All Chapters of DUSTA SEORANG SUAMI: Chapter 41 - Chapter 50
65 Chapters
Ketika Harus Memilih
“Kamu masih mencintai Bang Zaidan?” tanya Widya dengan tegas.Hanun diam. Lalu menggelengkan kepalanya berkali-kali."Bahkan aku sendiri tak tahu apakah cinta itu masih ada untuknya atau tidak, Wid," ucap Hanun dengan nada pasrah.Widya kembali mengembuskan napasnya kuat-kuat. Memberi ruang pada paru-parunya untuk mengisi suplai oksigen dalam aliran darahnya.“Kamu siap untuk dimadu oleh Bang Zaidan?” tanya Widya kembali.Hanun memejamkan matanya. Lelehan bening kembali mengalir dari sudut netranya.Gelengan kepala Hanun menjawab pertanyaan yang diajukan Widya itu.“Lantas kenapa kamu tak memilih berpisah saja sekarang, Nun?” cecar Widya selanjutnya.“Kamu tak akan pernah mengerti, Wid!  Kamu tak pernah mengalami apa yang kurasakan saat ini!” teriak Hanun sembari menarik tubuhnya dari hadapan Widya dan memilih posisi membelakangi tubuh sahabatnya itu.“Apa yang tak aku mengerti, Nun?  Bahkan luka yang k
Read more
Licik
Netra Hanun memindai area parkir yang baru saja dimasukinya. Mencari tempat kosong untuk memarkirkan mobilnya. Banyak urusan yang harus diselesaikan di Jalan Melati membuat Hanun akhirnya harus datang lebih lambat ke rumah makan yang berlokasi di Jalan Gajah Mada ini.  Hari ini Hanun memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya di Jalan Melati terlebih dahulu. Banyak berkas yang harus diperiksanya di sana. Bahkan Hanun terpaksa melewatkan makan siangnya agar tak terlalu terlambat ke tempat kerjanya yang kedua ini. Bibir Hanun tersenyum saat matanya menemukan area kosong yang terletak di sebelah saung paling ujung kanan rumah makan. Masih cukup untuk dua kendaraan roda empat. Situasi rumah makan di Jalan Gajah Mada ini cukup ramai walaupun jam makan siang harusnya sudah berlalu. Hanun melajukan mobilnya perlahan. Mengambil area yang seminimal mungkin agar tak menutup kesempatan untuk kendaraan lainnya. Memastikan posisi mobilnya masih memberi ruang untu
Read more
Muak
Pun sama dengan Zaidan, suami Hanun itu. Laki-laki pembohong ulung yang bahkan Hanun sendiri tak tahu kapan itu mulai menjadi sifatnya. Hanun seolah tak mengenal sosok suaminya sendiri. Bukan ini tipikal lelaki halal yang telah menemaninya selama bertahun-tahun.“Gampanglah urusan ke kantor itu. Kalau terlambat satu jam, aku rasa tak ada masalah. Lagi pula kami sudah selesai. Jangan menolak ajakanku ini!” pinta Rindu dengan penuh harap.Hanun menganggukkan kepala lantas mengacungkan jempol kanannya.“Oke! Aku tunggu di meja yang itu," ucap Hanun sembari mengulaskan senyumnya seraya mengarahkan telunjuk kanannya pada salah satu meja kosong yang terletak di sudut kiri.  “Sip! Aku beres-beres dulu ya! Nanti aku menyusul," balas Rindu sembari menyatukan jempol dan telunjuk kanannya membentuk huruf O.Kembali Hanun melangkahkan kakinya ke arah meja yang sudah dipilihnya sebagai saksi perjuangannya nanti. Perjuangannya untuk mempertaha
Read more
