Semua Bab Menjadi Janda Tajir Melintir: Bab 51 - Bab 60
132 Bab
Sentuhlah Aku
“Desy, apa kamu benar-benar tidak mengenal siapa orang yang membeli semua pakaian di butik kita?” Melani merasa penasaran. Jangan-jangan Deon memang membeli di butiknya? Sejak bercerai dengan mantan suami, diam-diam Melani mendirikan butik kecil bekerja sama dengan Desy. Pada hari pernikahannya dengan Deon, dia meminta tolong Desy untuk mengurus semua keperluan di butik karena dia tidak bisa datang ke butik. “Aku benar-benar tidak tahu. Dia tidak menjawab saat aku menanyakan namanya. Ah, tunggu dulu.” Desy membuka daftar riwayat transaksi dan membuka mata lebar-lebar saat membaca nama si pemilik rekening yang melakukan transaksi virtual sejumlah satu miliar rupiah. “Deon Alvarendra. Bukankah dia pria kejam itu? “Bukan pria kejam, dia lelaki yang baik, Desy,” ujar Melani tegas. “Jadi benar Tuan Deon yang membeli semua pakaian di butik kita?” Melani melebarkan mata tidak percaya. Pantas saja dia merasa tidak asing dengan pakaian-pakaian yang di lemari besar pemberian Deon. “Kamu sela
Baca selengkapnya
Jangan Melewati Batas
“Sentuhlah aku, Istriku!” Deon mendekatkan wajahnya pada Melani. Melani memundurkan tubuhnya, menghindari Deon. Jantungnya berdegup kencang. “Aku akan memeriksa Nafisa,” ucapnya mengalihkan pembicaraan. Dia bergegas pergi menuju kamar Nafisa. Melani tersenyum lembut melihat Nafisa yang telah terlelap. Dia menggeleng-gelengkan kepala melihat selimut Nafisa yang berantakan. Bergegas dia merapikan selimut Nafisa, lalu mengecup kening bocah kecil itu dengan lembut. Saat kembali ke kamar, Melani melihat Deon telah terlelap di tempat tidur. Dia menghembuskan napas lega. Menutup pintu pelan-pelan, lalu berjalan menuju sofa. Dia membaringkan tubuh di atas sofa dan menyelimuti tubuhnya. “Jangan membuatku merasa menjadi suami tidak berguna dengan tidur di sana.” Tiba-tiba Deon berbalik dan menatapnya. “Ke sinilah. Kamu bisa tidur di sebelahku,” ucapnya sambil menepuk-nepuk tempat tidur yang luas di sebelahnya. “Tidak apa-apa, aku tidur di sini saja,” ucap Melani singkat. Dia bersiap memeja
Baca selengkapnya
Aku Bukan Orang Lain
Melani memejamkan mata hanya untuk menutupi kecanggungannya. Ini bukan kali pertama dia tidur bersama laki-laki, tetapi tetap saja dia merasa canggung ketika harus tidur satu kamar dengan laki-laki yang baru saja dikenalnya. Dia membuka mata untuk melirik suaminya, tetapi buru-buru memejamkan mata kembali ketika melihat Deon sedang memandanginya. “Kamu tidak bisa tidur?” tanya Deon saat memergoki Melani baru saja meliriknya. Bibirnya tidak berhenti mengembangkan senyum. “Apa kamu mau mengatakan sesuatu?” tanyanya lagi. Dia tahu Melani tidak tidur. “Aku mengantuk,” jawab Melani tanpa membuka matanya. Dia mengubah posisi tidurnya membelakangi Deon. Deon melengkungkan bibir ke bawah. Dia mengangkat kedua bahu, lalu menarik selimut dan memejamkan mata. “Malam pertama yang dingin tanpa pelukan istri,” gumamnya. Melani membuka mata mendengar perkataan Deon. ‘Apa katanya? Berani sekali dia membicarakan malam pertama. Bukankah dia sudah berjanji tidak akan menyentuhku?’ Dia menggeser tubuh
Baca selengkapnya
Pencopet
