Semua Bab Katamu Uang Tak Kenal Saudara : Bab 41 - Bab 50
139 Bab
Among-among Tio
Usai kejadian masak-masak itu, bude Sri semakin benci terhadapku, setiap bertemu, dia enggan menyapa. Biarlah, aku nggak papa, masih banyak orang yang ramah kepadaku. "Rum, besok ibu mau pulang. Ibu naik trepel aja, ya." Ibu melipat baju yang telah kering. "Lho, kok pake trepel, Bu? Biar dianterin Mas Rahman aja lah!" Aku juga melipat baju ini. "Kasihan Rahman, Rum. Dia capek. Kerja dikebun, ngarit untuk pakan wedus, udah ibu naik trepel aja." Ibu menatapku serius. Aku yakin, pasti Mas Rahman juga nggak akan ngijinin ibu pulang naik trepel. "Diantar Mas Rahman aja, ya, Bu. Aku lebih percaya ibu dianterin Mas Rahman. Kalo naik trepel biasanya lama, Bu. Ngetem dulu cari penumpang. Kalo pake motor 'kan lebih cepet. Berangkat pagi, jam sembilan udah nyampe rumah Ibu." Kubujuk Ibuku ini. "Ya wes, Ibu manut aja." Ibu mengusap tanganku. "Rum, kamu disini, yang baik sama tetangga, kamu jauh dari bapak sama ibu, Nduk. Orang seperti Bu Sri, jangan diambil pusing. Dimana pun ada orang mode
Baca selengkapnya
Aku bukan jongosmu
"Mbak Arum, kita metiki bahan urap aja, yuk!" Mbak Lilis mengajakku menghindar dari Bude Sri. Sabar, hati ini kudu sabar. Aku nggak mau ribut disini. Beruntung tadi aku udah sarapan bareng ibu dirumah, jadi disini aku nggak kelaparan. Aku clingukan mencari sosok Mak Odah, kok dia nggak ada disini? "Rum, cari siapa?" Mbak Lilis menegurku kami berdua membersihkan sayuran bahan urap. "Mak Odah, kok nggak ada?" bisikku pada Mbak Lilis. "Nggak disuruh kesini. Sama Bude Sri nggak boleh." balas Mbak Lilis. Ya ampun, segitunya Bude Sri dendam sama Mak Odah. Padahal rumahnya dekat lho. "Rum! Nih, goreng kerupuknya!" Mbak Meri menyentakku kasar. Aku berjingkat kaget. Ya Allah, ini minta tolong apa ngajak ribut? "Aku nggak budeg, Mbak. Nggak usah ngegas ngapa?" Protesku pada Mbak Meri. "Kenapa? Nggak suka? Mau protes?" Mbak Meri bersedekap dada. Wanita tak berhijab ini sok kuasa. "Denger ya, Rum. Kamu itu nggak pantes diperlakukan lembut. Rakyat jelata kaya kamu, pantesnya di hina, sada
Baca selengkapnya
Ketiwasan
Aku pulang dengan hati kesal. Niat membantu kerumah ipar eh, malah dapatnya hinaan begitu. Sabar pasti ada batasnya lah. Dihina terus mending pergi. "Rum! Darimana? Nih gatot buat kamu." Mak Odah menghampiriku di teras membawa sepiring camilan khas pedesaan. Gatot, terbuat dari singkong yang dijemur lalu direndam terus dikukus lengkap dengan kelapa parut. "Wah, makasih, Mak!" Aku sumringah. Sesaat rasa kesal hilang. Langsung kucomot Gatot buatan Mak Odah, enak. Kenyal gurih. "Kamu darimana?" Mak Odah bertanya lagi. Pintu rumah kubuka. Lalu kuajak masuk Mak Odah. "Dari rumah Mbak Meri. Tadi dia kesini, minta dibantuin masak." Aku menyalakan tivi. Mak Odah duduk lesehan dilantai. "Lho, ada acara apa? Masak ngundang kamu segala." Mak Odah menatap layar televisi. "Mau among-among Tio, Mak. Tapi aku milih pulang ajalah. Capek ati dihina terus. Bude Sri, Mbak Lika, Mbak Meri, semuanya kompak ngehina aku." Kulahap lagi Gatot ini. "Wes angel Rum. Orang model mereka mah udahlah nggak us
Baca selengkapnya
Duka Arum
