Lahat ng Kabanata ng Wanita Tangguh: Kabanata 31 - Kabanata 40
43 Kabanata
Rencana Bu Santi
“Dari gelagat tubuhmu serta ekspresi jelekmu itu, pak lik jadi tau kalau kamu lagi tertimpa masalah,” sambung Paman Aris.“Pak Lik ... jangan mengejekku begitu! Bibi Laras baru aja berhenti mengoceh, sekarang malah Pak Lik penggantinya,” protes Syifa merajuk kesal sembari mengerucutkan bibirnya.“Lah emang kenyataannya begitu kok! Bibi miris banget liat kamu sekarang. Kamu yang dulu cantik, berisi, putih. Sekarang? Coba kamu ngaca baik-baik! Bibi sampe nggak ngenal kamu pas baru dateng,” timpal Bibi Laras menimbrung seraya membawa bolu kukus di atas piring besar.“Tuh ‘kan Pak Lik ... itu bibinya.” Syifa mengadu layaknya anak kecil.Paman Aris merupakan pengganti abahnya. Namun perannya bukan hanya mengasuh sejak kecil, ia membimbing serta memberikan kasih sayang sepenuhnya kepada Syifa.Bahkan Paman Aris dan Bibi Laras sudah menganggap Syifa seperti anaknya sendiri saat keduanya belum juga dikarunia keturunan.Hingga akhirnya kehadiran Lala menambah kebahagiaan keluarga ini setelah b
Magbasa pa
Pertemuan Dengan Jamilah
Usai menempuh perjalanan satu jam menuju pusat kota Bandung itu, sesuai keinginan sang ibu, Hamzah menghentikan laju motornya di depan gerbang sebuah rumah besar berlantai dua.Nuansa putih gading mewarnai setiap sudut rumah itu, dilengkapi halaman yang dipenuhi bunga-bunga layaknya taman di tengah kota.Seorang wanita muda berwajah putih dan ayu menyambut keduanya di depan pintu.Hamzah juga melihat dua anak kecil laki-laki dan perempuan dengan usia perkiraan 6-7 tahun bergelayut di kedua tangan wanita itu.“Hai Nenek, Om! Ayo salam, Sayang!” pinta wanita yang mengenakan rok selutut dengan setelan baju pendek itu kepada dua anak kecil seraya melambaikan tangan untuk mencontohkannya.“Hallo Harun, Hana apa kabar Sayang?” sapa Bu Santi sembari mengelus pipi mulus mereka."Bunda ...!" Kedua anak itu mengangguk pelan, dengan malu ia kembali dan bersembunyi di belakang tubuh wanita yang di panggil bunda itu."Nggak papa Sayang, nggak perlu malu!" bujuknya dengan lembut sembari mengusap pu
Magbasa pa
Rindu Yang Menggebu
Hamzah menghela nafas panjang, lalu menghempaskannya dengan kasar.Ia merasa terjepit di situasi yang rumit, andai waktu bisa di putar pasti ia akan menolak mengantar sang ibu ke tempat ini.Bukan karena Hamzah tak senang mendapat pekerjaan yang selama ini ia cari kesana-kemari, apalagi pekerjaan sopir pribadi yang lebih di katakan layak baginya dari pada seorang serabutan yang di panggil orang jika membutuhkan tenaganya.Namun, ia tidak suka cara mendapatkan pekerjaan ini yang dinilai tidak sesuai ekspetasi dan kemauannya. Apalagi sang ibu melambungkan dirinya seolah memiliki banyak kebaikan yang nyatanya nol besar jika di buktikan.Hamzah merasa tau diri tidak memiliki keahlian istimewa apapun, ijazah sekolah hanya tamat SMA, mondok pun hanya setengah-setengah. Ia hanya merasa beruntung mendapatkan Syifa setelah mengadu ingin menikah dengan pak yai kala itu.“Baik, saya setuju,” tutur Hamzah dengan datar tanpa menatap wajah wanita yang di ajaknya bicara.“Oke, Mas Hamzah mulai beso
Magbasa pa
Bu Santi Bangga Diri
