All Chapters of Nafkah Terakhir sebelum Ditalak: Chapter 51 - Chapter 60
100 Chapters
Tragedi 2
Seorang warga akhirnya mengemudikan mobil Rey. Ia membawa Alina dan Rey ke rumah sakit terdekat. Rey tak henti-hentinya mendengungkan takbir dan istighfar di telinga Alina secara bergantian. Ia sangat panik karena sahabatnya itu tidak merespon. Darah yang mengalir membuatnya berada dalam ketakutan yang luar biasa.Baru kali ini Rey menghadapi peristiwa seperti ini di depan mata. Bagiamana tidak mungkin merasa dihinggapi kekhawatiran yang luar biasa, tak satupun panggilannya di respon Alina. Sementara bibirnya mulai pucat dan jemari tangannya sangat dingin.Berulang-ulang ponsel dalam sakunya berdering. Ia abaikan demi berusaha membangunkan Alina.Sepuluh menit kemudian, akhirnya sampai di rumah sakit. Hujan mulai reda, mempermudah gerak Rey dan beberapa tenaga medis langsung cekatan membawa Alina ke ruang UGD.Rey tidak memperdulikan tubuhnya yang menggigil kedinginan, jugapakaian yang basah seluruhnya. Ia mondar-mandir di depan pintu. Kembali ponselnya berdering. Ia ingat Fatih. Mung
Read more
Kehilangan
“Maaf atas kebodohanku. Maaf.” Air mata masih mengalir, merasai sakitnya kenyataan yang menghantam rumah tangganya.“Mas,” panggil Rey dari samping. Rey berdiri dan terlihat lebih baik dari sebelumnya. Ia sempat masuk angin karena lama mengenakan pakaian basah.“Mas, cari makan dulu. Biar aku yang menunggu Alina.”Fatih menggeleng. “Terima kasih, aku akan menunggu sampai Alina bangun,” tolak Fatih.“Mas harus makan supaya bisa lebih lama menjaga Alina. Tak jauh dari sini ada kantin, nanti kalau Alina bangun, aku panggil,” ucap Rey meyakinkan.Fatih terdiam sejenak sebelum mengiyakan. “Oke, aku titip Alina sebentar.”Rey mengangguk bersamaan dengan gerak tubuh Fatih yang menjauhi kursi. Rey menempati posisi Fatih tadi. Ia memandangi wajah Alina dengan perasaan bersalah.“Seandainya Gue nggak berbohong ke Belanda, mungkin kejadiannya tak akan seperti ini. Maafin Gue.”Ia merutuki kebodohanya. Alina tidak mungkin mendatangi Meli seandainya ia masih ada di sini. Alina pasti menghubunginya
Read more
Berkabung
Fatih menaburkan bunga di atasnya. Berdoa sejenak sebelum pergi meninggalkan nisan buah cintanya dengan Alina. Sejujurnya tak kuat membiarkan Boy sendirian di sana, tapi hidup harus dijalani. Ada banyak hal yang mesti ia selesaikan. Terutama masalahnya dengan Alina.Merintis jalan yang pernah ia lalui bersama Alina tidak bisa dianggap mudah. Kesalahan demi kesalahan yang terjadi berawal karena Fatih tak menyadari betapa sesuatu harus dipertahankan dalam setiap kondisi apapun.Perjalanan bersama Alina yang sempat kandas, kemudian bersemi kembali membuatnya merasa menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya. Kehilangan dalam dua waktu yang berbeda membuatnya menyadari bahwa hanya Alina yang bisa membuat hatinya hidup.Dalam hati tetap berontak, kenapa di saat ia mulai terbiasa dengan kenyamanan bersama Alina, ada saja badai yang menghantam biduk rumah tangganya. Ia sendiri tetap berpegang teguh pada hati yang sudah terlanjur berlabuh pada sosok Alina. Tak ingin mengganti dengan yang lain
Read more
Ego
