Semua Bab DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU: Bab 151 - Bab 160
198 Bab
Season 2/ 30a
Rizal beberapa kali menghapus pesan yang sudah dia ketik. Dibaca berulang, dihapus. Rasanya belum pas. Sangat berbeda dengan dia membuat kontrak kerjasama dengan klien. Itu semua karena dia ingin menulis pesan pada Ratih. Bahkan beberapa kali dia harus memastikan, benar itu nomor Ratih. Mengecek foto profil dan lainnya. Ini baru pertama kali dia hendak mengirim pesan. Rasanya, seperti saat ABG saja. Deg degan. Takut salah. Takut kurang jelas. Dan berbagai rasa ketakutan lainnya. Hingga akhirnya, Rizal memutuskan mengirimkannya, setelah hampir dua jam membuat draft pesan pertama. Ya, dia sadar, dia harus bicara pada Ratih. Kalau tidak, berbagai ancaman akan semakin menghimpitnya. [Pulang kerja, aku tunggu di cafe depan kantormu.]Dada Rizal berdebar. Menanti tanda contreng di pesan itu. Begitu contreng dua, hatinya semakin tak karuan. Ini lebih mendebarkan dibanding menunggu deal kontrak dengan klien. Mata Rizal melebar saat melihat tanda centrang biru. Apalagi disusul dengan tul
Baca selengkapnya
Season 2/ 30b
“Hai, Ratih. Ketemu lagi.” Rizal berdiri menghampiri Ratih yang juga mendekat ke mejanya.  Tak ada senyum terulas di wajah Ratih. Namun, Rizal tidak was-was. Mungkin Ratih marah padanya. Namun, itu tak penting. Dia cukup kenal wanita. Marahnya bisa lumer dalam hitungan menit.  “Ayo duduk.” Rizal menarik kursi dan mempersilahkan duduk Ratih, layaknya seorang gentleman. Lalu disusul dengan lambaian tangan pada pelayan.  “Mau pesan apa?” Rizal sama sekali tak memedulikan sikap dingin Ratih. Bahkan, menganggap tak terjadi apa-apa.  Dan benar saja dugaannya. Senyum tersungging saat waiter datang ke meja mereka.  “Mau pesan apa, Bu?”  “Samaain aja, Mbak," ucap Ratih sambil melirik ke cangkir Rizal yang masih penuh.  “Ada lagi?”  Ratih menggeleng. “Cukup, Mbak.”  “Kamu nggak mau ngemil, pisang coklat?” sela Rizal sebelum waiter itu kembali.  Ucapan Rizal membuat
Baca selengkapnya
Season 2/ Bab 31a
Rizal menatap kepergian Ratih, hingga gadis itu hilang dari pandangan. Ditolak, bukan yang pertama bagi Rizal. Tapi, ditolak oleh perempuan yang selama ini dia yakin mencintainya dengan tulus, ternyata teramat menyakitkan. Rizal menghela nafas. Kopi buat Ratih masih utuh. Pun pisang keju coklat belum tersentuh. Padahal, Rizal sudah mengutit Ratih demi tahu cemilan favoritnya. Rizal menyomot pisang itu dengan garpu. Meski nggak ada nafsu makan, namun dia harus menghabiskannya. Membawa pulang makanan, bukan karakternya. Tangan kirinya memegang ponsel. Namun, Rizal gamang dengan apa yang hendak dilakukan dengan ponsel itu. Menelpon siapa? Nadia? Dewi atau Dini? Tiga perempuan yang bisa jadi penolongnya. Atau, bahkan Gilang? Rizal menggeleng. Mereka-mereka itu seolah sudah punya jawaban apa yang menjadi pertanyaan tersulit Rizal sekalipun tentang Ratih. ”Mas Rizal, gimana kemarin?” Sebuah notifikasi pesan membuat Rizal membuka aplikasi pes
Baca selengkapnya
Season 2/ Bab 31b