Bukan Aku Egois
"Nun ... aku menjadi saksi perjalanan cinta kalian. Aku yang menjadi saksi perjuangan kalian untuk mendapatkan restu dari ayahmu. Bagaimana mungkin aku lupa bagaimana Bang Zaidan berjuang keras untuk mendapatkanmu? Rasanya tak mungkin jika Bang Zaidan akan berpaling darimu, Nun. Kamu satu-satunya wanita yang dicintai Bang Zaidan," ujar Rindu dengan tatapan tajam menatap Hanun. Sungguh Hanun merasa semakin mual menatap wajah wanita yang ada di hadapannya ini. Setelah semua yang dilakukannya, masih punya hatikah Rindu berkata seperti itu pada dirinya? Tak adakah rasa malu di hati Rindu lagi? Hanun merasa sungguh tak percaya. Rindu tak merasa bersalah sama sekali. Padahal dengan jelas Hanun menceritakan semuanya. Dengan gamblang Hanun mengungkapkan perih yang ada di hatinya. Apakah Rindu masih memilihi hati nurani?"Aku sendiri sulit untuk percaya, Rin. Tapi aku bisa berkata apa? Kenyataannya memang demikian. Aku diselingkuhi. Aku dikhianati. Mau berkata
Read more
Duri
Hanun mengernyitkan dahinya. Pertanyaan yang aneh menurut Hanun saat diucapkan oleh seorang wanita seperti Rindu,  wanita yang telah merusak kepercayaannya selama ini. Mengapa pertanyaan itu tidak ditujukan Rindu untuk dirinya sendiri? Apakah mereka berdua memang sudah bersepakat untuk menjadikan dirinya sebagai bagian dalam perjalanan cinta mereka selamanya? Apakah semua yang dikatakan Hanun ini sudah pernah menjadi pembahasan di antara mereka berdua?Tak mungkin rasanya Rindu dapat berkata seperti itu begitu saja. Sungguh bagi Hanun ini semua seperti sudah pernah dirancang oleh mereka. Bahkan kemungkinan perpisahan yang akan diminta Hanun pun sudah dapat mereka tebak arahnya. Apakah Zaidan memang tak akan melepaskan dirinya nanti?"Biar pengadilan yang menentukan nantinya saat aku mengajukan gugatan. Saat Bang Zaidan mulai membagi hati, artinya dia tahu dan siap dengan segala konsekuensi yang akan terjadi. Tak mungkin Bang Zaidan tak tahu tipikal wanit
Read more
Pilihan
Hanun mematikan mesin mobilnya.Manik matanya memindai keadaan di sekitar area parkir yang mulai dipenuhi para pengunjung rumah makan siang ini.Untung saja semua urusannya di rumah makan yang berada di Jalan Melati lancar hari ini. Hanun dapat dengan cepat meninggalkan rumah makan itu dan bergerak menuju ke rumah makan yang berada di Jalan Gajah Mada ini. Melihat pengunjung yang ramai setiap harinya ditambah omset yang terus meningkat setiap bulan membuat Hanun merasa bahagia. Usahanya tak sia-sia untuk memajukan rumah makan milik Widya ini. Wanita itu bukan hanya memberikan Hanun imbalan rupiah setiap bulannya. Lebih dari itu, di mata Hanun Widya memberikan semangat untuknya agar mampu menghadapi cobaan yang ada. Mengajarkan satu pelajaran hidup yang belum didapatkannya selama ini. Berbagi untuk sesama dan orang-orang yang ada di sekitar mereka. Pertemuannya dengan Rindu beberapa hari yang lalu membuat Hanum semakin yakin jika suami dan wanita yan
Read more
Mengapa Harus Bertahan?
