Lahat ng Kabanata ng Tamu yang Tak Diundang: Kabanata 21 - Kabanata 30
111 Kabanata
Membalas perlahan
"Bu Medina? Ibu ngapain di sini?" Aku menoleh sebentar ke arah Bi Jum yang datang ke dapur menghampiriku yang sedang memasak. "Masak. Tolong Bi, ambilkan satu piring di almari. Buat menaruh ini," titahku dengan menyorot ke hasil masakanku di pagi buta ini. Setelah solat subuh aku menuju dapur untuk membuat sarapan pagi. "I–iya, Bu." Meski kebingungan, Bi Jum tetap menurut. Ia bergegas mengambilkan apa yang kuminta. "Maaf, Bu. Kenapa Ibu bereskan semua? Masak juga. Terus kerjaan Bibi apa, Bu? Apa Ibu mau memecat Bibi?" Tampak hati-hati Bi Jum bertanya. Aku tersenyum menanggapinya. Tidak mungkin aku memecatnya karena Bi Jum tidak membuat kesalahan apapun. Mungkin belum dan kuharap tidak pernah. Apa yang kulakukan hanyalah pelampiasan atas kemarahan pada seseorang yang tidak bisa kuluapkan langsung ke orang yang bersangkutan. "Nggak Bi, nggak papa. Saya lagi pengen aja membersihkan rumah sendiri. Biasanya juga begitu. Mungkin karena terbiasa jadi lupa ternyata sudah ada Bibi," ja
Magbasa pa
Pertemuan
"Bu." Suara memanggilku disertai ketukan pintu berbunyi bersamaan di depan pintu kamar. "Ya, tunggu!" sahutku meyakini kalau yang barusan memanggil adalah Bi Jum. Segera aku bangun dan menggendong Malik menuju arah pintu. Alisku terangkat dan saling bertaut menanyakan apa maksud Bi Jum memanggil. "Anu, Bu. Itu Bapak." Tampak hati-hati Bi Jum menjawab, tapi tak jelas apa maksudnya. "Bapak? Suami Saya, Bi? Memangnya Mas Surya kenapa?" tanyaku bingung. "Anu, Bu. Bapak minta dibuatkan kopi, tapi katanya minta Ibu yang bikinkan."Kerutan di keningku mengendur mendengar perkataan Bibi. "Oh, itu. Gampang Bi. Suami saya itu suka kopi hitam dengan taburan sedikit kayu manis diatasnya, terus–" Mencoba menjelaskan tapi disela Bi Jum. "Anu Bu, katanya Ibu saja yang bikinkan. Jangan Bibi. Rasanya pasti beda. Tadi Bibi sudah mau coba tapi dilarang Bapak."Aku mendesah berat. Laki-laki itu, apa lagi maunya? "Ya sudah, biar Saya, Bi. Ada lagi yang mau disampaikan?" Bi Jum menggeleng da
Magbasa pa
Kejujuran Yang Pahit
"Aurel, silakan bicara. Waktu dan tempat dipersilahkan," ujarku meminta Aurel bicara setelah Mas Surya duduk. Lelaki tersebut ternyata memilih duduk di sofa yang sama denganku, di sebelahku. Kukira ia akan duduk di sofa yang sama dengan diduduki Aurel. Wajahnya masih diliputi kebingungan. "Heh, aku tak tahu kalau kamu bisa selicik ini Na. Seharusnya aku sadari itu sejak awal kamu ubah pertemuan kita," ucap Aurel dengan sinisnya. Aku tersenyum tipis menanggapi kekesalannya. Licik darimana? Aku hanya menghadirkan sumber dari dua sisi. Kalau sisi satu mengaku begini, maka kita dapat menanyakan langsung ke sisi kedua apakah yang dikatakannya itu benar atau salah. Padahal yang pantas dikatakan licik itu adalah dia. Bersembunyi dibalik kata sahabat nyatanya sekarang mengaku ada sesuatu dengan suamiku. "Ini apa Rel? Apa yang ingin kamu katakan? Kenapa di sini? Kamu bilang sakit makanya tidak masuk kerja, tapi sekarang apa ini?" Pertanyaan berturut Mas Surya lemparkan pada Aurel. Sepert
Magbasa pa
Maafkan Ibu, Nak
