SUKSESKU BERAWAL DARI SAKIT HATI

SUKSESKU BERAWAL DARI SAKIT HATI

Oleh:  Widanish  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
33Bab
4.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Asih adalah seorang single parent yang dicerai suaminya karena orang ke tiga. Di masa lalu, dia menjadi istri dari lelaki bernama Agung. Semenjak kehadiran Rosi dalam pernikahan mereka, hidup Asih menjadi berantakan. Terlebih, Rosi memakai ilmu hitam untuk memuluskan hasratnya merebut Agung dari Asih. Belum lagi, persaingan pekerjaan antara Asih dan Rosi di Toko Kelontong milik Pak Asep membuat Asih harus tersingkir dengan cara hina akibat fitnah dan hasutan Rosi. Dari situlah, kehidupan pernikahan dan karir Asih hancur berantakan. Asih menjadi terpuruk, apalagi dia juga harus menghidupi satu orang anak perempuannya yang bernama Azkia. Bagaimana perjuangan Asih untuk bangkit dari keterpurukan?

Lihat lebih banyak
SUKSESKU BERAWAL DARI SAKIT HATI Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
33 Bab
SUKA MENGHASUD
"Kenapa dimaafkan, Bu? Pecat saja! Kita jadi rugi gara-gara dia!" ucap Yuni sambil bersungut."Jangan, Yun. Hanya kesalahan kecil, tak perlu sampai dipecat," jawabku.Yuni adalah pegawaiku yang paling cerewet. Dia pandai bersilat lidah. Kadang lidahnya digunakan untuk berkata baik, tapi lebih seringnya ia gunakan untuk menghasud."Masa dibiarkan saja, Bu? Kemarin salah ngasih uang kembalian, hari ini terulang lagi. Kan hilang lima puluh ribu, padahal untung kita gak seberapa," tambahnya.Aku hanya tersenyum tipis. Jadi ingat jaman dulu, waktu masih kerja di toko kelontong milik Pak Asep. Ada yang mirip-mirip Yuni."Dewi masih kecil, dia cuma lulusan SMP, itu juga gak tamat. Saya gak akan pecat dia," ucapku, agar Yuni berhenti membahas kesalahan Dewi."Nah, justru itu, Bu. Kenapa kita gak cari orang baru untuk menggantikan Dewi? Kebetulan, adik saya juga nganggur di rumah. Kalau dibandingkan Dewi, adik saya pasti lebih pintar. Adik saya banyak bisanya. Gak cuma cekatan disuruh kesana-k
Baca selengkapnya
ORANG-ORANG YANG IRI
"Ngomong apa kamu sama Dewi, Yun?" Aku menghampiri Yuni di dapur, ia masih mencuci piring. "Memangnya kenapa, Bu? Tadi dia ke sini, saya cuma bilang kalau hari ini warung rugi lima puluh ribu, gara-gara dia salah ngasih kembalian," jawabnya dengan muka manis. "Terus ngomong apa lagi?" tanyaku, agak membentak. Yuni jadi ketakutan. Memang, baru kali ini aku 'keras' terhadapnya. "Sa—saya bilang, adik saya lebih pintar—" Yuni menunduk. "Astaghfirulloh, Yuni! Dia masih kecil, umurnya aja jauh di bawah kamu. Kok kamu julid sama anak kecil, sih? Pantes aja dia nangis, kamu ngomongnya keterlaluan! Lagipula, apa maksudmu membandingkan Dewi dengan adikmu? Apa kamu mau membuat Dewi gak betah kerja di sini, agar adikmu bisa menggantikannya?" cecarku. Berkali-kali Yuni membuat 'kabur' pegawaiku, berkali-kali pula aku mencari pegawai baru dan tak meloloskan niat Yuni yang ingin memasukkan adiknya di warung nasiku. "Ma—maaf, Bu. Saya cuma merasa sayang dengan warung
Baca selengkapnya
ASAL MENGHAKIMI
"Pencuri! Enyah kau dari sini! Jangan sekali-kali kau atau keluargamu lewat di depan ruko ini lagi! Haram mataku melihat kalian!" hardik Pak Asep ketika aku berlutut di kakinya untuk bersumpah, bahwa aku tak mencuri uangnya sebanyak sebelas juta."Demi Alloh—"Belum selesai aku bersumpah dan menjelaskan duduk perkaranya, Pak Asep menendang tubuhku hingga terpental ke luar toko. Kakinya kuat menghantam perutku yang tengah mengandung tujuh bulan, hingga esok harinya aku keguguran. Kang Agus yang saat itu masih jadi suamiku, murka karena aku gagal melahirkan anak kedua.Semua orang menyaksikan, para pejalan kaki dan pengemudi kendaraan seketika berhenti melihat kejadian waktu itu. Ya, toko kelontong Pak Asep terletak di pinggir jalan raya, sehingga semua orang dapat melihatnya.Sejak saat itulah aku berhenti kerja di tokonya, karena Rosi telah memfitnahku mencuri uang Pak Asep sebesar sebelas juta. Padahal, uang itu dipinjam Rosi dariku. Hingga Pak Asep menanyakan uang itu, Rosi belum ju