"Mas tak ada alasan untuk tidak melepasku.""Al!""Harapanmu sudah tidak ada. Boy sudah pergi bersama kepercayaanku."Fatih melepaskan genggamannya seketika setelah mendengar Alina berucap dengan tegas."Aku sudah berusaha berubah. Maaf jika perubahanku tidak seperti keinginanmu. Aku ingin tetap bersamamu, Al." Fatih berucap, lebih tepatnya mengiba. Menjadikan Alina satu-satunya adalah sebuah tujuan hidupnya. Ia tak menyangka, jika akan ada sesuatu hal yang menjadikan tujuannya mengabur di mata Alina."Aku tidak sedang berbohong, Al. Apa pun yang kulakukan setelah peristiwa rujuk itu, hanya punya tujuan satu, yaitu kamu." Fatih masih berusaha menjelaskan. Namun tampaknya, Alina memang tak perduli lagi.Pipi yang masih basah dan tangan tak henti-hentinya beradu usap dengan pipinya. Entah kenapa ucapan demi ucapan Fatih malah seperti membawa sayatan-sayatan kecil. Disaat kejujuran seorang Fatih harus dipertaruhkan, justru Alina menginginkan pria itu berhenti berjuang. Dengan begitu,
Read more
Hampa
Rey menunggu hingga air mata itu berhenti menetes dan isaknya tak lagi terdengar. Beberapa saat, ia hanya mendiamkan Alina. Kali ini, ia tak bisa membenarkan tindakan Alina. Sebab, dirinya sendiri tidak ingin melukai Fatih dan mamanya. Biarlah Alina saja yang kecewa, pikir Rey. Dari pada Fatih berpikir negatif padanya, pun mamanya sendiri akan tersinggung jika sampai Rey mau mengabulkan permintaan Alina untuk tetap di berdiam di sana, menemaninya."Besok Gue ke sini. Sekarang, Lo istirahat. Gue balik dulu."Rey menepuk pelan lengan Alina sebelum pergi."Mas," panggil Rey saat berada di luar. Fatih sedang berbincang dengan mamanya. "Aku pamit pulang dulu.""Iya hati-hati. Hati-hati, Tante," balas Fatih."Iya, jaga Alina, ya?" Mama Rey berpesan, lalu mengajak Rey segera pergi.Fatih sendiri langsung memasuki ruangan. Mendapati Alina menatap ke luar jendela. Di mana terlihat rintik hujan yang perlahan cipratannya membasahi kaca. Fatih bergerak mendekati jendela, menutupnya dengan tetap
Read more
Keras Kepala
Keadaannya masih lemah, sehingga masih membutuhkan waktu yang cukup untuk beristirahat. Bekas operasi caesar menjadikan dirinya lemah. Alina menghindari interaksi dengan orang luar. Ia hanya butuh sendiri. Membuat hatinya kembali pada keadaan semula sangat sulit dilakukannya."Al ....""Ya Tante." Alina menoleh. Tampak Dian membawa satu nampan berisi makan siang."Gak perlu dibawa ke sini, Tan. Nanti aku turun saja.""Kamu nggak boleh naik turun tangga. Jadi, makanannya Tante antar. Oya, kamar dibawah sudah siap. Nanti kamu pindah saja. Biar Rey yang menempati kamar ini." Dian memberi saran."Tante ...." Ucapan Alina menggantung. Dua bulir benda bening lolos melewati pipi."Kenapa Sayang? Apa yang kamu keluhkan?" Dian menjajari Alina di ranjang. Wanita paruh baya itu khawatir dengan Alina yang tiba-tiba menangis. Jangan-jangan luka diperutnya bermasalah. "Maaf." Tangannya bergerak menyeka pipi. "Aku tak tau diri. Bukan siapa-siapa Tante, tapi menyusahkan seperti ini." Ia mulai terisa
Read more
Menyiapkan Diri
Tak terlalu banyak pekerjaan yang Fatih lakukan di hari ini. Meski begitu, ia enggan pulang lebih cepat. Sebab, merasa tak ada yang menanti kepulangannya.Ia berjalan dengan kepala tertunduk, memikirkan kegiatan apalagi yang ia bisa lakukan agar tidak punya waktu kosong. Menganggur, membuatnya hanya akan mengingat Alina dan baby Boy.Fursal.Sepertinya ide yang bagus. Pikirnya. Pun sudah lama dirinya tidak berkumpul di komunitas yang pernah ia gemari. Tanpa pikir panjang, Fatih merogoh ponsel. Berniat menanyakan jadwal kepada seorang teman.“Mas!”Ia merasa ada yang memanggil. Lalu, mencari sumber suara.“Rey.”*Di sinilah ia saat ini. Duduk di hadapan Rey, pria yang ia hindari seminggu terakhir ini. Tak mungkin lagi bisa menghindari Rey yang mendadak mendatanginya. Kali ini, Fatih mengajaknya benar-benar berbicara dari hati ke hati sebagai seorang laki-laki.Rey dan Fatih sama-sama menyerutup coffelatte. Keduanya terdiam cukup lama. Membiarkan jeda menjadi ruang bagi masing-masing u
