambil napas berkali-kali, dan menghembuskannya sepuas mungkin. Kedua tangannya memegangi leher, mungkin dia sedang mengucap syukur karena aku tak sampai memutuskan urat nadinya. Sudah cukup aku memberinya peringatan. Mulai sekarang, kupastikan dia tidak akan berani menggangguku lagi. "Apa maumu? Kalau aku merebut Kang Agung darimu, kamu mau apa, hah? Berkali-kali kamu ngirim santet, tak ada satu pun yang mempan. Sekarang kamu datang ke sini untuk menjual rasa cemburu, agar aku kasihan dan menjadi lembek. Setelah itu, kamu akan mengintimidasiku. Itu kan, rencanamu? Busuk!
Read more
Netizen
"Sa-saya masih mau kerja di sini, Bu," jawab Yuni sambil terisak. Ia pasti sangat malu sekaligus tersinggung. Mungkin dalam hatinya ia ingin lari dari sini, kemudian mencari pekerjaan lagi di tempat lain, tetapi sadar bahwa susah mencari pekerjaan lagi. "Kalau begitu, mulai sekarang buang sifat jelekmu. Kalau mau kerja di sini harus kerjasama, gak boleh saling menjatuhkan. Saya ingin warung saya sukses lagi. Kalau kamu membuat rekan kerjamu gak nyaman, bagaimana semua itu bisa terwujud?" kataku.Yuni tertunduk cukup lama. Wajahnya sangat tegang. Siapa suruh memantik emosiku? Belum reda amarah karena Rosi, Yuni malah membuatku semakin panas. Mau tak mau ini harus terjadi—aku memarahinya.Tak ada lagi berani membuka suara untuk memecah keheningan. Kuperintahkan mereka untuk kembali bekerja. Kali ini waktunya masak. Bukan untuk dijual, melainkan untuk disedekahkan ke masjid."Masak menu seperti biasa. Bahan-bahannya ada dalam keresek di dapur, di atas bangku," kataku.Mereka berpandanga
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status