Semua Bab Menjadi Janda Tajir Melintir: Bab 31 - Bab 40
132 Bab
Janda Cinderella
Melani menatap punggung Bonita yang berjalan menjauh. Dia masih memikirkan kata-kata Bonita barusan. Gadis itu terlihat sangat marah hingga mengancamnya. Gadis yang nekat, entah apa yang akan dia lakukan pada Melani. Melani melirik Johan dan menatapnya penuh amarah. "Jika sudah tidak ada yang dibicarakan, sebaiknya kamu pergi," ucapnya pada Johan. "Aku tidak akan pergi tanpamu, Sayang. Suami istri harus selalu tinggal bersama," ucap Johan tersenyum genit. "Bukankah kata-kataku benar, Ibu?" lanjutnya menatap Namira. "Jangan dengarkan dia, Bu. Dia sudah gila semenjak mendengar Bonita hamil anaknya," ucap Melani asal. "Kenapa kamu begitu sinis kepadaku, Sayang? Apakah itu karena kamu merindukanku?" goda Johan seraya mencolek dagu lancip Melani. "Jangan kurang ajar!" Melani memalingkan muka, menghindari tangan Johan. Dia berdiri dan berpindah ke tempat duduk Bonita. "Kamu harus ingat, kita sudah bercerai, Mas. Jangan menyentuhku sembarangan!" ketusnya. Namira yang dari tadi diam, su
Baca selengkapnya
Seperti Sulap
"Kalian mau membawaku ke mana?" Melani mengulangi pertanyaannya pada Lea dan Hera. Sekarang dia sudah duduk di jok belakang mobil volkswagen beetle. Lea melajukan mobil kencang meninggalkan rumah istana milik Deon.Volkswagen beetle warna kuning itu berhenti di sebuah pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kota Jakarta. "Masuklah, Nona! Ini adalah salah satu mall milik Tuan Deon. Kami akan membantu Anda memilih pakaian untuk acara nanti malam," ujar Lea. Dia membuka sabuk pengaman dan segera menuruni mobil."Acara? Memangnya ada acara apa nanti malam?" Melani melirik Lea dan Hera bergantian."Ayo turun dulu, Nona! Ini perintah Tuan Deon." Hera membuka pintu mobil dan mempersilakan Melani untuk turun.Lea dan Hera membawa Melani ke salah satu butik paling mahal di dalam pusat perbelanjaan tersebut. Butik yang menyediakan pakaian limited edition rancangan desainer ternama. Melani sampai tidak bisa berkedip melihat koleksi pakaian yang semuanya tampak begitu elegan."Kurasa aku tidak
Baca selengkapnya
Hadiah
“Tuan Deon?” Lea dan Hera segera mengengguk hormat pada lelaki tampan yang sedang berdiri menatap Melani tanpa berkedip.“Kalian telah melaksanakan tugas kalian dengan baik,” ucap Deon tanpa mengalihkan pandangannya dari Melani. “Sekarang lanjutkan tugas kalian,” titahnya tegas.“Baik, Tuan!” Lea dan Hera bergegas menarik lengan Melani dan membawanya keluar dari salon. Dengan sigap, Hera membuka pintu volkswagen beetle dan mempersilakan Melani untuk masuk. Sementara, Lea berlari kecil masuk ke dalam mobil dan bersiap untuk menyetir.Melani menatap Lea dan Hera dengan dahi berkerut. “Sekarang, ke mana lagi kalian akan membawaku?” tanyanya heran. “Tidak bisakah membawaku pulang saja?” pintanya memelas.“Ayo, masuk saja, Nona. Nanti Anda akan mengerti.” Tanpa berikir panjang, Hera mendorong Melani masuk ke dalam mobil dan bergegas menutup pintu mobil itu.Volkswagen beetle warna kuning itu membawa Melani sampai di rumah Namira. Melani bergegas turun dan masuk ke dalam rumah, diikuti oleh
Baca selengkapnya
Langkahi Mayat Kami