“Liat nih Bu-ibu mobilnya besar, namanya Xpander,” cetus Bu Santi sembari mengelus mobil hitam yang terparkir di depan rumahnya.Ia menggiring ibu-ibu tetangga usai berbelanja di warung Bu Minah.“Wah, sekarang Hamzah hebat, ya, Bu Santi! Jadi sopir pribadi, pasti penghasilannya banyak tuh,” sahut Bu Mira tetangga sebelah kanan rumah Hamzah. “Jelaslah, majikannya cantik, royal lagi. Mobil udah kaya punya Hamzah sendiri, bisa di bawa kemana aja, semuanya bebas setelah tugas nganterin anak-anaknya si Jamilah. Sekarang nih aku merasa bahagia dan tenang hidupnya, melihat anak udah bahagia, punya motor dua, kendaraan mobil yang berasa milik sendiri,” balas Bu Santi dengan senyum bangga.“Mujur banget nasib Hamzah, semoga aja makin berkah rezekinya setelah nikah sama menantumu Syifa,” timpal Bu Ratna tetangga yang berada di sebelah kiri rumahnya.“Ohya, dimana menantumu Syifa? Kok jarang kesini semenjak tinggal di kontrakan sendiri?” tanya Bu Mira dengan ekspresi penasaran.“Jangan di tany
Magbasa pa
Berbaikan
Selang beberapa waktu kemudian ...Syifa menatap jam di pergelangan tangannya dengan gusar, sudah lewat tiga puluh menit tapi mereka tak kunjung keluar. Beringsut ia melangkahkan kaki dengan perlahan. Syifa mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, akan tetapi ia kembali menarik diri. Bimbang, ragu dan tak enak hati jika kehadirannya mengganggu kebersamaan mereka.Syifa menghembuskan nafasnya pasrah.Ia sadar tak selamanya sang paman akan selalu di sampingnya, ia sudah memiliki keluarga dan kehidupan baru yang ia punya. Dirinya hanya seorang keponakan yang menumpang hidup sejak kecil hingga sekarang. Sesaat Syifa melirik ke arah jendela, terlihat rintik-rintik hujan itu telah berhenti. Langkahnya mendekat, lalu menatap di luar sana yang terbentang pemandangan sawah yang hijau.Dulu ia sering bermimpi ingin memanen padi di sawah bersama suami dan anak-anaknya, dalam pikiran yang terbatas ia berkhayal sekonyol itu.Tanpa sadar ia terkekeh sendiri mengingat impiannya dulu. Namun, s
Magbasa pa
Hamzah Menjemput Syifa
“Hey! Kenapa? Kok ngomong sendiri?” sergah Paman Aris tiba-tiba, membuat tubuh Syifa tersentak dan ponsel dalam genggaman tangannya hampir saja terjatuh.“Astaghfirullahal adzim Paklik, ngagetin aku aja,” balas Syifa dengan ekspresi terkejut.“Hehehe, loh ini ada pisang goreng sama teh manis! Hmmm ... tapi udah dingin,” ucapnya setelah mencicipi teh yang telah dingin sedari tadi.“Hmmm ... ini udah dari tadi, Paklik. Niatnya mau ngeteh sama makan pisang goreng bareng, tapi Paman sama Bibi kayanya lagi sibuk, jadi ini nganggur deh,” ungkap Syifa seraya menunjuk teh dan pisang goreng yang tergeletak itu.“Oh, itu Bibi sama Lala mau tidur. Maaf, ya, kamu jadi repot begini tapi malah nggak sesuai harapan,” ujar Paman Aris dengan sungkan.“Nggak papa Paman,” balas Syifa tersenyum simpul.“Ya udah paman makan aja, udah dingin juga nggak papa.” Paman Aris mengambil satu pisang goreng, lalu memakannya.Kemudian Syifa ikut duduk bersamanya dengan melakukan hal yang sama.“Kalau di makan kaya g
Magbasa pa
Penjelasan Hamzah
Sang bibi berjalan mendekat saat Lala sudah keluar dari kamarnya.Syifa meneguhkan tubuhnya dengan pikiran yang di penuhi tanda tanya.“Kamu jaga diri baik-baik, ya, disana!” Sejurus kemudian sang bibi memeluk tubuhnya erat.“Kalau ada apa-apa cerita sama paman dan bibi. Kami ini keluargamu, orang tuamu,” lanjutnya dengan suara terisak. Ia teringat ucapan dari sang suami yang menceritakan bahwa keponakannya telah menyiapkan teh hangat serta pisang goreng untuk berkumpul dengan keluarga, tapi semua itu tidak terlaksana karena dirinya, sang suami dan Lala sibuk bercanda di kamar hingga terlelap bersama saat lusa.“Insyaallah Bi, do’akan Syifa selalu.” Tenggorokan Syifa tercekat karena terbawa suasana.“He’em! Sudah selesai salam perpisahannya?” Paman Aris berdehem di depan pintu yang membuat kedua wanita yang tengah berpelukan itu tersentak kaget sembari melepas pelukan, sesekali keduanya mengusap air mata yang tak terasa menetes begitu saja.“Lihat Hamzah! Istrimu kaya anak mau di kir