Baca selengkapnya
DOA ORANG TERDZOLIMI
Ibuku memang selalu emosi terhadap Kang Agung. Setiap kali mendengar namanya, atau ingatannya tentang mantan suamiku itu muncul, ibu selalu emosi."Bukan masalah masih 'ngarep', melainkan Asih lebih senang merintis usaha warung nasi. Lagipula Asih masih trauma, Bu," jawabku."Tapi kamu masih muda. Usiamu masih tiga puluh tahun, ibu pengen kamu ada yang mendampingi, biar ibu tenang," ucapnya seraya duduk di meja makan. Aku menuangkan nasi dan lauk nya ke piring ibu.Entahlah, bagaimana lagi aku harus menjawab. Keinginan ibu memang masuk akal, ia sudah sepuh dan khawatir tak ada yang menjagaku andai ia sudah tiada. *Subuh-subuh aku menuntun Dewi menuju ke warung, setelah susah payah membujuknya agar mau kembali bekerja. Kasihan dia, jika tak bekerja ... bagaimana ia dan neneknya bisa makan?"Bu, Dewi takut. Kak Yuni selalu bersikap manis tapi kata-katanya selalu menyakiti hati Dewi," curhatnya di sepanjang jalan."Memangnya, dia suka ngomong apa aja?" tanyaku."Katanya Dewi masih anak
Baca selengkapnya
KUASA ALLOH
Memang, kemarin itu aku lihat Dewi sangat tertekan menahan sakit. Andai ia masih ada orangtua, aku yakin mereka akan melabrak Yuni atas perlakuannya terhadap Dewi."Ah, mungkin cuma kebetulan, Wi. Gak usah dipikirkan," responku menenangkan Dewi, karena ia terlihat khawatir dan merasa bersalah.Namun dalam hati, aku merasa yang dikatakan Dewi bisa jadi benar. Doa seorang yang tersakiti dan terdzolimi bisa saja dikabulkan Alloh. Apalagi Dewi yatim piatu, satu-satunya tempat ia mengadu hanya Alloh."Bu, Dewi mau bantu-bantu Kak Sumi masak, ya. Maaf kalau Ibu terganggu dengan cerita Dewi barusan," ucapnya seraya berlalu ke dapur.Keajaiban memang bisa saja terjadi dalam hidup ini, semua tak lepas dari kuasa Alloh. Siapa sangka, hidupku yang dulu susah bahkan untuk makan pun harus menjatah sehari sebesar dua puluh ribu rupiah, kini berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat. Aku mengelap piring saji dan menatanya. Satu per satu menu yang dimasak sudah matang, diantarkan Sumi kepada
Baca selengkapnya
MASA LALU ASIH
Matanya terlihat sembab seperti habis menangis, Yuni memelas meminta belas kasihan."Bu, tolong saya ...," ucapnya lirih.Aku membawanya ke belakang karena malu dilihat pelanggan. Biar warung dijaga Sumi dan Dewi selagi aku bicara dengan Yuni."Kenapa kamu?" tanyaku setelah kami duduk di bangku tempat mengiris sayuran."Ardi tiba-tiba gagu, gak bisa bicara, tadi malam suhu badannya panas. Saya sudah bawa ke dokter tapi kata dokter Ardi baik-baik saja, tidak terdeteksi sakit secara medis, Bu," katanya."Kok aneh, bisa tidak terdeteksi begitu? Coba ingat-ingat, Yun ... barangkali kamu punya dosa sama orang, sehingga orang itu sakit hati. Bisa jadi penyakit anakmu karena lidahmu telah melukai perasaan orang lain, dan orang itu tidak terima," kataku, mencoba memberinya nasihat.Yuni mengelap air matanya yang menetes, dengan menggunakan sapu tangan. Ia terlihat tidak terima ketika aku bicara seperti barusan. Kadang, ia memang selalu memperlihatkan sifat bengalnya."Bu, apa Ibu bicara begit
Baca selengkapnya
MASA LALU ASIH (2)