“Melamarku? Apa maksudmu?” Melani bertanya heran. Apa Bonita sudah mengetahui rencana Deon yang akan melamar Melani?“Aku akan dihantui rasa bersalah jika melihat Kak Melani terus sendirian setelah ditinggalkan Kak Johan. Kemarin, aku memasang foto Kakak di media sosial. Di luar dugaanku, banyak laki-laki yang tertarik untuk menikahi Kakak.” Bonita menjelaskan panjang lebar.“Apa katamu? Memasang fotoku di media sosial? Kenapa kamu lancang sekali, Bonita!” teriak Melani tidak terima. “Kamu pikir Kakak adalah barang dagangan yang fotonya bisa dipajang di media sosial sesuka hatimu?” Melani mendelik menatap Bonita penuh amarah. “Cepat hapus foto itu! Aku akan beristirahat di kamar dan tidak akan menemui laki-laki mana pun,” ucap Melani tegas. Dia melangkah hendak meninggalkan Bonita, tetapi, sebuah ketukan pintu membuat dia membalikkan badan ke arah pintu rumah itu.Seorang laki-laki besar berkulit sawo matang berdiri di depan pintu. Usia laki-laki itu tidak lagi muda. Mungkin seusia ay
Baca selengkapnya
Membalas Kesombongan
"Siapapun yang menyakiti calon istriku akan berhadapan denganku." Deon menatap Mario dan Bonita bergantian. Tatapannya begitu tajam, seperti pedang yang telah diasah untuk menusuk tubuh musuh. Siapapun yang menyakiti Melani, akan menjadi musuh baginya.Mario tertawa kencang. "Heh, kau bocah ingusan! Lebih baik kau menyingkir sebelum aku menyingkirkanmu. Lepaskan wanita itu dari tanganmu. Dia akan menjadi istriku," ucap Mario penuh percaya diri.Deon masih memeluk erat Melani. Tidak akan dia biarkan Melani jatuh ke tangan tua bangka yang sok tampan itu. Dia menatap Mario seakan mengeluarkan api dari bela matanya. Api itu akan melahap habis Mario."Heh, apa kau tidak mendengarkanku? Lepaskan wanita itu. Hari ini aku akan bersenang-senang dengannya," ucap Mario dengan nada marah. Namun, menatap Melani membuat dia kembali tersenyum. Dia mendekat hendak menyentuh pipi Melani, tetapi Deon menepis kasar tangannya."Berani-beraninya kau menghalangiku! Apa kau tidak tau siapa aku, hah?" Mario
Baca selengkapnya
Alergi
"Bukankah seharusnya kamu senang jika kakakmu akan menikah dengan laki-laki lain? Itu tandanya dia sudah bisa melupakan mantan sumaminya." Namira mengulangi pertnyaannya pada Bonita. "Pokoknya aku tidak setuju, Bu. Aku tidak setuju jika kakak menikah dengan laki-laki hidung belang tadi. Aku punya calon yang lebih baik untuk Kakak." Melani bersikukuh. "Kamu pikir kakakmu setuju saat kamu berhubungan dengan mantan suaminya?" Namira balik bertanya. Dia meletakkan barang belanjaan di atas meja, lalu menatap Bonita. "Jika kakakmu tidak pernah melarangmu untuk menikah dengan siapapun, bahkan kakakmu sudah merelakan mantan suaminya untukmu, apakah masih pantas kamu menghalangi hubungan kakakmu dengan laki-laki lain? Apa jangan-jangan kamu iri, karena Deon lebih kaya dari Johan?" Namira menyipitkan mata menatap Bonita. Pertanyaan Namira membuat Bonita bermuka masam. Dia berdecak kesal, lalu meninggalkan dapur menuju ruang tamu. "Kamu serius akan menikahi Kak Melani?" Bonita bertanya ketu
Baca selengkapnya
Jangan Panggil Aku "Tuan"
"Bagaimana jika pertemuan ini kita tunda dulu?" Melani memohon. Dia menatap Deon dengan memelas. Tidak siap bertemu dengan kedua orangtua Deon. Apalagi menurut cerita para rekan kerjanya, kedua orangtua Deon memiliki temperamen yang buruk. Mereka tidak ragu-ragu untuk memecat karyawan jika diketahui membuat kesalahan atau tidak becus dalam bekerja."Kamu mau aku menundanya? Tidak akan!" Deon menjawab tegas. "Sudah lama kedua orangtuaku ingin bertemu dengan calon istriku. Mereka akan menyukaimu," bujuknya pada Melani.Melani menghembuskan napas pasrah. Dia tidak bisa menolak keinginan tuannya."Satu lagi. Jangan panggil aku "tuan". Kamu adalah calon istriku, maka panggil aku sesuai dengan status hubungan kita," tegas Deon pada Melani."Dia benar, Melani. Menurutlah pada calon suamimu." Namira tersenyum seraya mengedipkan mata pada Melani."Baiklah." Melani berkata pasrah. Tidak ada pilihan lagi selain menuruti keinginan Deon. Lagi pula, semakin cepat mereka menikah, semakin baik pula u
