Tamu yang Tak Diundang

Tamu yang Tak Diundang

By:  Syarlina  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
111Chapters
16.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Hai." Seorang wanita cantik menyapaku ramah dengan melempar senyum manis saat pintu kubuka. Aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis yang dipaksa. Wanita itu masih memandangku ramah dengan sesekali mencari celah ke arah belakangku seperti sedang mencari seseorang. "Boleh masuk?" tanyanya kemudian karena aku masih berdiri di depannya. Belum mempersilakannya masuk. Sengaja. Aku juga masih memegang erat sisi tepi daun pintu agar tidak terbuka lebar. Inginku pintu ini segera menutup dan mencegah wanita ini masuk ke dalam rumah. "Bisakah tidak datang hari ini? Kami ada acara keluarga," ujarku tanpa basa-basi melontarkan pertanyaan itu padanya. Berharap wanita di depanku ini mengerti dan memutuskan pergi. Ini untuk pertama kalinya aku memberanikan diri menolak kedatangannya. "Oh ya, hm … ada acara keluarga? Surya tidak bilang. Acara apa? Boleh ikut?" Mataku terbelalak kaget tak percaya mendengar wanita yang tidak kuinginkan kehadirannya ini bertanya demikian? Ikut katanya? Mataku awas menengok ke arah belakangku, memastikan seseorang yang berada di dalam sana tidak mengetahui siapa yang bertamu saat ini. Aku baru tahu ada makhluk yang tanpa malu seperti dia hidup di muka bumi ini. bukankah memintanya tidak datang ke rumahku saat ini adalah sebuah pengusiran? kenapa dia tidak peka?

View More
Tamu yang Tak Diundang Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Syarlina
asiapppppp...
2022-10-11 05:49:30
0
user avatar
Nay Azzikra
Hayli, Thor! aku mampir yak? Jangan lama2 apdetnya ...
2022-10-01 16:53:15
2
111 Chapters
Wanita itu selalu Datang
"Hai." Seorang wanita cantik menyapaku ramah dengan melempar senyum manis saat pintu kubuka. Aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis yang dipaksa. Wanita itu masih memandangku ramah dengan sesekali mencari celah ke arah belakangku seperti sedang mencari seseorang. "Boleh masuk?" tanyanya kemudian karena aku masih berdiri di depannya. Belum mempersilakannya masuk. Sengaja. Aku juga masih memegang erat sisi tepi daun pintu agar tidak terbuka lebar. Inginku pintu ini segera menutup dan mencegah wanita ini masuk ke dalam rumah. "Bisakah tidak datang hari ini? Kami ada acara keluarga," ujarku tanpa basa-basi melontarkan pertanyaan itu padanya. Berharap wanita di depanku ini mengerti dan memutuskan pergi. Ini untuk pertama kalinya aku memberanikan diri menolak kedatangannya. "Oh ya, hm … ada acara keluarga? Surya tidak bilang. Acara apa? Boleh ikut?" Mataku terbelalak kaget tak percaya mendengar wanita yang tidak kuinginkan kehadirannya ini bertanya demikian? Ikut katanya? Ma
Read more
Tidak Dianggap
"Medina, kamu apa-apa sih seperti itu pada Aurel?" Setelah kepergian Aurel, Mas Surya baru meluapkan amarahnya padaku. Mungkin sudah ia pendam lama semenjak aku bersikap kurang ajar pada sahabatnya itu. "Apanya yang gimana ya Mas? Aku biasa saja." Kujawab pertanyaan Mas Surya dengan begitu santainya. Padahal dalam hati penuh emosi karena lagi-lagi aku disalahkan. "Ya itu tadi bersikap tidak sopan padanya. Berkata kasar padanya bahkan menyindirnya." Aku segera menoleh ke arahnya. "Apa Mas? Memangnya sikapku yang bagaimana? Aku merasa biasa saja. Aurel mengadu apa sama Mas? Di bagian mana aku menyindirnya?" Pertanyaannya barusan kubalikkan padanya. Biar Mas Surya memperjelas sikapku yang bagaimana yang melukai sahabatnya itu. Apa dia tidak merasa kalau istrinya ini jauh lebih terluka akibat sikap mereka berdua. "Kamu ini selalu merasa tak salah. Egois! Aurel itu tamu kita, hargailah dia. Jamu dia dengan baik karena tamu itu adalah raja. Bukannya bersikap seperti tadi. Memalukan! K
Read more
Meminta Bantuan