"Enak aja minta ganti rugi, emang anakku salah apa! Jangan sembarang ngomong!" Bude Sri berkacak pinggang. "Eh, Mak Odah, Arum itu hidupnya emang selalu si*l! Jadi, nggak usah bawa-bawa anaknya bude Sri dong!" Mbak Lika ikutan komen. Kepalaku pusing melihat kelakuan mereka. Pokoknya, Mas Gito harus tanggung jawab atas semua ini. "Eh, Demit! Nggak usah merepet kamu kalo nggak tau!" sentak Mak Odah." "Mak Odah, nggak usah nge gas! Darah tinggi mati kapok!" Mbak Meri mencibir Mak Odah. Ketiga perempuan itu tertawa terbahak diatas musibah yang menimpaku. "Udah miskin, rakyat jelata, rumahnya ambruk pula. Duh ngenes amat nasib madesu ini!" Cerocos Mbak Meri. "Iya, ya! Ngenes banget!" imbuh Mbak Lika. Mas Gito kulihat berjalan menghampiri ibunya. "Mak, aku minjem emasmu untuk ganti rugi semua ini." Wajah Mas Gito lesu. Bude Sri spontan diam, ia terkejut dengan ucapan anak laki-lakinya. "Apa katamu? Ganti rugi? Ganti rugi apa?" Bude Sri sok nggak ngerti dengan semua ini. Aku memand
Baca selengkapnya
Musyawarah Rusuh
Sore menjelang, para warga bergotong royong menutup bagian rumahku yang rusak. Sebuah pintu darurat dipasang tepat dekat kamarku. Barang-barang yang masih bisa diselamatkan, diletakkan di ruang tivi. Aku turut serta membantu membenahi semuanya. Mak Odah membuatkan makanan camilan untuk para warga yang membantu merapikan kekacauan ini. "Rum, kalo Rahman nggak pulang sekarang, nginep aja dirumah Emak, ya!" Mak Odah mendekatiku. "Disini aja, Mak. Kamar ku masih bisa dipake, kok. Aku dirumah aja." "Rum, nginep dirumah Kakang aja. Kamar nganggur satu." Kang Handoyo menawariku. "Makasih, Kang. Aku dirumah aja." Aku bersikukuh bermalam dirumah ini. Biarlah rumahku tinggal separuh. Aku tetap nyaman disini. ____________ Malam harinya .... "Mas Rahman, kita semua sudah berkumpul disini, mari kita rembug kan kejadian tadi siang." Pak RT membuka pembicaraan. "Pokoknya anak saya nggak salah, Pak RT. Namanya juga kecelakaan, nggak ada acara ganti rugi, titik!" Belum-belum Bude Sri sudah n
Baca selengkapnya
Wajib bayar denda
"Jaga mulutmu, Mak! Jangan asal mangap! Seenak udelmu dewe bilang rumah Arum reyot. Anak kita salah, jangan dibela! Gito tetap harus tanggung jawab," bentak Pak Tulus kepada istrinya. Pak Tulus pria paruh baya berpostur tinggi ini sepertinya menahan malu. Bagaimana tidak, kelakuan istrinya itu diluar batas. "Baiklah, saya tunggu uang dua puluh juta dari kalian besok jam sepuluh siang dirumahnya Rahman." Mas Bambang menarik benang merah. Santai, padat, dan jelas. "Hah! Dua puluh juta?!" Bude Sri syok mendengar tuntutan Mas Bambang. Wanita tambun itu seketika mendelik. "Kalian mau memeras kami? Dasar licik!" Bude Sri kian berapi-api. Kulihat Mas Bambang dengan gaya karismatik nya santai. Sementara Mas Rahman lebih banyak menyimak musyawarah rusuh ini. "Oh, ya udah, saya naikkan empat puluh juta! Anda pikir buat rumah papan dan asbes itu uangnya sedikit? Kayu sekarang mahal. Papan juga mahal. Biaya untuk mendirikan dapur itu bisa habis banyak, apalagi semuanya beli, ditambah biaya
Baca selengkapnya
Drama belanja perabot
Hari dan jam yang disepakati akhirnya tiba juga. Mas Gito bertandang kerumahku didampingi Pak Tulus. "Ini, uang ganti rugi yang kalian minta." Mas Gito menyerahkan uang kepada suamiku. "Saya harap masalah ini selesai sampai disini," imbuhnya. "Iya, Mas. Kalo sampean bisa tanggung jawab begini, masalah beres!" Sahut Mas Ari. "Ya sudah, saya permisi dulu, mau lanjutin nebang kayu lagi. Sekali lagi saya minta maaf atas kejadian ini, ya!" Mas Gito wajahnya memelas. Kasihan sebenarnya sama Mas Gito dan Pak Tulus. Tapi, harus gimana lagi, aku dan suami juga nggak mau rugi. "Sama-sama, ya, Mas. Aku sekeluarga minta maaf juga," ucap Mas Rahman. Lalu Pak Tulus sama Mas Gito pamit pulang. "Dik, ini simpen aja uangnya." Mas Rahman menyerahkan uang kepadaku. "Em, Mas tak buat beli piring sama gelas, ya! Sama perabotan lainnya, la pie Kabeh rusak," keluhku pada Mas Rahman. Mas Rahman menyodorkan uang itu kepadaku. "Yo belilah sana, apa yang perlu dibeli. Aku nggak ngerti kebutuhan dapur."