“Mama! Biarkan Om Deon ikut ya, Ma!” Nafisa memohon pada Melani. Dia menarik-narik lengan Melani dan menatap mamanya itu dengan tatapan memelas. "Nafisa! Kita bisa berangkat sendiri. Om Deon harus berangkat ke kantor," bujuk Melani pada Nafisa. "Emangnya kenapa? Om Deon aja gak keberatan kok." Nafisa melengkungkan bibirnya ke bawah. "Lagian, bukannya Mama juga kerja di kantor Om Deon?" tanyanya meminta penjelasan. Melani mengusap-usap kepala Nafisa. "Om Deon adalah pimpinan perusahaan. Dia harus berangkat lebih pagi untuk memberi contoh yang baik pada karyawan-karyawannya," bujuk Melani. "Apa Nafisa mau Om Deon terlambat karena harus mengantar Nafisa dulu?" tanyanya pada Nafisa. Nafisa menggelengkan kepala. "Lalu, bagaimana dengan Mama? Gimana kalau Mama juga terlambat karena mengantar Nafisa dulu?" tanya Nafisa polos. "Tidak apa-apa. Mama ingin mengantar Nafisa dulu sebelum berangkat ke kantor," ujar Melani yakin. Mendengar Melani yang bersikukuh ingin mengantar Nafisa tanpanya
Baca selengkapnya
Penghinaan Dan Dendam
"Tolong! Ada pencopet yang mengambil tas milikku!" Melani masih berteriak panik. "Di mana copetnya?" Seorang lelaki setengah baya dan beberapa warga menghampiri Melani. Mereka segera berlari ke arah pencopet. Tiba-tiba Nafisa menangis ketakutan. Melani menatap Nafisa yang merasa ketakutan, dan seketika merasa bersalah. "Hey, kesayangan Mama. Kenapa menangis? Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja. Pencopet itu akan segera tertangkap," bujuk Melani seraya mengusap pipi Nafisa yang telah basah. Tidak lama Melani menunggu, beberapa warga kembali menghampirinya. "Apa ada barang berharga Ibu di dalam tas itu?" tanya seorang di antara mereka. "Tidak ada. Hanya ada beberapa surat-surat dan dokumen penting," jawab Melani lirih. Untung saja dia tidak menyimpan banyak uang di dalam dompet itu. Namun, akan sangat menyusahkan jika surat-surat berharga dan dokumen penting itu raib. Apalagi di tas itu juga ada rekening berisi uang satu miliar hasil penjualan butik. Rencananya uang itu aka
Baca selengkapnya
Posesif
"Tidak perlu khawatir. Aku sudah mengirim dua pengawal ke sekolah Nafisa. Mulai hari ini kamu dan Nafisa tidak boleh ke luar rumah tanpa ditemani pengawal." Deon berkata tegas. Dia masih merasa sangat khawatir setelah peristiwa pencopetan yang dialami oleh Melani barusan. "Mengirim pengawal ke sekolah Nafisa? Apa itu tidak terlalu berlebihan?" Melani yang duduk di sebelah Deon melebarkan mata tidak percaya. "Kurasa tidak perlu berbuat sejauh itu. Nafisa pasti aman di sekolahnya. Kamu tidak perlu mengirimkan pengawal untuknya," lanjutnya memberi pendapat. "Apa yang aku lakukan ini tidak berlebihan. Aku baru bisa tenang setelah yakin Nafisa aman bersama pengawal di sana," ujar Deon tegas. "Apa kamu tidak tahu? Di luar sana banyak sekali penjahat. Mereka mengincar anak pejabat dan orang-orang kaya. Oleh sebab itulah para pengawal mempunyai pekerjaan," lanjutnya berkata panjang lebar. “Kamu tidak lupa, ‘kan? Saat ini kamu adalah istri dari Deon Alvarendra, pewaris perusahaan retail terk
Baca selengkapnya
Situasi Darurat
"Kenapa kamu melakukannya?" Melani bertanya tidak mengerti. "Aku tau uangmu banyak, tapi kamu tidak perlu membuang-buang uang untuk hal seperti itu. Aku akan mengembalikan sisa uangnya," ujarnya tegas. "Tidak perlu mengembalikannya. Aku melakukannya tulus untuk membantumu. Butikmu akan cepat berkembang jika kamu menggunakan uang itu sebagai modal." Deon merapikan kerah kemejanya. Dia melangkah seraya berkata, "Ayo, aku akan mengantarmu ke butik. Kamu tidak melarangku untuk melihat butik milik istriku, 'kan?" Terpaksa Melani mengikuti langkah Deon. Dia berjalan sambil merogoh ponselnya untuk menghubungi Desy. Sampai di dalam mobil, Melani masih terus berusaha menghubungi Desy. Karena Desy tidak juga menjawab, akhirnya dia mengetikkan sebuah pesan, "Desy, aku sudah berangkat ke butik. Kamu tidak usah menjemputku ya. Makasih." Desy sudah sampai di kantor Deon saat pesan dari Melani terkirim. Dia belum sempat membaca pesan dari Melani karena saat menghentikan mobil, perhatiannya langsu