"Nia, tolong ... bantu kakak berjalan ke kamar. Rasanya sakit sekali perut ini," kataku pada adik ipar yang kebetulan keluar rumah."Aduh, Kak ... maaf ya. Nia buru-buru mau jalan sama temen nih," jawabnya seraya melengos. Dia sudah lulus SMA. Hobinya dandan, terus main bersama geng-nya. Astaghfirullloh ... hanya itu yang bisa kuucapkan setiap kali menerima perlakuan abai dari keluarga Kang Agung. Mereka tak pernah mempedulikanku. Andai saja aku tidak bekerja, mungkin aku dan anakku akan kelaparan, karena gaji Kang Agung—yang saat itu masih berstatus guru honorer—belum cukup untuk menafkahiku.Akhirnya, aku pun berjalan tertatih-tatih ke kamar, sambil berpegangan ke dinding rumah. Betapa sakit dan pegal-pegal badanku waktu itu, hingga kasur butut pun bagaikan harta karun bagiku, aku berbaring dengan nyaman di atasnya.Malam setelah Kang Agung pulang mengajar ngaji, aku mengutarakan keinginanku untuk pulang ke rumah ibu."Kenapa, Sih?" tanya Kang Agung."Aku ingin pulang dan dekat ibu
Baca selengkapnya
MASA LALU ASIH (3)
Bayi yang keguguran itu berjenis kelamin laki-laki yang sangat dinantikan Kang Agung, mungkin itulah sebabnya ia merasa sangat down dan emosi pada saat itu. Karena anak impiannya harus gugur."Ini semua juga gara-gara kamu, keras kepala! Dari dulu sudah kubilang tak perlu bekerja di sana, tapi kau tak mau menurut. Lihat, sekarang jadi begini kejadiannya! Asep menendang bayi laki-lakiku hingga gugur!" katanya menyalahkan sambil membentakku, dengan suara yang begitu keras.Tangan Kang Agung melayang di udara namun terhenti, karena ibu membuka pintu sehabis dari toilet. Betapa terkejutnya ibu melihat Kang Agung tengah mengepalkan tangannya ke arahku."Astaghfirulloh ... Agung! Ternyata kamu tukang mukul!" pekik ibu.Kang Agung menurunkan tangannya dengan lemas, kemudian ia jatuh terduduk di lantai, tak berdaya. Suster datang setelah ibu memanggilnya, lalu membaringkan Kang Agung di ranjang sebelahku.Ibu masih terlihat kecewa pada Kang Agung, ia terus mengusap-usap keningku. "Apa selama
Baca selengkapnya
MASA LALU ASIH (4)
Mereka terperanjat kaget saat kupergoki. Aku pun segera menarik tangan Kang Agung agar ia keluar dari warung bakso itu. Saat itu juga Rosi menghalangiku, dia ikut menarik tangan Kang Agung."Rosi, lepaskan suamiku! berani-beraninya kamu jalan dengan suami orang!" kataku setengah membentak. "Kamu juga, Kang ... apa tidak malu suap-suapan dengan wanita lain sambil dilihat banyak orang? Mereka tahu kamu suamiku, di mana urat malumu, Kang?" lanjutku pada Kang Agung, ia hanya diam tak menjawab.Rosi mendorong dadaku, "heh, coba tanya suamimu ... siapa yang mengajak jalan duluan? Tadi habis Ashar dia menjemputku di rumah," jawab Rosi membela diri."Terus kenapa kamu mau? Sudah tahu dia suamiku!" balasku."Aku tak bisa menolak, Asih. Aku masih mencintainya. Dan harus kamu ingat, kamu lah yang telah merebut dia dariku!" Rosi membalas dengan tak kalah galaknya, seolah dia lah yang menderita.Rosi adalah cinta pertama Kang Agung. Sebelum melamarku, Kang Agung lebih dulu melamar Rosi tapi ditola
Baca selengkapnya
MASA LALU ASIH (5)
Aku diam terpaku, hilang akal beberapa saat, kosong. Beruntung ibu yang mendengar percakapan kami langsung menghampiri."Ya sudah kalau kamu memang tak mau lagi dengan Asih. Saya ridho menerima Asih kembali. Silakan kamu pergi, segeralah urus perceraianmu. Tapi ingat ... anakku bukan pencuri!" Ibu berkata dengan penekanan yang begitu kuat. Rasa sakit hati, tersinggung dan kesal seolah menjadi satu dalam benaknya. "Kamu hanya menjadikan gunjingan warga sebagai alasan. Mentang-mentang mau jadi PNS, lupa sama Asih. Waktu kamu melarat anakku setia menemanimu bahkan ikut membantu cari nafkah, sekarang saat kamu sukses malah membuangnya!" Kang Agung tertunduk seperti biasa, ia tak pernah berani melawan orangtua. Sementara aku memandanginya dengan tatapan kosong. Masih tak percaya dengan apa yang menimpaku. Mimpikah aku, menjadi janda di usia dua puluh tujuh tahun? Belum reda gunjingan warga tentang tuduhan mencuri, mereka pasti akan menggunjingku lagi karena diceraikan."Besok akan saya u
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status