All Chapters of Kepincut Boss Ndeso: Chapter 31 - Chapter 40
59 Chapters
Bab 31. Godaan
Ini yang dinamakan godaan. Belum masalah perjodohan Kak Jazil, sekarang sudah muncul nama lain yang menyelusup di antara hubungan ini.Aku harus segera memberanikan diri untuk menyampaikan niat Kak Jazil sebelum langkahku kembali ke titik semula."Terima kasih, Buk. Laras dan Kak Jazil sudah yakin dengan niat ini, apalagi sudah mendapat restu. Memang kami berangkat dari budaya yang berbeda, tapi kami sepakat untuk menjadikan perbedaan itu menjadi pelengkap bukan untuk dipertentangkan. Buk ... kalau bisa, boleh kami secepatnya menikah? Kak Jazil ingin disegerakan," ucapku sambil memainkan ujung lengan Ibu. Menunggu jawaban Ibu yang tidak kunjung terdengar. Apa Ibu masih meragukan kami? Atau masih belum yakin dengan Kak Jazil?"Buk. Boleh, ya?" Diam, tidak ada reaksi dari Ibu. Aku dongakkan kepalaku memastikan bagaimana reaksi Ibu."Yah, tidur," gumanku lirih. Aku menatap wajah Ibu, wajah yang aku rindukan setiap saat. Selama ini, dialah yang menjadi pelindungku dan sekarang ada Kak
Read more
Bab 32. Ganteng Tapi....
"Mas Januar?" ucapku memastikan dengan apa yang aku pikirkan. Aku lupa-lupa ingat."Iya. Syukurlah, kamu masih mengingatku," ucapnya sambil meletakkan cangkir kopi kemudian mempersilahkan aku duduk. "Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu," ucapnya dengan tersenyum dan menatapku lekat dari balik kaca mata frame hitam. Sikap ramahnya ini yang aku tunggu saat kami SMA, namun tak kunjung datang dan harapku pupus seiring dengan waktu.Aku tersenyum, balik menatapnya dengan banyak tanya di kepalaku. Menurut ibu, lelaki di depanku ini ingin melamarku, namun atas dasar apa? Kami tidak pernah bertegur sapa atau bercanda apalagi berniat untuk dekat. Dia begitu jauh dari jangkauan tanganku. Dia dikelilingi perempuan-perempuan cantik yang sederajat menurut mereka dan mengabaikanku walaupun saat kami kecil dahulu sering bersama. Sikap dialah yang memaksaku mematikan apa yang aku rasa dan itu berhasil. Sekarang, kenapa dia ada di sini setelah aku sudah menemukan kebahagiaan?"Laras ...
Read more
Bab 33. Lebih Ganteng daripada Aku?
"Ada apa sih, Dek Ras. Dari tadi mondar-mandir. Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Kak Jazil setelah beberapa saat aku tiba di tempatnya. Dia masih sibuk menerima orang dari Cargo, mengurus pembayaran pelunasan barang yang akan di ambil. Aku menunggunya dengan rasa gelisah, tidak sabar menunggu untuk bercerita tentang Mas Januar. "Kak Jaz ...," teriakku dengan menatapnya. Dia tersenyum kepadaku, kemudian menarikku untuk duduk di sofa."Minum ini dulu, setelah itu baru cerita," ucapnya dengan menyodorkan minuman dingin. Minuman dan senyuman Kak Jazil berhasil mengusir rasa gelisahku, berangsur-angsur aku bisa menenangkan diri.Aku menceritakan tentang kedatangan Mas Januar ke kantorku, terutama ancaman yang dilontarkannya. Kak Jazil menanggapinya dengan senyuman, walaupun kepalan tangannya tidak membohongi akan emosi yang disembunyikan."Mon oreng riya benni bagusse, tape tatakramana, sanajjan bagus tapi tatakramana jube', ma' celep ka ate," gumam Kak Jazil."Apa, Kak?""Kau
Read more
Bab 34. Ancaman
