Semua Bab GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL: Bab 41 - Bab 50
101 Bab
empat puluh satu
"Bang, Jum'at besok Mbak Ambar ngak bisa bikin nasi kotak," ucap Vina setelah menghampiri Iyan di kamarnya. Lelaki itu terlihat sibuk di depan laptop."Kenapa emang?" tanyanya dengan tatapan yang tetap fokus ke layar laptop."Alif masuk ke rumah sakit," sahut Vina. Saat ini gadis yang tengah menggunakan celana caka pans itu merebahkan tubuh mungilnya di ranjang sang kakak."Kita ke rumah sakit jenguk Alif yuk," ajak Vina setelah memiringkan tubuhnya, kali ini dia menatap intens pada sang kakak."Nggak bisa sekarang, Vin. Aku lagi sibuk," sahut Iyan."Ayo lah, Bang. Aku udah kangen sama Alif. Sejak di wa Mbak Ambar tadi, aku jadi kepikiran Alif terus." "Ntar kalau ini sudah selesai. Kamu udah tahu Alif dirawat di rumah sakit mana?" tanya Iyan akhirnya. Karena sebenarnya dia juga merasa cemas dengan bocah berambut ikal tersebut, padahal mereka tak pernah bertegur sapa. Namun, Iyan sering memperhatikan tingkah pola Alif, ketika mereka sedang makan di warung Ambar. Ketika melihat Alif, d
Baca selengkapnya
empat puluh dua
Ruangan bernuansa klasik dengan warna gold itu nampak megah, berbanding terbalik dengan perasaan Santi yang muram. Dia sangat marah dan kecewa, hingga melampiaskannya dengan sebatang rokok. Perempuan itu benar-benar terluka melihat kemarahan suaminya, karena dia sangat mencintai Rudi dan berharap jika Rudi adalah lelaki terakhir dalam petualangan cintanya."Sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian, San?" tanya Samina setelah dia masuk ke kamar putrinya. Santi tak langsung menjawab, dia menghisap rokok sangat dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan."Sebaiknya ibu keluar. Saat ini aku sedang pusing," pinta Santi pada wanita yang telah melahirkannya itu. Samina menghela napasnya ketika mendengar perkataan sang buah hati. Tak ingin berdebat, dia pun berbalik hendak keluar."Buk! Sudah ke rumah Pak Dalang?" tanya Santi sebelum Samina benar-benar menghilang dari balik pintu."Sudah, tapi gak ketemu," sahut Samina tanpa menoleh."Harusnya ditunggu dong, Bu. Biar bisa ketemu! seru S
Baca selengkapnya
empat puluh tiga
Rahayu pun menitihkan air matanya, perlahan wanita senja itu menunduk untuk menyentuh pundak putranya, kemudian memintanya untuk berdiri."Maafkan aku, Bu." Untuk kesekian kalinya Rudi mengucapkan kata maaf kemudian memeluk ibunya."Masuklah, Alif ada di dalam," ucap Rahayu yang mirip sebuah bisikan. Setelah itu dia pun melanjutkan langkahnya. Rudi terlihat ragu, tetapi sekejap kemudian dia pun mengayunkan langkahnya mengikuti Rahayu."Nenek ...!" seru Alif, bocah itu terlihat bahagia melihat kedatangan neneknya. "Nek, tadi—" Alif tak melanjutkan langkahnya. Bocah berambut ikal itu terperangah tak percaya melihat siapa yang berdiri di belakang neneknya."Ayah!" serunya, membuat Ambar segera menoleh. Rudi tersenyum kemudian berjalan mendekati sang putra. Senyum kebahagiaan terlihat jelas pada wajah keduanya, Rudi dan Alif. Jika Alif tersenyum bahagia, Rudi meneteskan air matanya. Air mata kebahagiaan. Sementara Ambar ikut bahagia ketika melihat senyum mereka di bibir sang putra.Alif
Baca selengkapnya
empat puluh empat