Magbasa pa
Merendahkan Keluarga Syifa
Hamzah fokus menatap jalan karena pada dasarnya ia masih belum begitu mahir mengendarai mobil, hanya bermodalkan latihan berkendara selama beberapa pekan dan SIM A yang berhasil di kantongi, Hamzah memberanikan diri untuk menyetir.Tentu semua biaya itu gratis, alias Jamilah yang telah menanggungnya.“Ibu pasti senang, ya, Mas?” cetus Syifa dengan bola matanya yang masih menatap kedepan. Entah, sejak Hamzah mengungkapkan kondisinya sekarang, pikiran Syifa terus berputar mengingat kata demi kata yang Hamzah ucapkan dan berujung mengaitkan kebahagiaan sang ibu mertua dengan kondisi Hamzah sekarang.“Iya Sayang.” Hamzah tersenyum sekilas sembari melirik ke arah sang istri, sesaat kemudian dalam benaknya kembali di hinggapi rasa khawatir atas sikap sang ibu yang bersikap sedikit berlebihan mengenai kebaikan Jamilah.Hamzah agak khawatir jika sang ibu lama-lama mendekatkan dirinya dengan janda itu. Seketika Hamzah menggelengkan kepala pelan untuk menepis pikirannya yang melayang jauh.“O
Magbasa pa
Hamzah Merapel Dalam Satu Malam
Hamzah tersenyum simpul menatap sang istri yang dengan cerdas membantunya memberi edukasi kepada sang ibu.“Ah sudahlah ibu mau istirahat!” Bu Santi membanting kipas kain yang digunakannya di atas kursi seraya berdiri.“Ohya enak banget, ya, sekarang. Pergi sendiri, pulang di jemput kaya tuan putri. Pakai mobil lagi. Hamzah emang terlalu baik orangnya,” pungkasnya sembari berlalu masuk ke dalam.“Ibu!” sergah Hamzah dengan segera, ia berusaha menghentikan ucapan sang ibu yang bisa melukai hati sang istri, apalagi mengingatkannya dengan kejadian buruk yang pernah terjadi.Bu Santi terus melajukan kakinya masuk ke dalam kamar.Krep! Ia membanting pintu hingga menimbulkan suara yang nyaring.Syifa mengempaskan nafasnya kasar untuk menetralisir perasaannya yang kacau.Hubungan kekeluargaan apa ini? Bisa-bisanya anak, menantu dan mertua saling sindir dan mencibir berdebat satu sama lain.Di tambah ucapan Bu Santi benar-benar menyudutkan keluarganya yang berprofesi sebagai petani, seolah-s
Magbasa pa
Perkara Makanan
Beberapa saat kemudian telor balado dan krupuk siap tersaji di atas meja makan. Syifa juga telah selesai mengerjakan pekerjaan lainnya.“Wah istri mas rajin sekali, mas jadi tambah sayang deh.” Hamzah memeluk tubuh Syifa dari belakang saat sang istri tengah mencuci piring di depan wastafel.“Mas udah bangun? Jam berapa ini?” tanya Syifa terlontar sembari terus melanjutkan pekerjaannya selagi sang ibu mertua belum terjaga.“Jam setengah tujuh,” balas Hamzah dengan kepalanya yang melendot di bahu Syifa.“Ehem!” Bu Santi berdehem ketika melihat penampakan anak laki-lakinya sedang bermanja-manja dengan sang istri.“Masih mending Jamilah dari pada Syifa, Hamzah! Ngapain kamu tergila-gila sama wanita kampung itu,” cibir Bu Santi dalam hati.Wajah masam tergambar saat melihat aksi mesra anaknya itu, seketika ia terduduk di depan meja makan dan mengalihkan netranya dari pandangan yang membuat hatinya kesal.Baginya Syifa hanya pembawa sial dan kesengsaraan dalam hidupnya yang menjadikan jatah
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status