"Lepaskan tangannya!" "Kak Jazil!" Aku kembali meronta namun tetap usahaku tidak berhasil, genggaman tangan Mas Januar begitu kuat. "Lepaskan Laras! Kalau tidak…." Sekali lagi Kak Jazil memperingatkan Mas Januar sambil menarik tanganku, dan sekarang mereka mencengkeram tangan ini bersamaan. Aku menatap mereka bergantian dengan perasaan takut. Bagaimana kalau mereka saling pukul di sini? "Siapa kamu? Beraninya berteriak kepadaku dan Laras ini calon istriku!" ucap Mas Januar tak kalah lantang. Sekarang mereka berdua bertatapan dengan mata tajam, rahang sama-sama mengeras dan dengusan kasar jelas terdengar. "Oh, ternyata kamu yang namanya Januar. Lulusan S2 yang tidak punya tatakrama dan menyerobot kekasih orang. Saya dan Laras akan menikah bulan depan. Atas dasar apa kamu mengatakan Laras calon istrimu. Atau, kita dengar pengakuan Laras secara terbuka di sini? Aku pastikan kamu yang akan malu!" gertak Kak Jazil. "Lepaskan! Atau, ancamanku akan kulaksanakan," ucap Kak Jazil la
Read more
Bab 35. Mempercepat Indahnya Cinta
“Ki-kita akan melakukan apa?” ucapku terdengar pasrah. Keadaan seperti ini, memposisikan aku untuk menyerahkan keputusan kepadanya. Termasuk untuk bersama mereguk indahnya cinta.“Mempercepat rencana kita untuk bersatu. Kita harus secepatnya saling memiliki,” sahutnya cepat, menguatkan apa yang bergulir di pikiranku.Ini sama saja aku akan melanggar larangan Ibu, tapi bukankah zaman sekarang sudah biasa? Toh kami sama-sama orang dewasa, yang melakukannya dengan penuh pertimbangan dan berdasarkan cinta, bukan karena nafsu semata.Tunggu sebentar!Kenapa aku berpikiran terlalu jauh dan picik seperti ini? Wah, jangan-jangan benar yang diucapkan Ibu. Yang ingin cepat menikah dan membersamainya adalah aku. Wajah ini menghangat seketika dengan tercetusnya pikiran gila ini.“Dek Ras. Kalau tidak sempat repot untuk berpesta, kita sahkan dulu hubungan kita dengan ijab kobul. Bagaimana menurutmu?"Oh, maksudnya ini? Aku pikir ….Aku dongakkan wajahku menatapnya, memastikan kesungguhan, dan dia
Read more
Bab 36. Kamu Siap?
"Dek Ras, kenapa aku begini, ya?" ucapnya sambil mengeratkan rangkulan di bahu ini."Kenapa, Kak?" Aku mengamatinya dan tidak ada yang aneh, normal."Aku tidak bisa berhenti tersenyum," ucapnya sambil menunjuk wajahnya sendiri. Betul, wajah tampannya semakin cerah dengan senyum yang berbayang di sana. Kejadian boneka pagi itu menandakan keseriusan sikap Mas Januar. Gertakan Kak Jazil malam itu, tidak membuatnya gentar. Ini yang mempercepat niat indah kami. Kebetulan Bapak dan Ibu sudah menemukan hari baik secara hitungan Jawa. Adat kami saat menentukan waktu acara berdasarkan weton kedua mempelai dengan hitungan yang paling bagus. Tentu saja dengan merujuk kebahagiaan dan kelanggengan pernikahan.Sekarang disinilah kami di bandara Ngurah Rai, bersiap untuk ke Solo melewati Jogja."Apa karena kita akan bersama selamanya, Dek. Sekarang ini, perjalanan sejarah kita dan yang terindah. Tidak menyangka, akhirnya kau sebentar lagi menjadi istriku. Tinggal hitungan jam saja!" ucapnya dengan
Read more
Bab 37.  Hari Indah
Acara lamaran di mulai. Abah Haji sebagai pengganti orang tua Kak Jazil. Mereka beserta rombongan membawa barang-barang pengikat atau disebut peningset. Perbedaan budaya, akhirnya Bapak mengutus Paklek Karno--adik bapak--untuk mendampingi dan mengarahkan rombongan Kak Jazil.Banyak sekali prosesi lamaran ini, yang aku ingat hanya saat Kak Jazil meminta izin untuk menyuntingku kepada Bapak dan aku dimintai persetujuannya. "Iya, saya bersedia," ucapku seraya menatapnya sekilas dan kembali menunduk. Kebahagiaanku tidak bisa diungkap dengan kata. Mata dan hati ini hanya tertuju kepadanya. Aku mengikuti semua rangkaian pernikahan ini.Tiba waktu yang kami nantikan, pengesahan hubungan kami di mata Tuhan dan negara. Tidak disangka, acara akad nikah dihadiri banyak orang. Nama besar Abah Haji ternyata sampai di kota ini, beberapa sahabat dari pesantren di kota ini datang untuk memberikan selamat. Kejadian ini merubah pandangan kerabat dan orang sekitar tentang Kak Jazil. Memang dia tidak
