Semua Bab Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia): Bab 61 - Bab 70
111 Bab
61. Mengapa Harus Memilih (2)
"Om Adit bangun!" Ia mengguncang bahu Aditya lebih keras. Mata Aditya terbuka. Sesaat ia terdiam. Wajah kecil Salsa menyapa indra penglihatannya. Seketika bibirnya tersungging senyum. "Salsa!" "Om, bangun. Sebentar lagi Subuh."Sebelah Aditya menarik bahu Salsabila. "Om ngantuk."Salsabila menoleh ke arah ibunya. "Bangun!" ucap Salwa tanpa suara. "Bangun Om." Salsabila kembali mengguncang bahu Aditya, sehingga terjaga. Sayup-sayup terdengar azan dari sebuah masjid."Tuh kan sudah azan. Bangun, nanti masbuk, lo. Masa Om salat di rumah, nanti Salsa pinjamin mukena lo."Aditya terkekeh dengan omelan gaya Salsabila. Menatap wajah polos itu, entah kenapa ia merasa seperti mendapatkan guyuran di tengah hatinya yang gersang. "Ayo, bangun. Salsa juga mau salat."Datang dari masjid, Aditya bergegas membuka pagar begitu melihat Salsa duduk di lantai teras. “Kenapa duduk di situ?”“Nunggu Om,” jawab Salsabila sambil berdiri. “Iya, tapi dingin. Tunggu saja Om di dalam rumah.”“Om bawa apa
Baca selengkapnya
62. Permintaan Dadakan
“Tapi tetap beda Salsa. Di sana kamu fokus belajar, ga main kayak di sini. Apalagi di sana Ustazah Cahya langsung membimbing. Kalau Salsa di sini, siapa yang membimbing?”“Umi,” jawab Salsabila pendek.“Umi ga bisa soal itu. Salsa tahu sendiri. Umi di pondok cuma ngajarin bacaannya, bahkan ngajarin menghafal pun nggak bisa, apalagi soal pemahaman. Itu luar kemampuan Umi Salsa.” "Nggak mau pergi,” tukas Salsa, lalu masuk ke kamarnya dan mengunci pintu. “POKOKNYA SALSA NGGAK MAU PERGI."*** Salwa meminta Salman membujuk putrinya, tetapi tak jua membuahkan hasil."Aku nggak mau pergi. Aku nggak mau Umi sendirian di rumah."Salwa menghempaskan napasnya. Sejak kapan Salsa menyebut diri aku?"Iya, Abi ngerti. Salsa sayang sama Umi, tapi bukan berarti selalu menjaga Umi. Salsa bisa buktikan sayang Salsa dengan memenuhi keinginannya.""Kenapa sih, Umi bersikeras ngirim Salsa? Umi pengen nikah juga tanpa sepengetahuan Salsa kayak Abi?" Salman tersentak. Salwa tak kalah terkejutnya. "Bukan
Baca selengkapnya
63. Permintaan Dadakan (2)
Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tetaplah bangga dengan kelebihan yang kau miliki karena itu yang akan membuatmu berharga dan terus melangkah maju. (El Nurien)*** "Salsa, hei. Jangan buat Om takut dong," seru Aditya sambil menggoncang tangan Salsabila. "Om Adit mau kan nikah sama Umi?" Aditya tersentak. Salwa terlonjak. Karyawan yang tadinya masuk ke dapur, tiba-tiba berbalik."Salsa, ngomong apaan sih?" tegur Salwa. "Om mau kan?" Salsa mengabaikan teguran ibunya. Aditya berusaha membebaskan diri dari shock. "Kenapa Salsa berpikir Umi nikah dengan Om?""Kalau Om yang jaga Umi, Salsa janji akan balik ke Jakarta, juga akan belajar keluar negeri."Aditya terkekeh. "Om ngerti. Biar Umi ada temannya kan bila Salsa pergi. Tapi kenapa harus Om?""Om baik sama Salsa dan Umi. Om tidak akan meninggalkan Umi kan seperti Abi kan?!”Salwa mendadak kelu.Aditya terenyuh. Ia melihat mata anak di depannya mulai berkaca-kaca. Sebelah tangannya terangkat, menyentuh lembut pipi Sal
Baca selengkapnya
64. Melangkah Maju
"Emas tidak ada yang murni, manusia tidak ada yang sempurna." (Pepatah)***“Kenapa? Aku nggak layak banget ya untuk jadi suamimu?”“Bukan begitu, Dit. Justru kamu terlalu istimewa, banyak yang harus kupertimbangkan."“Terlalu istimewa?!” ulang Aditya.“Dit, seperti kubilang, aku punya trauma, aku ga tau bagaimana nanti jika sudah menikah. Aku takut, tidak bisa menunaikan tugasku dengan baik.”“Sudah kubilang, kita obati sama-sama.”“Salsabila berangkat tinggal berapa hari lagi, apa kita bisa mengejar semuanya? Bagaimana orang tuamu? Bagaimana kalau keluargamu ada yang tidak setuju, kamu mau ngotot begitu saja? Dit, kita tetanggaan lo, urusannya tambah ribet. Kalau rusak, rusaknya bisa dua keluarga. Bagaimana perasaan keluargaku, kalau putrinya ditolak tetangga? Bagaimana dengan orang tuamu, putra kebanggaan menikah dengan perempuan yang beranak?”Aditya menghela napas. “Gimana kita buat simpel dulu. Kita menikah di KUA, ngantar Salsabila. Bagaimana nanti, kita perjuangkan sama-sama.”