"Karena itulah aku meminta Surya untuk melepaskanmu, Na. Selama ini dia tersiksa mencoba mencintaimu–""Rel, sudah hentikan!" Mas Surya menyela. "Kenapa harus dihentikan? Lanjutkan Rel, aku mau tahu semuanya. Tersiksa kenapa? Apa pikirmu Mas, aku tak tersiksa mencintai orang yang tidak pernah mencintaiku?""Medina, aku minta maaf. Aku tak bermaksud menyakitimu. Aku sudah berusaha mencintaimu tapi–" "Tapi tidak bisa. Iya kan? Kenapa? Karena kamu mencintai Aurel, begitu?" jawabku mulai gemas mendengar jawabannya yang begitu lamban. "Aku pernah dengar kalimat yang bilang cinta itu akan hadir karena terbiasa bersama. Apa selama bersamaku kamu tidak pernah mempunyai rasa itu, Mas?" lanjutku lagi. Kali ini nada bicaraku tak bisa dikontrol. Suara getarannya keluar karena aku mencoba sekuat tenaga menahan air mata yang ingin merembes keluar dari kedua sudut mataku. "Itu karena sebenarnya Surya itu sangat mencintaiku, Na. Mengertilah karena Surya itu sudah mencintaiku sejak dulu. Kamu pas
Magbasa pa
Keputusanku
"Bu, maaf kalau Bibi lancang. Meskipun Bibi tidak dengar, tapi Bibi tahu kalau rumah tangga Bu Medina sama Pak Surya sedang bermasalah." Bi Jum datang memberikan secangkir teh ke atas meja, ke hadapanku. Setelah berhasil menidur siangkan Malik, aku pergi ke dapur. Berniat ingin makan siang meski sebenarnya tidak bernafsu makan. Aku makan hanya untuk mengisi tenaga. Hati boleh sakit, tapi badan jangan. Kalau aku sakit, bagaimana dengan Malik? "Kalau Bibi boleh ngasih saran, jangan berpisah Bu. Bu Medina harus pertahankan rumah tangga Ibu. Yang harusnya tahu diri itu si itu, anu … Aurel, iya Aurel. Tega sekali perempuan itu masuk ke rumah tangga Ibu dan merebut Pak Surya. Emang dasar kegatelan tuh perempuan. Dari awal ketemu, Bibi sudah bisa tebak perempuan seperti apa dia itu. Katanya teman tapi kok nusuk dadi belakang? Cantikkan juga Bu Medina, dia menang karena makeup saja, Bu. Coba nggak dandan, biasa saja, nggak jauh beda sama Bibi." Mendengar ucapan Bibi barusan cukup membuatk
Magbasa pa
Pergi
"Medina." "Medina, kamu? Pembicaraan kita belum selesai." "Apa maksud kamu sudah dapat jawaban?" Pertanyaan Mas Surya kuabaikan. Langkahku pasti ke kamar tidur. Tampak Mas Surya mengekorku dari belakang. "Tunggu! Jelaskan padaku apa maksud ucapanmu barusan, Na?" Niatku ingin membuka pintu dihentikan Mas Surya. Ia maju menutupi pintu kamar menghalangiku masuk. "Pernikahan ini selesai. Jatuhkan talak untukku Mas." Entah dapat kekuatan darimana, dengan percaya diri aku meminta ditalak darinya. Mas Surya tampak tak percaya. Ia menggelengkan kepala. Tak peduli lagi jika itu respon penolakan atau bukan. Hatiku sudah mantap saat ia mengakui secara tak langsung telah mencintai wanita itu. "Kamu apa-apaan, Na. Bukan ini maksudku. Sudah kubilang dari awal kita perbaiki hubungan kita." Tanganku lagi-lagi digenggamnya, dan selalu kutepis karena aku tak suka lagi disentuh olehnya. "Perbaiki seperti apa? Bukankah Mas mencintai wanita itu? Cinta pertama Mas, kan, iya kan? Apalagi yang ha
Magbasa pa
Panik dan Hampir Saja Kehilangan
"Medina!" Terdengar langkah kaki berlari. Aku berbalik menghadapinya. "Tunggu! Tetaplah tinggal di sini, biar aku yang pergi. Aku nggak mau kamu bawa pergi jauh Malik. Aku tidak tahu rumah seperti apa yang akan kamu tempati. Nyaman kah atau tidak untuk anak kita. Dia baru saja sembuh dari sakit, Na. Jangan egois."Perkataan panjang Mas Surya ada benarnya. Aku memang belum tahu seperti apa rumah yang dikontrakkan itu karena belum melihatnya secara langsung. Aku tahu juga baru dari Meira karena dia yang mencarikan rumah tersebut secara mendadak, bukan aku. Kata sahabatku itu rumahnya cukup nyaman meski harganya murah. Kuiyakan saja karena sangat butuh. Namun rencananya aku akan menginap dulu di hotel dulu sehari, dua hari sampai rumah tersebut siap ditempati. "Kalau Mas pergi, Mas nginap di mana? Di tempat Aurel seperti yang kemarin malam Mas lakukan?" tudingku sewot membela diri. "A–apa? Kata siapa? Tidak, aku tidak kesana. Aku ke rumah Mama. Kamu masih saja menyindirku tentang ya
