All Chapters of Obsesi: Chapter 21 - Chapter 30
79 Chapters
Rumah impian (18)
Beberapa waktu sebelumnya."Cobalah berinisiatif untuk menyentuhku" bisik Xaver."Kau ... Ada kelainan ya?" Kaizen berusaha melepaskan diri dari pelukan yang sejak tadi menjeratnya, mencoba bertatap muka dengan Xaver Madison.Namun Xaver menutup kedua mata Kaizen menggunakan telapak tangannya yang dingin, tidak ingin dilihat"Jangan melihatku.""Kenapa?"Xaver terkekeh"Tidak seru kalau kau langsung tau alasan kakak membunuhku."Kaizen berhenti mencoba dan hanya menyandarkan punggungnya pada tubuh Xaver, menghembuskan nafas panjang"Soal itu aku sudah tau sejak kau bicara padaku, Xaver Madison.""Hm?"Gadis itu menyamankan posisi duduknya beralaskan karpet tebal, lalu menjawab dengan sebuah pernyataan bernada pertanyaan"Sindrom Stockholm 'kan?""......"Kaizen menjentikkan jari satu kali sambil menambahkan hipotesis"Kakakmu lambat laun mencintai ayah tiri kalian, setelah diperk*sa berkali-kali. Blanche Madison yang p
Read more
Rumah impian (19)
Kaizen juga memikirkan hal serupa sekaligus misi tersembunyi miliknya, mati-matian berusaha untuk tidak mengutuk. Gadis itu menatap rekan setimnya yang tampak membeku di tempat, lalu berkata"Aku membuat janji dengannya. Ayo kita panggil ayah tiri, si biang masalah dari semua ini.""Tunggu! Apakah ayah tiri ini adalah iblisnya?!" Pendosa bertanya dengan ngeri."Apa yang kau janjikan padanya?!" Ini adalah suara Winter.Kaizen memilih menjawab pertanyaan pertama karena lebih masuk akal"Sayangnya dia bukan iblisnya, tapi kurasa dia memiliki hubungan yang paling dekat dengan sang iblis."Xaver yang menyembunyikan wajahnya ke ceruk leher Kaizen terkekeh mendengar respon gadis yang dipeluknya, lalu mulai meraba-raba lengan Kaizen"Irish ... Sentuh aku."Winter melotot marah mendengar suara itu dan merangsek maju, demikian juga si Pendosa. Mereka tidak mau melihat Kaizen menyentuh mahluk itu sama sekali, keduanya sama-sama mengacungkan senjata dan
Read more
Rumah impian (20)
Kaizen melihat bahwa Nyonya Madison menatapnya dan tidak melakukan apa-apa, hanya meraung pada Serigala besar yang merupakan suaminya semasa hidup. Suaranya begitu nyaring dan melengking, seperti siren. Gadis itu mau tidak mau bertanya dalam benaknya.Jika Ayah tiri datang karena dia menyentuh Xaver ....Apakah itu artinya Nyonya Madison datang karena dia membebaskan roh Blanche dari sini?Winter jatuh tersungkur di perapian, membuat seluruh tubuhnya berwarna hitam akibat arang. Kaizen hanya menatapnya sesaat sebelum kembali menatap Nyonya Madison yang kini sedang bertarung dengan Serigala besar itu. Cakar besarnya yang pucat terus menerus menancap di lantai, menghancurkan apa saja.Namun karena perbedaan ukuran, serigala besar itu bisa menghindari serangan dengan mudah. Dia terus melompat dari tembok ke tembok, moncongnya menggeram penuh agresi. Lantas dia melompat sembari meraung, mengarahkan cakarnya pada Nyonya Madison dengan kecepat
Read more
Rumah impian (21)