Rizal mengerutkan kening. Bagaimana Dewi tahu kalau dia sedang gundah? Apa semua temannya juga sudah tahu? Rizal yakin, Ratih pasti tak bercerita. Karena Rizal mengenal Ratih cenderung introvert dan pendiam. Apalagi urusan pribadi. “Memangnya kamu mau apa?” Rizal mencoba bercanda. ”Aku kenal Ratih tiga tahun lamanya. Dan aku yakin, tak mudah berubah ia. Meski Ratih itu suka mengalah, untuk beberapa hal, dia punya prinsip. Kamu juga harus perlu tahu itu,” tukas Dewi. ”Maksudnya?” ”Zal, menikah itu adalah menyatukan dua individu yang berbeda. Beda dalam banyak hal. Masing masing punya kemauan dan keinginan. Jika tidak bisa mengkompromikan kemauan satu sama lain, tak hanya kegagalan, tapi juga menjadi toksik dalam sebuah hubungan.” Ucapan Dewi seolah sedang menegurnya. Dia memang sudah gagal. Dan benar kata Dewi. Selama hidup dengan Desti, dia lupa mengkompromikan banyak hal. Bahkan, dia hanya sibuk dengan dunianya dan menyangka Desti sud
Baca selengkapnya
Season 2/ Bab 32a
Rizal sedang menunggu Gilang. Jam makan siang, adalah satu-satunya waktu yang tepat untuk dapat bertemu sahabatnya itu. Meski waktunya mepet, apa daya. Gilang paling nggak bisa diganggu di jam pulang kerja. Sering Rizal merasa iri dengan komitmen Gilang pada urusan rumah tangga. Dia kerja, namun tetap mau mengurus urusan rumah tangga. “Aku nggak suka ada ”orang lain" di rumahku, Zal. Aku nggak mau anak-anakku lebih dekat sama “orang lain” dibanding dengan orang tuanya. Waktu nggak akan bisa kembali." Demikian alasan Gilang sewaktu Rizal menanyakan alasan kenapa nggak membayar ART saja. Simple dan nggak capek. Dengan Gilang dan Sekar yang bekerja, pastilah mereka bisa menggaji ART. Sudah lebih dari sepuluh menit Rizal menunggu. Warung soto kudus itu pun sudah mulai ramai, tapi Gilang belum juga menampakkan batang hidungnya. Padahal satu porsi soto plus sate usus sudah ludes. “Pekan ini ya, Mas. Fixed!” Pesan dari Dini masuk ke ponsel Rizal. Mata Rizal membulat. Bukan tak suka. Tap
Baca selengkapnya
Season 2/Bab 32b
Untung dua porsi soto dengan nasi yang terpisah sudah datang. Kalau tidak, Gilang bakal melanjutkan omelannya. Setelah menambahkan sambal ke dalam mangkuk sotonya, Gilang kembali berucap. “Mestinya kamu kejar dia. Bujuk dia. Kasih kata-kata romantis. Setidaknya kata-kata yang bisa mendinginkan emosinya.” “Nggak mungkin aku kejar dia, Lang. Aku kan belum bayar,” dalih Rizal. “Ck. Itu masalah teknis. Kamu bisa ninggalin duit di meja, kan, kalau buru-buru.” “Ya kalau lebih. kalau kurang?” Gilang mengetuk jidatnya. “Pakai ini, Bung! Percuma jadi CEO, masalah cinta aja tertinggal!” Ingin rasanya Rizal membalik ucapan Gilang. Secara dia tahu, awalnya cinta Gilang juga kandas pada Sakina. Namun, Rizal mengurungkan niatnya. Nggak baik mengungkit luka lama. Toh, sekarang Gilang sudah bahagia dengan Sekar. Yang ada, justru Gilang bakal balik mengungkit aibnya. Lebih buruk lagi, kalau mencoretnya dari daftar pertemanan. “Jad
Baca selengkapnya
Season 2/ Bab 33a
“Kenapa Sasti harus diajak sih, Zal? Apa nggak ngrepotin kamu?" tanya Siti. Ia masih belum tega melepas keponakannya hanya pergi dengan sepupunya itu. Apalagi sepupunya itu jarang mengurus hal-hal remeh urusan anak-anak yang bakal menjadi tidak remeh kalau sendirian. Misalnya urusan ke toilet. “Nggak apa-apa, Mbak. Insyaalloh aman. Anak papa kan pinter.” Rizal berjongkok di sebelah Sasti, dan mengusap kepalanya. “Iya kan, Nak?” Sasti mengangguk. “Kalau kebelet pipis, bilang ke Papa ya,” pesan Siti. “Iya, Bude.” “Ngurus anak balita, nggak semudah ngurus perusahaan, Zal.” Rizal tertawa. “Sok tau kamu, Mbak!” kekehnya. Meski dibilang sok tau, Siti tidak tersinggung. Dia sudah kenal tabiat sepupunya itu sejak dulu. “Semua barang-barang Sasti sudah Mbak siapin di tas ini. Baju-bajunya itu sudah satu pak