Baca selengkapnya
Kebakaran jenggot
"Heh, mending Arum kalo belanja nggak pernah ngutang, nggak kaya kamu!" Lagi Mbak Siti menyudutkan Mbak Lika. Mbak Lika menghentakkan kakinya. "Ih, biasa aja sih, nggak usah nge gas! Males belanja disini! Mending ketempat laen!" Mbak Lika marah lalu nyelonong pergi. "Hei! Bayar dulu utangmu!" teriak Mbak Siti. Namun, Mbak Lika tak bergeming. "Utang udah hampir dua puasa, masih belum dicicil!" keluh Mbak Siti. Sesi belanja hari ini selesai. Akupun segera pulang. ________ Setelah berunding, akhirnya diputuskan untuk membangun rumah. Semua bahan material hingga tukang diurus oleh kakak-kakak ku. Memasuki bulan Besar atau bulan Haji, bahan material mulai berdatangan. Ada saja komentar nyinyir yang aku dapat. Malam itu .... "Heh, Man! Maumu apa? Kamu mau bangun rumah ini duit dari mana? Awas aja kalo hasil ngutang! Aku nggak mau nolongin kamu." Kang Handoyo datang marah-marah. Mas Rahman selow menanggapi Kang Handoyo yang kebakaran jenggot. "Tenang, Kang aku nggak akan repotin samp
Baca selengkapnya
Mulut beracun
"Iya, Bu." Aku menjawab sambil melanjutkan langkah ini bersama Bu Aisyah. "Apa sih masalah kakak iparmu itu? Kenapa kok benci banget sama kamu?" Wajah Bu Aisyah prihatin. "Entahlah, Bu. Aku juga nggak ngerti." Aku menunduk. Sesak juga dada ini mengingat kata-kata Mbak Meri tadi. Bu Aisyah mengusap lembut bahuku. "Sabar, Rum! Ibu yakin suatu saat, pasti kakak iparmu akan membutuhkan bantuanmu. Pesan ibu, bantulah dia selagi kamu bisa. Perbuatan jahat, jangan dibalas jahat, ibu yakin hatimu baik, Rum!" Kalimat Bu Aisyah sangat menyentuh relung hati ini. Insyaallah jika aku bisa, akan kubantu siapa saja yang membutuhkan. Aku berjalan pulang bersama bukan Aisyah hingga akhirnya kami berpisah. Sampai rumah, Mak Odah memberiku ketupat dan sayur santan nangka muda. "Nih, buat sarapan," ucap Mak Odah tersenyum. "Rahman belom pulang?" tanya Mak Odah. Ku terima sayur dan ketupat pemberian Mak Odah. "Mas Rahman masih di masjid, Mak. Masih nukerin uang kotak amal." Mak Odah mengangguk lal
Baca selengkapnya
Salah lawan
Pembangunan rumahku mulai dikerjakan. Sesuai janji kakak-kakak ku, rumah ini dikerjakan secara borongan. Alhamdulillah dalam kurun waktu 20 hari, rumahku siap huni. Rumah dengan tiga kamar tidur plus kamar mandi didalam, satu ruang keluarga, satu ruang tamu, satu mushola kecil, ditambah dapur sehat, selesai sudah digarap. Rasa syukur kami panjatkan tiada henti atas semua kebahagian yang tercipta ini. "Alhamdulillah, Mas, rumah kita udah jadi." Aku menitikan air mata usai selamatan rumah baruku. "Iya, Alhamdulillah, Dik. Kerja para tukang ini cepet banget, ya! Bisa diandalkan. Sekarang rumah kita nggak kaya kandang lagi, Dik. Alhamdulillah!" Setitik air jatuh dipipi suamiku. Kami berdua berpelukan haru melepaskan rasa suka cita dihati ini. Andai Yazid masih ada, pasti dia juga senang. Semoga Yazid disana punya rumah yang lebih baik dari rumah Mama ya, Nang! __________ Hari ini, ada acara selamatan dirumah Bude Sri. Anaknya yang katanya bos tambak udang pulang setelah panen raya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status