Baca selengkapnya
65. Melangkah Maju (2)
Aditya meletakkan sendoknya. “Karena baru saja aku mendapatkannya. Selain itu, bukankah sudah kubilang, kita cuma mencoba saling mengenal, siapa tau cocok. Kenyataannya?”“Kenyataannya aku merasa cocok denganmu. Selera kita juga sam ….”“Dan, ini masalah hati. Aku mencintainya sejak lama, bukan pertemuan singkat. Soal perkenalan, bukan cuma kamu saja yang dikenalkan ibu juga Kak Lydia, tetap saja tidak merubah hatiku.”“Baru kali ini aku ditolak cowok. Aku jadi penasaran dengan perempuan itu.” Aditya menghela napas. “Aku tidak suka membanding-bandingkannya dengan orang lain. Aku mencintainya, itu saja. Apa istimewa dia? Hanya hatiku yang tau, mengapa aku begitu menyukainya. Sudahlah, cukup pertemuan kita sampai di sini. Aku minta maaf jika membuatmu kecewa dan terlanjur berharap.”Aditya berdiri. “Aku duluan ya. Maaf, tidak mengantarmu.”“Makanan ini?” “Jika kau berselera, makanlah. Aku pergi dulu. Selamat malam.” *** Pada hari yang direncanakan, Aditya membawa Salwa dan Salsa pul
Baca selengkapnya
66. Kemilau Emas
"Setinggi-tingginya ilmu anak dan istri, tetap ayah menjadi seorang imam. Makmum wajib menghormati dan mematuhi, selama imam tidak zalim dan menyuruh bermaksiat kepada Allah." (El Nurien)***.“Memangnya kenapa dia cerai?” “Suaminya menikah lagi,” jelas Aditya.“Nah kan? Suaminya menikah lagi, itu karena dia tidak becus mengurus suami.”“Astaghfirullah, Ibuu! Kenapa Ibu selalu berprasangka buruk padanya? Dia tumbuh bersamaku, tentu aku sangat mengenalnya, masihkah ibu meragukan penilaianku?” “Iya, siapa tau penilaian ibu juga benar.” jawab Kurba tergagap. “Lagian di rumah tangga kita, tidak ada yang bercerai, Dit. Kamu lihat cerai itu seperti menular. Ibunya juga dulu begitu, sekarang anaknya.”“Ya Allah, Ibu. Bu, aku kesini bukan untuk meminta penilaian ibu tentang dia. Aku hanya ingin minta restu ibu. Itu saja.”“Bagaimana jika ibu tidak setuju?”“Dengan alasan hanya prasangka Ibu? Itu tidak adil. Bu, yang menikah itu aku, tentu aku ingin bersama dengan orang yang kusuka.”“Dalam
Baca selengkapnya
67. Kemilau Ketulusan
"Emas murni dikenali ketika diuji." (Leonardo da Vinci)***Sesaat Aditya tercenung. Ia teringat ucapan Bayu," jika ingin membuka hatinya, kau harus melalui jalan yang sama." Kini ia telah bisa bergandengan dengan Salwa, tetapi mengapa tiba-tiba merasa tidak percaya diri?"Pa, ayo!" desak Salsabila. "Sebentar. Om … mm … Papa mau bicara sama Umi dulu," ucap Aditya."Kok, Umi? Ma … ma," eja Salsabila. Aditya tergelak. "Iya. Papa mau bicara sama Mama dulu, ya."Salsabila mengangguk. Salwa mengiringi langkah Aditya yang keluar kamar. "Tidak apa aku jadi imam kalian? Secara hafalan dan kualitas bacaanku di bawah kalian," bisik Adit. Salwa tersenyum geli. "Setinggi apapun ilmu anak istri, suami tetap jadi imam dan makmum harus menghormati. Kecuali …." Salwa sengaja menggantung. "Kecuali?""Imamnya zalim atau menyuruh bermaksiat kepada Allah."Refleks Aditya menarik tangan Salwa. Sesaat Salwa terperanjat. "Jika aku zalim atau menyuruh kalian bermaksiat, ingatkan aku ya!"Salwa tersenyu
Baca selengkapnya
68. Kemilau Ketulusan (2)