Tak sampai satu detik setelah Winter pergi, Serigala besar meraung dan merobek lengan kiri Pendosa hingga putus. Darah mengucur deras ke segala arah seperti fountain, terdengar juga suara gemeretak dari tulang dan persendian milik Pendosa yang di pisahkan secara paksa.Sakit.Rasanya bukan hanya lengannya yang dirobek, tapi juga otaknya.Sangat sakit. Hingga informasi akan betapa sakitnya ini yang dikirim ke otaknya tidak pernah lengkap dan dia hanya bisa meraung kesakitan tanpa suara.Dia turut memuntahkan darah, lalu ambruk di lantai dengan gemetar penuh rasa sakit.Winter bukan manusia.Winter bukan manusia, lalu makhluk apa dia sebenarnya?Serigala besar kembali mendekatinya sambil mengayunkan cakar, kali ini mencabik kedua kaki Pendosa. Potongan celana, kulit serta jaringan otot beterbangan berkat cabikan itu. Membuatnya kembali berteriak tanpa suara, hanya bisa menerima siksaan ini tanpa bisa melawan sedikitpun kar
Read more
Rumah impian (22)
Telinga Kaizen bergerak begitu menangkap suara asing selain langkah kaki dan nafasnya sendiri, dia menoleh ke belokan ketiga yang dia lewati untuk mencapai ruangan ini. Batinnya berkecamuk, perutnya terasa diaduk entah kenapa, dan matanya menatap lekat belokan tersebut seolah sedang menunggu sesuatu.Matanya hanya menangkap sosok Winter.Kalau begitu ... Pendosa pasti sudah tiada.Dia sudah tau bahkan tanpa harus bertanya."Irish! Kau tidak apa-apa?" Winter bertanya dengan nafas tersengal, perutnya yang sedikit robek sudah tidak meneteskan darah seperti tadi, mungkin itu hanya luka dangkal."Tidak apa"Kaizen menjawab datar dan terus berjalan, maniknya bergerak sekilas mengamati coretan yang memenuhi dinding perapian.Mulutnya menimpali"Ruang rahasia yang cukup besar dibalik perapian."Winter menyusul dan berjalan di sebelahnya, salah satu tangannya masih memegangi luka robek tersebut"Ada yang agak berbeda dari atmosfernya.""Sunggu
Read more
Rumah impian (23)
Kaizen sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk dan menghembuskan nafas panjang, lalu berpaling untuk menghadap Winter yang masih mengamati sekitar. Tampaknya dia juga menemukan kejanggalan yang berada dibawah telapak kaki Kaizen, lalu mengernyit heran.Benar saja, mata Winter sontak melotot penuh horor dan dia segera berlari ke arahnya dengan sebelah tangan terulur, hendak meraih tubuh Kaizen. Tapi sama seperti sebelumnya, rumah ini lagi-lagi terlalu suka padanya dan memutuskan untuk sekali lagi menelannya seolah dia adalah makanan enak.Mata Kaizen menyipit saat jalinan rambut mulai mengurung eksistensinya, dengan cepat menariknya kebawah. Entah karena panca inderanya yang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan realita, atau memang belitan rambut ini yang bersikap lembut padanya. Segala hal tampak seperti diperlambat di setiap fragmen yang bisa ditangkap oleh matanya.Sebelum disambut kegelapan total, matanya bersibobrok dengan sepasang mata kuning yang
Read more
Rumah impian (24)
Kaizen lenyap didepan matanya seperti ditelan bumi, tanpa dia bisa berbuat apa-apa.Gigi Winter bergemeretak karena marah, dia tanpa segan menarik iblis kecil yang hinggap di bahunya dan mencengkeram kuat kepala kecil bermata kuning tersebut. Irisnya menyebar dan membuat seluruh matanya berwarna hitam, mulutnya bergerak-gerak untuk bertanya"Dimana dia?"Iblis kecil itu meronta dan meraung marah, raungannya membuat seluruh bagian lorong bergetar seolah bisa runtuh kapan saja. Rambut panjang milik iblis juga memanjang dengan kecepatan yang bisa dilihat dengan mata telanjang, melilit pergelangan tangan Winter yang sedang mencengkeram kepalanya.Setiap bagian kulit yang memiliki kontak dengan rambut iblis, perlahan mulai membusuk dan hangus. Tapi Winter tidak menggubris semua itu seolah dia tidak bisa merasakan sakit, pandangannya bahkan menjadi lebih dingin."Aku tanya. Dimana dia?"Namun iblis itu hanya meraung lebih keras karena marah