Read more
Keputusan Akhir
Meskipun dengan kecanggungan, Fatih mencoba untuk tenang. Menunggu sosok Alina ke hadapan, seperti menunggu bertemu mantan pacar yang sudah tidak bertemu sekian lama. Dadanya berdegup kencang. Ia mengeluarkan sebuah map dari balik jaketnya. Lalu, meletakkan di meja.“Malam.”Fatih mendongak. Sosok wanita yang seminggu ini hanya bayangan di pelupuk mata, kini menjelma nyata. Sayangnya, Fatih tidak bisa memeluk untuk sekadar menguraikan rindu.“Malam juga,” balasnya.Baju gamis berbahan satin membuat penampilan Alina tampak anggun malam ini. Diam-diam, Fatih lebih banyak melirik wanita berjilbab ungu di hadapannya kini. Penampilannya jauh lebih rapi, tampak anggun dan semampai karena Alina tidak lagi hamil.Wajahnya putih, sedikit pucat karena sengaja tidak mengoles bibirnya dengan lipstik. Ia ingin tampak sederhana di hadapan Fatih, ingin menunjukkan bahwa ada atau tidak adanya pria itu di sisinya, Alina tetaplah Alina yang hadir dalam kesederhanaan.“Apa kabar?” Berada dalam kecanggun
Read more
Memilih Pergi
“Aku langsung istirahat saja, Rey. Aku capek,” keluh Alina. Matanya sayu. Isakkan masih sesekali terdengar. “Oke. Kalau butuh apa-apa, telpon saja. Gue di kamar atas.” “Iya.” Alina menegakkan badan dengan kekuatan penuh. Meski begitu, tubuhnya sempoyongan memasuki kamar. Ia menutup rapat pintunya. Bersandar di sana, membiarkan tubuhnya luruh ke lantai. Kembali menyebut nama Fatih. Ia membiarkan air mata terkuras habis. Berharap setelah ini, takkan lagi menangisi keputusannya. ** Sejak keluar dari kediaman Reyhan, Rohmat tidak berani bertanya. Melihat kondisi Fatih yang terus memegangi kedua matanya, menahan air mata agar tak meluruh dari sana. Namun, isakannya terdengar oleh Rohmat. Seperti mengerti kesedihan majikannya, Rohmat membawa Fatih berputar di sekitara kota. Hampir tengah malam berada di sepanjang perjalanan tanpa tujuan, akhirnya Rohmat berhenti sejenak di sebuah masjid. “Pak, saya izin buang air kecil sebentar.” Tanpa menunggu ucapan Fatih, Rohmat segera turun dan
Read more
Kehilangan Alina
“Rey, Alina pergi.”“Pergi? Pergi bagaimana?”“Dia gak ada di kamarnya. Pembantu juga tak tau keberadaannya setelah mengobrol dengan kamu pagi tadi.”“Telepon, Ma?”“Ponselnya di kamar. Dia gak bawa apa-apa loh, Rey.”“Oke-oke. Mama tenang dulu. Rey coba cari.”Rey memutuskan sambungan. Kemudian menepikan kendaraannya. Ia mencoba menebak-nebak, ke mana kemungkinan pergi.“Kenapa pakai acara kabur sih, Al? Gue jadi bingung ‘kan.” Ia melaju kembali. Rasa lapar yang sebelumnya mendera lenyap dalam seketika.“Meli,” pikirnya. Ia segera pulang. Dipacunya kendaraan secepat mungkin agar segera sampai.Rey tidak memiliki nomor ponsel wanita itu, sehingga berinisiatif untuk mencari nomornya di ponsel milik Alina.Baru sampai setengah jalan menuju rumahnya, Rey teringat kalau ada mamanya yang bisa dimintai tolong.Rey kembali menelepon mamanya. Meminta agar mengirim nomor ponsel.“Tuh ‘kan, Al. Gue jadi bingung begini.”Tak berapa lama kemudian, ponsel berdering. Satu pesan masuk. Sebuah nomor
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status