Baca selengkapnya
Anakmu Anakku
Nafisa merasa panik. Di kolam sedangkal itu, seharusnya dia tidak tenggelam, tapi kenyataannya dia telah meminum entah berapa teguk air. Dia hampir saja tenggelam, untung saja Deon lebih dulu menyelamatkannya. Dia berlari cepat, terjun ke dalam kolam dan meraih tubuh Nafisa yang hampir menyentuh dasar kolam.Nafisa menangis dan memeluk erat Deon. Melani bergegas lari menghampiri mereka."Nafisa, anakku, kamu tidak apa-apa, Nak?" Air mata sudah membasahi pipi Melani. Meski begitu, dia tetap cantik dengan riasan wajah yang tidak luntur.Deon mengangkat tubuh Nafisa dan membawanya ke atas. "Dia hanya masih terkejut," ucapnya pada Melani.Tubuh Deon dan Nafisa yang basah kuyup mengingatkan Melani pada kejadian saat mereka jatuh dan hampir tenggelam di laut. Dia masih merasa trauma. Jika dia saja masih merasa trauma, bagaimana dengan Nafisa? Anak itu terlihat sangat ketakutan."Tidak apa-apa, Nafisa. Semua akan baik-baik saja. Kemarilah," bujuk Melani menenangkan Nafisa. Dia merengkuh dan
Baca selengkapnya
Demi Nafisa
Melani, Nafisa, dan Deon sudah kembali ke restoran. Bonita yang sejak tadi mengikuti mereka meremas-remas tangan dengan kesal. Dia tidak suka melihat Melani tampak tertawa-tawa bersama Deon dan Nafisa."Ayo kita memesan makanan lebih dulu. Mungkin sebentar lagi orangtuaku akan datang," ujar Deon pada Melani dan Nafisa. Dia melambaikan tangan untuk memanggil pelayan.Saat pelayan menyiapkan makanan dan minuman yang dipesan Deon, diam-diam Bonita menyusup ke dapur restoran. Dia melihat segelas kopi, segelas jus stroberi, dan segelas jeruk hangat sudah berada di atas meja dan siap untuk di sajikan, sementara pelayan pengantar makanan belum mengambil minuman itu. Melani mengambil bubuk berwarna putih dari dalam dompetnya. Dia menaburkan bubuk putih itu ke dalam minuman warna oranye. "Rasain kamu, Melani," ujarnya sambil tersenyum sinis. Dia sangat yakin minuman jeruk itu adalah minuman untuk Melani. Bonita berjalan pelan dan bersembunyi di balik tiang dekat tempat duduk Melani. Dia suda
Baca selengkapnya
Senjata Makan Tuan
"Tante gak mungkin bohong, Nafisa? Apa Nafisa pikir Tante bohong sama Nafisa? Tante sangat sayang sama Nafisa, kayak Papa Johan yang menyayangi Nafisa, mana mungkin Tante bohong?" Bonita mendekati Nafisa dan memeluknya."Lepasin aku, Tante. Aku gak suka sama Tante Bonita!" ujar Nafisa ketus seraya mendorong tubuh Bonita.Seorang pelayan datang dengan membawa makanan dan minuman yang dipesan oleh Bonita. Spaghetti bolognese, kentang goreng, dan es jeruk yang sangat menggoda selera."Tante Bonita makannya banyak," ketus Nafisa seraya melirik makanan dan minuman yang dibawa pelayan untuk Bonita."Nafisa, tidak boleh begitu sama Tante Bonita. Mungkin tantemu sedang lapar," sahut Melani menasehati Nafisa. Dia menoleh ke arah Bonita, lalu berkata, "Kamu juga Bonita. Kenapa memesan makanan seperti itu? Kamu sedang hamil, seharusnya kamu memesan makanan yang lebih sehat.""Memangnya kenapa? Semua makanan sama saja," bantah Bonita seraya menyuapkan spaghetti ke mulutnya. Dia makan dengan sanga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status