Magbasa pa
Seorang Penolong
Dengan cepat aku menghampiri Malik. "Bu," panggil Malik saat kudekap tubuhnya erat. Lega rasanya ketika hal yang buruk yang terbayangkan tak terjadi. Kalau Malik sampai hilang, aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Aku mungkin akan semakin hancur tanpanya dan Mas Surya pasti akan menudingku bukan Ibu yang baik karena telah ceroboh menjaga Malik. "Ekhem." Suara dehaman membuatku tersadar telah melupakan seseorang yang telah bersama Malik. Aku yang dalam kondisi setengah jongkok menengadah menatap lelaki yang ada di hadapan. Lalu bangkit berdiri. "Maaf, apa Anda yang telah menemukan Malik, anak saya? Kalau iya, Saya sangat berterima kasih banyak. Terima kasih sebanyak-banyaknya." Dengan sedikit menundukkan kepala aku berterima kasih pada lelaki asing tersebut. Lelaki dengan pakaian kerja tersebut menatapku dengan pandangan yang aneh. Lalu …."Oh, anak ini namanya Malik, anakmu?" Aku mengangguk pasti. "Aku tidak menemukannya. Kebetulan kami tidak sengaja bertabrakan, entah a
Magbasa pa
Bukan Seperti ini Harusnya
Pov Surya"Kamu apa-apa Rel? Ngapain bilang sesuatu yang bakal menghancurkan rumah tanggaku?"Aku marah besar setelah berada dalam satu mobil bersama Aurel. Aku memaksanya pergi setelah tahu ia mengunjungi rumahku hanya untuk bicara dengan Medina. Cuma berdua dan sembunyi-sembunyi. Tidak pernah menyangka kalau Aurel akan melancarkan aksi nekatnya itu dan jujur mengakui hubungan terlarang kami ke Medina–istri polosku dari hasil perjodohan. "Kok kamu marah? Bukankah seharusnya begitu? Aku kasihan dengannya yang sangat berharap padamu, nyatanya kamu nggak cinta, iya kan? Atau … kamu sudah cinta makanya bilang aku merusak rumah tanggamu?" Aurel menatapku menyelidik. Aku jadi gelagapan. "T–tidak. Bukan begitu." Nada suara kuturunkan. Aku tidak ingin Aurel jadi salah paham. "Maksudku itu kenapa harus sekarang? Aku bilang kan tunggu. Biar aku saja yang bilang. Bukan kamu. Kalau begini semua jadi runyam, Rel." Fokusku tetap ke depan karena aku sedang menyetir dan butuh konsentrasi tinggi.
Magbasa pa
Perasaan apa Ini?
Pov Surya Aku balik ke kantor sebentar. Namun pikiranku tidak fokus. Aku teringat Medina. Ada kecemasan tersendiri untuk wanita tersebut. Selama ini istriku itu sangat penurut. Tidak banyak tanya. Tidak pernah membantah dan selalu oke saja dengan apa yang kukatakan. Bahkan Mama bilang itu adalah salah satu alasannya menjodohkannya denganku. Ia ingin memiliki menantu yang patuh akan perintahnya. Bisa mengurus rumah dan keluarganya dengan baik. Dan aku memang bisa melihat itu semua di diri Medina. *** "Ya, lihat karyawan Mama yang bernama Medina itu. Bagaimana menurutmu?" Wajah Mama berbinar saat menyebut nama wanita itu. Aku mengernyitkan kening dengan tatapan heran tak paham dengan arah pembicaraannya. "Bagaimana apanya Ma?" Fokusku tiba-tiba ke arah wanita cantik, sederhana, dan gesit dalam bekerja, yang sedang melayani pembeli di toko kue Mama. Wajah ramah dan murah senyumnya membuat siapapun akan senang berteman dan menatapnya berlama-lama, tidak terkecuali aku. Namun hanya
Magbasa pa
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status