Read more
Bab 38.  Malam Pertama yang Gagal
"Dek Ras, aku ke depan dulu, ya. Tidak enak masih banyak tamu dan keluarga. Kasihan Bapak sendiri," ucap Kak Jazil sambil mencolek pipiku. Dia terlihat segar setelah selesai mandi. Aroma segar dari sabun bercampur dengar bau tubuh khasnya membuat jantungku berdebar kencang. "Kak, aku ditinggal sendiri?" Aku dongakkan kepala menatap sejenak, kemudian mempererat pelukanku dengan kepala bersandar di dada bidangnya. Rasa tidak rela ditinggalkan dia, walaupun sejenak.Dia mengecup pucuk kepalaku dan mengurai pelukanku dan berkata, "Dek Laras sabar, ya. Tadi Bapak sudah pesan untuk secepatnya keluar, kalau tidak, aku bisa dipecat jadi menantu!" ucapnya sambil terkekeh. "Tapi, Kak. Aku--.""Giliran kita setelah ini. Nakalnya disimpan nanti," ucapnya mengecup kedua pipiku. "Istirahat dulu, sebelum aku membuatmu menyerah," bisiknya.Mendengarnya perkataannya, aku merasa malu mengerti apa yang dimaksud, sekaligus kesal. Mana ada pengantin wanita ditinggal begadang pengantin pria saat malam p
Read more
Bab 39.  Aku Sudah Diizinkan
"Dek Laras .... Dek, bangun." Suara samar terdengar di telingaku. Harum yang aku rindukan semalaman menguar, memaksa mataku untuk terbuka. Wajah Kak Jazil yang tersenyum terlihat segar dengan rambut depan yang agak basah. Aku mengernyitkan dahi, "Kak Jazil ngapain malam-malam mandi?""Sekarang sudah subuh, Dek. Ayo bangun, aku tunggu untuk salat berjamaah," ucapnya seraya mengulurkan tangannya. Aku melirik jam dinding, benar sudah waktunya subuh. "Malamnya sudah berlalu," gumanku kesal tanpa menghiraukan uluran tangannya aku beranjak dari ranjang untuk mempersiapkan untuk salat. Rasa kesal sisa semalam masih lekat di hati, merasa dibiarkan di malam bersejarah ini. Katanya pingin cepet menghalalkan, tapi kenapa setelah halal dibiarkan melewati malam pertama sendirian?Kami salat berjamaah, bacaan Kak Jazil merdu dan menentramkan hatiku. Aku mulai lupa akan kesalku tadi. Setelah berucap salam, Kak Jazil membalikkan badan dan berkata, "Kita langsung salat sunah dua rakaat, ya."Duh, h
Read more
Bab 40.  Bekal dari Ibu
Sudah tiga hari setelah penikahan digelar, aku dan Kak Jazil di rumah menemani Bapak dan Ibu yang mengambil cuti satu minggu. Kami tidak diperbolehkan kembali dulu. Alasannya, pengantin baru tidak boleh bepergian jauh dulu. Praktisnya, tidak ada waktu khusus untuk honeymoon, adanya ngumpul bareng nemenin Bapak Ibuk. Kami tahu, sebenarnya keberadaan ini sebagai penawar rindu kepada adikku, Rajasa. Dia tidak bisa cuti pulang karena baru masuk pendidikan kepolisian. Yah, mengalah saja, kami hanya ada waktu berdua saat malam sampai fajar. Kesempatan ini yang kami gunakan untuk begadang. Huss! Jangan tanya ngapain, ya. Ini akibat jamu dari Ibu. Setiap berkumpul, kami selalu diberi wejangan tentang pernikahan. Seperti saat ini, kami makan pagi bersama. "Nak Jazil, tidak boleh ambil makan sendiri," larang Ibu, ketika Kak Jazil akan mengambil nasi. Piring diambil dari tangannya dan di berikan kepadaku seraya berkata, "Laras, ini tugasmu. Jangan dibiarkan suamimu ambil makan sendiri,
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status