"Ini pasti gara-gara perempuan itu?" batinnya penuh amarah.*** Salwa membuka matanya. Menatap putrinya yang terlelap dalam pelukan Aditya. Haru menyeruak, hingga membuat dadanya terasa sesak. "Belum tidur?" Aditya tiba-tiba membuka. Sebelah tangannya memainkan anak rambut Salwa. Salwa menggeleng. "Melihat kalian seperti ini, entah kenapa aku merasa bersyukur dengan apa yang terjadi denganku." Kening Aditya mengerut. Ia meletakkan dagunya di atas kepala Salsabila. "Melihatmu begitu pada anakku, ketulusanmu benar-benar berkilau. Andai Salsa anak kita, tentu pandangan itu akan berbeda. Sebesar apapun ketulusanmu menjadi biasa karena dia darah dagingmu.""Aku terharu mendengarnya, tapi tetap saja menyesali. Masih berbekas rasanya saat melepaskanmu saat itu. Sakit kehilanganmu juga karena telah menyakitimu. Saat itu aku tidak bisa memaafkan diri sendiri. Tapi syukurlah sekarang kau bersamaku, setidaknya aku punya kesempatan untuk menebus semua kesalahanku."Seketika air mata Salwa me
Baca selengkapnya
69.
"Tidak ada yang sakit yang lebih parah selain saat pasangan hatinya mendua. Luka tidak terlihat, berdarah dan muara." (Salwa Tasnim)***"Kok dimatikan?" tanya Aditya. "Wa--" Salwa mengunci mulutnya. Tangan Salwa mulai bermain, membuat naluri kelelakiannya semakin memuncak. Sayangnya, memorinya terlanjur menyimpan sebuah kejadian."Wa, kamu di mana?"Aditya remaja memasuki gudang penyimpanan barang tak terpakai yang gelap. Ia meraba-raba, mencari saklar. "Matikan lampunya," pinta Salwa ketika lampu menyala."Wa, kenapa sembunyi di sini?" Aditya bergegas mendekati Salwa yang meringkuk di samping lemari lapuk. Wajahnya membengkak akibat terlalu lama menangis. "Matikan lampunya!"Memori itu sontak membuatnya bangkit. Melepaskan pagutan Salwa. Ia segera menyalakan lampu. Terlihat jelas aliran sungai di pipi Salwa. "Wa, aku menyakitimu?" tanyanya panik. Salwa menyembunyikan wajahnya. "Matikan lampunya. Silau."Aditya memegang bahu Salwa, sehingga perempuan itu terduduk. Salwa masih me
Baca selengkapnya
70. Mengulang Jejak
"Maksudnya?" Aditya melepaskan pegangan Danum. "Cake ini? Aku memang tidak bisa menerimanya. Ah lalu, perhatikan sikapmu! Meski bukan pria beristri, tidak baik sembarang main pegang. Apalagi kepada pria beristri.""Apa maksudmu? Aku kan cuma mau menjaga pertemanan. Tidak berjodoh, bukan berarti pertemanan putus kan?" "Meski hanya teman, bukan berarti seenak hati main pegang! Sudahlah. Kalau memang mau menjaga pertemanan, seharusnya kamu ngerti dong, aku yang lagi sibuk. As!" Aditya melambaikan kepada salah seorang karyawan. "Dia temanku, layani dengan baik."*** Setelah masuk ke kantor Bayu, Aditya langsung menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Suami istri yang sejak tadi memeriksa dokumen di meja kerja jadi saling bersitatap."Ke sini cuma mau tidur, Dit?" tanya Anita. "Kamu sendiri mau ngapain?" balas Aditya dengan mata terpejam. Nada suara Aditya kembali membuat suami istri itu keheranan. "Ya, ada urusanlah. Kamu?!" sahut Anita. Aditya tak lagi menjawab. "Kenapa, Dit? Bandar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status