Read more
Rumah impian (25)
Winter mendengus dingin"Aku tidak sedang memanggilmu, Chandelier. Enyah dan fokus saja pada para ternak."Suara mekanik itu terdengar mendengus sejenak[Kau juga ternak, Winter. Jangan berpikir bahwa kau istimewa hanya karena menjadi survivor terakhir dari mode maut, hibrida rendahan]Dia mulai mengetuk setiap bagian dinding dan terus berjalan maju"Setidaknya aku lebih baik darimu, benih liar."[Kau memang tidak pantas mendapatkan Querencia, mahluk kotor]Nada bicara semacam itu benar-benar tidak enak didengar.Winter tertawa penuh sarkasme dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling"Lalu? Setidaknya dia bersama dengan salah satu 'aku' dan bukannya dirimu, benih liar."[Kau bangga karena sudah menjadi berkeping-keping? Lebih baik kau pikirkan saja kemungkinan setelah seluruh bagian terkumpul, matilah dengan tenang dan jangan terus bangkit seperti kecoak. Menjijikkan]Dengan suara statis yang kedua, suar
Read more
Rumah impian (26)
Sama seperti saat dia berciuman dengan Lucia Gray di instansi sebelumnya, Kaizen melakukannya secara bertahap. Berawal dari kecupan-kecupan ringan, barulah dilanjutkan ciuman yang sebenarnya.Xaver membeku di tempat.Bagaimanapun juga, dia masih memiliki pemikiran sebagai anak dibawah umur menilik dari waktu dia meninggal. Kaizen juga sudah memiliki pemikiran ini dan tidak berlama-lama menciumnya, hanya memeluknya dan menyerahkan proses penguncian jiwa pada sang Mata.Xaver berujar kaku"Itu .... Barusan ...."Sudut bibir Kaizen berkedut saat dia dihinggapi oleh setitik rasa bersalah, menyentak"Lupakan."Xaver tetap buka suara dengan raut kosong, masih shock"Irish .... Barusan ... Kau menggerogoti mulutku."Gadis itu merasa sangat bersalah saat ini, seolah dia sudah merusak anak kecil yang masih polos. Tapi dia hanya bisa diam dan mengkompensasi Xaver dengan mengusap rambut pirangnya berulang-ulang, bagaimanapun jug
Read more
Rumah impian (END)
Dari posisinya yang sedang menikam 'Xaver', Winter dipertemukan dengan Kaizen.Gadis itu sedang menitikkan air mata, menangis tanpa mengubah ekspresinya sedikitpun. Pasir kaca tersebut berhamburan dan lenyap menjadi ketiadaan, Winter sontak jatuh tersungkur dan memuntahkan darah merah pekat, mengejutkan Kaizen."Winter?! Ada apa denganmu?!"Gadis itu menghambur menuju Winter dan segera mengusap punggungnya, hanya untuk mendapati punggung berdarah milik pihak lain, tepat di posisi jantungnya berdetak.Winter gemetar kesakitan di tanah dan mencengkeram kepalanya, merasa seolah sedang dikuliti sebelum ditusuk ribuan jarum hidup-hidup. Tubuhnya gemetar menahan sakit, dan mati-matian berusaha untuk tidak meloloskan suara apapun dari mulutnya.Saat Kaizen ingin merobek pakaiannya untuk menghentikan pendarahan, sistem permainan kembali bersuara[Pemuatan data permainan berhasil! Selamat telah menyelesaikan instansi Pemula: Rum
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status