Tangan wanita yang duduk di depanku ini sedikit gemetar saat meletakkan cangkir minumnya ke atas meja. Kemudian ia mengelap ujung sudut bibirnya yang basah karena air teh yang baru saja diminumnya. Gesturnya yang terlihat gugup tersebut membuatku mengernyitkan kening. Ibu mertuaku ini pasti kenal dengan nama yang telah kusebutkan barusan. Namun kenapa reaksinya seperti itu? Rasa terkejutnya tidak biasa. Itu makin membuatku curiga. Aku masih diam menunggu jawabnya. Tidak ingin terlihat terlalu memaksa seolah ingin sekali tahu tentang wanita tersebut. "Kenapa kamu menanyakan wanita itu?" Setelah sekian detik menunggu, bukan jawaban yang kudapatkan, melainkan sebuah pertanyaan. "Jadi Mama kenal Aurel?" Aku tak mau kalah, balik bertanya pula tidak menjawab pertanyaannya. Mama Lila mengangguk lemah. "Ada apa dengan wanita itu? Kamu kenal dia, Na?" tanyanya lagi seperti memastikan. Mau tidak mau kepalaku mengangguk. "Sebulan yang lalu Mas Surya mengenalkan wanita bernama Aurel
Read more
Ribut Kembali
Kuusap muka dengan cepat. Lalu memperhatikan wajah penuh amarah di depan mata. Mas Surya?! Jadi ini bukan mimpi. Ini nyata. Namun kenapa dia marah-marah? "Apa Mas? Ngadu apa?" ujarku bertanya dengan polosnya. Setelah mengumpulkan tenaga dan mencoba mencerna, barulah paham maksud dari pertanyaan suamiku ini. Pasti ini tentang Aurel. Tapi kenapa Mas Surya tahu kalau aku mengadu pada ibunya? Apa ibunya yang cerita? Netranya melirik ke arah Malik yang tertidur pulas di sampingku. Syukurlah ia tidak terbangun oleh suara ayahnya. Padahal itu cukup keras dan mengejutkanku. "Kita bicara di luar." Mas Surya pergi lebih dulu. Aku beranjak turun dari tempat tidur dengan pelan takut pergerakanku membangunkan Malik. Kepalaku menoleh ke kiri dan ke kanan dan tak didapati Mas Surya di luar kamar. Aku memutuskan berjalan terus menuju dapur meyakini dia ada di sana. Benar. Lelaki yang sudah membersamaiku hampir tiga tahun ini ada di sana, dan sedang duduk seorang diri di depan meja makan de
Read more
Balas Mengabaikan
"Mama, kok nggak bilang mau datang ke sini?" tanyaku yang meraih tangannya segera untuk dicium takzim. Netraku lalu terfokus pada koper yang baru saja diturunkan Pak Roni dari bagasi mobil. Apa Mama akan menginap? "Ya balas dendam sama kamu." Jawabannya membuatku terhenyak. Memaksa mata ini menatapnya lekat. Apa maksudnya balas dendam? Apakah Mama marah padaku? Ibu mertua terkekeh sambil menepuk pundakku pelan. "Wajahnya serius banget. Maksud Mama balas dendam sama kamu yang kemarin datang mendadak juga ke rumah Mama. Gimana, kaget kan?" ujarnya menjelaskan seraya menggamit tanganku memaksa berjalan masuk ke rumah. Aku tersenyum lega. Syukurlah. Kukira balas dendam apa. Hampir saja su'udzon sama ibu mertua sendiri. "Mas Surya baru saja berangkat ke kantor, Ma. Cuma hitungan menit Mas Surya pergi, Mama datang," kataku memberitahukan padanya sebelum ia menanyakan anaknya itu. Mama Lila hanya tersenyum tipis menanggapi ucapanku barusan. Beliau malah menanyakan keberadaan
Read more
Kemarahan Ibu Mertua
Aku segera menghampiri ibu mertua yang asyik bermain dengan Malik. Melihat keakraban mereka membuatku bahagia. Setidaknya aku mempunyai mertua yang mendukungku di saat suami sendiri terlihat acuh. "Ya, Surya. Kenapa?" Aku tertegun saat langkahku tinggal enam langkah menuju ibu mertua. Beliau mendapatkan telepon dari seseorang dan aku tahu itu dari suamiku, Mas Surya. "Hm … mungkin. Kata siapa?" ujarnya seraya menoleh ke arahku. Aku melempar senyum tipis dengan segera melanjutkan langkah menuju ke arahnya. Kuambil Malik dari gendongannya agar ia lebih leluasa saat bertelponan. "Kenapa penasaran sekali. Kalau Mama mau ke tempatmu hari ini atau tidak, nggak masalah kan? Bebas kan kalau mau mengunjungi rumah anaknya? Apa tidak boleh, kamu nggak suka, begitu?" Aku masih setia berada di samping Ibu mertua mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh dua ibu-anak tersebut meski hanya dari satu arah, karena suara Mas Surya tak terdengar olehku. "Medina?" Setelah menyebut namaku, ib
Read more
Mengubah Penampilan