Baca selengkapnya
Season 2/ Bab 33b
Gadis kecil itu menoleh ke belakang, menatap papanya.  Rizal menggeleng. Tangannya melambai agar Sasti menghampirinya saja.  Hampir saja bola bening di mata Sasti pecah, hingga suara yang membuat Rizal tersenyum lega terdengar.  “Eh, Sasti….” Ratih buru-buru menutup bukunya dan memasukkan dalam tas. “Maaf tante tadi tidak tahu kalau Sasti yang manggil.”  Hati Rizal bersorai saat melihat reaksi Ratih. Ia segera berjalan mendekat. Kawan SMAnya itu segera menarik Sasti dan mendudukkannya di bangku kosong di sebelahnya.  Tanpa pikir panjang, Rizal duduk di sebelah Sasti.  “Mau pulang juga?” Pertanyaan Ratih membuat Rizal sedikit mengerutkan dahinya. Bukannya kata Dini sudah fixed?  Rizal hanya tersenyum sambil mengangguk.  Untungnya, Sasti sibuk bertanya ini itu pada Ratih.  “Tante rumahnya dekat dengan Eyang ya?”  “Iya. Nanti Sasti main lagi ke rumah Tante,
Baca selengkapnya
Season 2/ Bab 34a
“Gimana, Zal? Sudah siap, kan?” tanya Bu Ridwan setelah Rizal beristirahat sejenak. Rizal baru sampai rumah. Sasti sudah langsung main dengan teman sebayanya. “Insyaalloh, Bu.” Rizal melihat persiapan lamaran. ”Pakde, Bude, Paklik dan Bulik-bulikmu pada nggak bisa datang. Kamu nggak papa, kan?” Pak Ridwan mendekat ke putranya. ”Nggak papa. Namanya juga duda. Bagus malah nggak usah rame-rame. Malu.” Rizal mengulum senyum. Pak Ridwan mengangguk. Dia urung menjelaskan sesuatu, karena putranya justru menerima dengan legowo. Padahal, ketidakhadiran saudara-saudara bapaknya karena ada sebab. ”Tapi, nanti Bapak pengen tetep rame-rame, Zal. Tasyakuran. Biar tetangga sini juga tahu statusmu. Kalau nggak, nanti malah jadi fitnah.” ”Insyaalloh, Pak. Kalau sudah positif. Kalau sekarang kan masih lamaran. Peluangnya masih
Baca selengkapnya
Season 2/ Bab 34b
”Sekarang, kok malah bapak yang galau?” Rizal berusaha tertawa, menenangkan ayahnya. ”Bukannya bapak sudah akrab sama bapaknya Ratih?”  ”Ya, akrab sih akrab. Tapi, kan ya harus menjaga perasaan. Apalagi kalau nanti dilihat sama besan satunya lagi.”  ”Ya, sudah. Seadanya saja. Memang kita cuma berlima, mau gimana lagi. Lagian, Rizal juga dadakan. Yang penting sah aja nanti.” Bu Ridwan berusaha menenangkan.  Mobil sudah tiba di depan rumah Ratih. Ada tenda di depan rumah. Sehingga membuat Rizal harus mencari tempat parkir. Sebelah rumah Ratih ada tetangga yang halamannya lumayan luas. Selain itu, ada juga panitia yang memang mengarahkan untuk parkir di situ.  Rupanya rombongan calon suami Dini juga sudah datang. Mereka memakai baju yang senada, membuat rombongan keluarga itu lebih mudah dikenali. Sementara, rombongan Rizal sendiri, memakai baju dimana bapak dan ibunya couple-an, sedang Rizal memakai baju batik yang dik
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
20
DMCA.com Protection Status