Baca selengkapnya
Salah Paham
“Tempat apa ini?” Desy terus menatap rumah megah milik Deon. Dia merasa takjub. “Tunggu di sini. Aku akan kembali secepatnya.” Aldo bergegas melepaskan sabuk pengaman dan turun dari mobil. Dia berlari kecil masuk ke dalam rumah besar itu. “Apa ini rumah Deon Alvarendra? Rumah ini sangat bagus. Pantas saja Melani betah bekerja di sini,” gumam Desy. Netranya berbinar menatap rumah di depannya. Tiba-tiba binar matanya meredup. “Tidak mungkin. Mereka pasti hanya menyisakan kamar yang sangat kecil untuk pembantu,” gumamnya lagi. “Oh, malangnya sahabatku, Melani. Dia pasti sangat lelah membersihkan rumah sebesar itu sendirian,” lanjutnya seraya melengkungkan bibirnya ke bawah. Tiba-tiba Nafisa keluar dari rumah besar itu, disusul Aldo di belakangnya. Wajah muram Desy tiba-tiba berubah sumringah saat melihat Nafisa tampak begitu cantik dan imut dengan mengenakan dress tutu. “Nafisa?” Desy bergegas menuruni mobil dan berlari menemui Nafisa. “Kamukah itu, Cantik? Tante Desy sampai pangling,
Baca selengkapnya
Terlalu Lama Menjomlo
Darah segar mengalir di bibir bawah Melani hingga membuat dia sedikit meringis karena merasakan perih. Namun, rasa perih itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa perih di hatinya karena tuduhan Desy barusan. Melani meraih tangan Nafisa dan menariknya mendekat, lalu dia berbalik dan melangkah pergi, membawa Nafisa meninggalkan Desy yang masih berdiri terpaku di ambang pintu butik. Deon yang merasa marah berjalan mendekati Desy dengan tatapan bagaikan serigala yang sedang menatap musuhnya. Dia berjalan pelan, hingga sampai tepat di hadapan Desy. Gerakan tubuhnya dan tatapan matanya hampir membuat tubuh Desy merasa lemas dan ingin segera kabur dari tempat itu. “Kamu seharusnya menjaga prasangka di dalam pikiranmu itu, Nona. Jika tidak bisa menjaga prasangkamu, setidaknya tahanlah mulutmu dari perkataan yang tajam,” ujar Deon seraya menatap tajam Desy. “Apa kamu tidak sadar, jika kata-katamu itu telah melukai perasaan istriku? Bukankah kamu sahabatnya? Mengapa kamu melukai
Baca selengkapnya
Permintaan Nafisa
“Apa yang dikatakan Tante Desy tadi, Ma? Kenapa dia marah kepadamu?” tanya Nafisa polos. Dia mendengar semua ucapan Desy pada Melani, tetapi tidak memahami maksudnya. Melani menghembuskan napas berat. Tidak tahu bagaimana harus menjelaskan semuanya pada Nafisa. Bagaimana dia menjelaskan masalah orang dewasa pada bocah sekecil itu? “Tante Desy tidak marah, Nafisa. Tadi hanyalah perdebatan kecil antara dua orang sahabat. Kamu akan mengerti saat dewasa nanti,” jawab Melani pada akhirnya. Dia tersenyum lembut pada Nafisa, lalu mengajak bocah kecil itu duduk di kursi. “Tapi tadi Nafisa melihat Tante Desy marah,” gumam Nafisa yang tidak menerima penjelasan dari mamanya. “Tante Desy hanya salah paham, Nafisa. Dia mengira Mama Melani sedang menyakiti Om Deon¸ padahal sebenarnya Mama Melani hanya tidak sengaja terjatuh dan mengenai Om Deon.” Tiba-tiba Deon datang dan membantu Melani untuk menjelaskan semuanya. Dia duduk menghadap Nafisa dan menatapnya lekat. “Itu benar, Nafisa,” sahut Mel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status