"Ma, tadi siapa? Aurel ya?" tanyaku menghampiri Mama yang berada di ruang keluarga bersama Malik. Kuberanikan bertanya karena sangat yakin orang yang kucurigai berada di dalam mobil Mas Surya itu adalah Aurel. Mama hanya menatapku sebentar lalu fokus kembali ke Malik yang sedang asyik bermain. Aku diam menunggu jawabnya. Lalu Mama memperhatikanku lekat. Bahkan nampak sekali beliau menatapku dari bawah ke atas seakan sedang memindai penampilanku saat ini. "Apa seperti ini penampilanmu di rumah, Na?" Celana kulot dengan atasan longgar begini?" Ujung bajuku sampai ditarik Mama hingga badan sedikit tertarik ke arahnya. Pertanyaannya barusan terdengar sangat ketus. Mama nampak kesal. "Iya, Ma. Kenapa?" Aku dengan polosnya bertanya heran dengan mengamati penampilan sendiri. Lalu menggumam dalam hati apa yang salah dengan penampilanku saat ini. Biasanya juga begini dan Mama sudah sering melihatnya. Kenapa baru berkomentar sekarang? Kenapa sikap mertua begitu kesal setelah bertengkar
Read more
Batal Menginap
"Tentu kamu. Memangnya hantu? Ih, atut," ledek Rudi dengan gaya melambainya mirip wanita. Aku tersenyum melihatnya. "Nah, gimana, suka kan? Jangan bilang itu bukan kamu lagi. Kamu itu cantik, tapi sayangnya malas dandan. Padahal kalau punya laki itu harus diservis maksimal. Oleng dikit aja dia bisa berpindah ke lain loh."Aku mengangguk mengiakan. "Jangan angguk, senyum aja. Dengerin. Dicatat di benakmu ini cara merawat diri dari badan sampai ke wajah. Jangan sampai lupa apalagi malas aplikasikan. Ingat ya, pake tuh paket perawatan yang sudah kukasih, yang lama buang aja. Terus pake juga pakaian yang sudah kupilihkan. Boleh ingin berpenampilan tertutup, tapi jangan juga diaplikasikan di rumah. Kasihan laki lu. Sudah capek kerja disuguhkan yang nggak menarik. Cantik dimanapun itu wajib, apalagi di rumah. Masa di luar dandan, pas di rumah kamu ngegembel. Hello? Kamu bakal ditinggal, percaya deh ma eyke." Aku terpekur memikirkan semua apa yang diucapkan Rudi di dalam mobil taksi yan
Read more
Pertemuan Tak Terduga
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan Mas Surya belum terlihat batang hidungnya. Kalau Ibu mertua sudah pergi sejak sejam yang lalu. Sedang aku sedari tadi hanya mondar-mandir di ruang tamu mengecek kedatangan suami. Ponselnya tidak dapat dihubungi. Bahkan tidak aktif beberapa menit yang lalu. Bisa jadi merasa terganggu karena terus kuteror dengan pesan dan telepon dariku. Aku tak mengerti dengannya. Pesanku dibacanya tapi tak sedikitpun dibalas. Apa sesibuk itukah ia di kantor hingga untuk membalas pesan saja tak bisa? Hm … sesulit itu aku memahami suami sendiri. Selang beberapa menit ada pesan masuk. [Aku lembur lagi, jangan menghubungi kalau tidak penting.] Dari Mas Surya. Bergegas aku menghubunginya ternyata nomornya langsung tak aktif. Ponselnya mati kembali. Aku mendesah berat. Kuputuskan masuk kamar. Merebahkan diri di samping Malik karena kecewa menunggu dirinya tapi ternyata dibalas seperti itu. Ditambah mata sudah tak mampu diajak kompromi. Mungkin karena s
Read more
Mati Rasa
"Medina, kamu?" Mas Surya tercengang seolah tak percaya melihatku ada di hadapannya. Kami saling tatap hingga aku merasa waktu seakan berhenti berputar dan terfokus pada kami bertiga. Aku berusaha tegar berdiri di hadapan dua orang yang mengaku sahabat, tapi tidak terlihat seperti itu. Entah sengaja atau tidak, saat aku menatapnya, Aurel mengeratkan pegangan tangannya di lengan Mas Surya. Kalau dia sadar diri hanya seorang sahabat, harusnya melepaskan tangannya dari sana, bukan malah mempereratnya. "Medina, kamu k–kenapa ada di sini? S–siapa yang sakit?" Mas Surya tampak tak siap melihatku ada di hadapannya. Ia bertanya dengan terbata seraya mengitari sekitar. Pertanyaannya tak kugubris dan aku melangkahkan kaki melewati mereka berdua. Urusan Malik lebih penting daripada menjawab pertanyaan Mas Surya yang masih menggamit mesra tangan Aurel. "Medina!" "Na!" Panggilan Mas Surya kuabaikan. Namun tanganku ditariknya kuat. "Jawab Na, siapa yang sakit? Kamu nggak mungkin ada di
Read more
DMCA.com Protection Status