Terdengar suara di belakang tubuh Hanun. Saat menolehkan kepala, Hanun bertatapan dengan Dian, salah seorang karyawan yang memang sudah lama bekerja di rumah makan ini."Iya. Sudah lapar. Mumpung diajak Bu Hanun makan bareng juga," balas Irma sembari mendudukkan tubuhnya di hadapan Hanun."Dian, nanti tolong antarkan air putih ke meja kami ya!" pinta Hanun sembari mulai melangkahkan kakinya kembali untuk mencuci tangannya di wastafel yang memang disediakan di belakang meja itu.Tampak Dian menganggukkan kepala dan tak lama kembali dengan dua gelas air putih di tangannya."Alhamdulillah ya, Bu. Rumah makan tiap harinya selalu ramai saja," ucap Irma sembari menyuapkan tangannya yang berisi nasi ke dalam mulut. Gadis itu pun memilih menu makanan yang sama seperti Hanun. Kedua wanita itu berhadapan dengan piring nasi di hadapan mereka masing-masing."Ibu juga cukup senang melihat rumah makan yang ramai setiap harinya. Omset kita
Read more
Tak Cinta Lagi
Hanun menatap sendu hamparan sajadah yang terbentang di hadapannya. Usai menunaikan sepertiga malamnya, Hanun memilih menumpahkan gundah-gulananya dengan mengadu pada Sang Pemilik Langit. Menyampaikan keluhnya dengan berbagai harap teriring dalam setiap helaan napasnya. Merajut asa dalam pinta. Dirinya hanya makhluk yang lemah, tak ada yang dapat dilakukan selain berserah.Dirinya merasa malu saat akhirnya masalah yang coba disembunyikan dari orang-orang di sekitarnya diketahui Wahyu. Laki-laki itu berhasil mengabadikan kebersamaan suaminya dan Rindu kemarin malam."Siapa bilang suami saya laki-laki yang tak setia?" tanya Hanun sengit."Lantas apa yang akan Ibu katakan saat melihat foto ini?" tanya Wahyu sembari kembali mengulurkan layar pipih itu ke hadapan Hanun."Saya tak kenal laki-laki itu. Bapak salah alamat sepertinya," tukas Hanun dengan senyum sinisnya.Wahyu terkekeh sebelum akhirnya menghela napas panjang."Ibu masih
Read more
Tamu di Pagi Hari
Hening. Tak ada jawaban atas pertanyaan yang diungkapkan Hanun itu. Zaidan menatap lurus ke depan.“Abang akan mempertahankan wanita yang sekarang ada di dekapan Bang ini dengan sekuat tenaga, dengan segala daya yang Abang miliki.”Hanun memejamkan matanya kala itu.   Membayangkan betapa besar rasa cinta yang Zaidan kepada dirinya. Syukur terucap dalam hatinya kala mendapatkan cinta yang begitu sempurna.Kecupan lembut di pipinya mengejutkan Hanun. Wanita itu mendongakkan kepalanya lantas tersenyum kepada suaminya. “Dan bagaimana jika ... tiba-tiba muncul seorang wanita yang sangat mencintai Abang nantinya?” tanya Zaidan kepada Hanun.Hanun terdiam. Tak tahu harus berkata apa. Dirinya sendiri yang memulai. Kesalahannya mengawali pembicaraan dengan tema cinta ke lain hati malam ini. Tak seharusnya malam pertama mereka dihadapkan pada perandaian yang belum pasti. Tapi entah mengapa hatinya tergelitik untuk mengetahui.“Jawab, Dek!
Read more
Kedatangan Ibu
"Ibu? Mengapa tidak memberi kabar dulu kalau mau ke sini? Hanun kan bisa jemput di terminal nantinya,” ucap Hanun sambil membuka pintu pagar rumah mereka dengan cepat.“Coba nanti dulu bertanya. Mendingan cepat bantu angkat kotak makanan itu dulu ke dalam!” jawab wanita yang disapa Hanun sembari memberikan dua helai lembaran uang kepada supir taksi. Hanun meraih tangan wanita yang tak lain adalah Bu Lidya, ibu kandungnya itu dengan takzim. Mengangkat kotak makanan serta tak lupa meraih tas travel yang ada di sampingnya.“Itu buat Almira, bukan buat kalian. Jadi nggak usah ngoceh pagi-pagi, Nun,” ujar sang ibu seraya melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah.Wanita itu sangat paham kebiasaan Hanun. Pasti akan mengalir ocehan panjang mempertanyakan alasan mengapa harus repot-repot membawa makanan sebagai oleh-oleh dari mulut Hanun setiap kali menyambut kedatangannya. Padahal datang berkunjung tanpa membawa oleh-oleh itu sangat memalukan untuk adat ketimuran.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status