Kegaduhan terdengar dari dalam kamar Santi, kamar paling mewah diantara yang lainnya. Sumi yang baru datang pun segera masuk ke kamar kakaknya, dia khawatir jika sang bapak kembali berulah."Apa yang terjadi, Mbak?" tanya Sumi yang lebih suka dipanggil Mimi itu keheranan melihat kamar yang biasanya selalu rapi itu sekarang berantakan. Gadis yang wajahnya hampir mirip dengan Santi itu mendekati kakak perempuannya. Berkali-kali dia menggeleng sambil berdecak tak percaya."Brengsek!" umpat Santi sambil melempar asal kaleng bekas soft drink yang kesepuluh. Kali ini benda ringan itu mengenai vas bunga yang berada di meja keca. Semua pecah, meninggalkan bunyi yang cukup memekakkan telinga. "Mbak! Kenapa?!" Sumi terpekik melihat barang-barang yang hancur di depannya. Gadis yang menggunakan celana sebatas lutut itu mendekati kakaknya yang terlihat hancur."Mas Rudi sudah keterlaluan, Mi. Dia selalu menolak panggilanku," adunya pada sang adik yang sudah duduk di sebelahnya."Hanya itu? Barang
Baca selengkapnya
empat puluh lima
"Kamu di mana, Mas?" tanya Santi tanpa mengucap salam."Assalamualaikum." Rudi ingin mengawali semua dari sekarang, jika Santi masih ingin bersamanya, walaupun akan sulit baginya jika mengingat kejadian di hotel kemarin."Kamu di mana? Aku mencemaskanmu, Mas!" Santi tak menggubris ucapan salam dari Rudi. Saat ini perasaannya campur aduk, antara senang dan khawatir."Jawab dulu salamnya." Rudi berucap datar."Halah buat, apa? Jangan semakin membuatku emosi, Mas," sahut Santi di seberang sana."Jawablah dulu salamnya, apa kamu nggak bisa?" Rudi masih kekeuh, ingin mendengar Santi membalas salamnya."Wa'alaikumussalam," sahut Santi cepat karena kesal dan terpaksa."Aku sekarang berada di rumah sakit kota Bogor. Mungkin, untuk dua atau tiga hari ke depan aku belum bisa pulang." Rudi berusaha berbicara dengan nada normal, karena sebenarnya dia masih enggan berbicara dengan istrinya tersebut."Rum-rumah sakit? Kamu kenapa, Mas?" Dari suaranya Santi terdengar khawatir dan itu membuat Rudi te
Baca selengkapnya
empat puluh enam
Setelah mendengar kabar jika bapaknya tak sadarkan diri, bukannya bersedih, Santi malah terlihat kesal karena rencananya menyusul sang suami harus tertunda. Wanita dengan dandanan paripurna itu terdengar menggerutu di sepanjang langkanya. "Kenapa akhir-akhir ini selalu saja ada masalah.""Mi, kamu di mana?" tanya Santi setelah panggilannya tersambung pada sang adik."Lagi di jalan, masih nyari Suji. Ada apa?" tanya Sumi dari seberang."Balik sekarang, bapak tak sadarkan diri. Sekarang dia di rumah sakit." Setelah menyebutkan sebuah nama rumah sakit, Santi pun menutup panggilannya."Bik, Mina! Bik!" seru Santi lagi. Pemandangan wanita setengah baya berlari kecil kembali terlihat. Dia harus cepat sampai di depan majikannya, sebelum teriakannya kembali terdengar."Iya, Nya. Loh nggak jadi pergi?" tanyanya spontan. Dia lupa tengah berhadapan dengan sang Nyonya yang enggan ngobrol dengan pembantunya."Banyak tanya kamu ya. Ayo kamu ikut denganku," ajaknya pada sang pembantu."Iya, Nya." Se
Baca selengkapnya
empat puluh tujuh
"Vin, habis gini kamu ada acara?" tanya Iyan setelah dia pulang dari Masjid."Nggak ada, Bang. Ada apa?" tanya Vina sambil melipat mukenah."Ke rumah sakit, yuk," ajak Iyan, membuat Vina menatapnya tak percaya."Duh, yang kangen," canda Vina. Gadis itu sangat bahagia mendengar ajakan kakaknya. Dari sekian wanita yang dekat dengan Iyan, tak ada satupun yang Vina suka, tapi dia langsung jatuh cinta sama Ambar, dan ingin menyatukan mereka walaupun dia seorang janda."Iya, aku kangen sama Alif." Iyan berkata jujur, kakak beradik itu memang saling terbuka, tak ada rahasia diantara mereka."Aku, aku seperti bersama Dewa ketika berdekatan dengan Alif," imbuh Iyan dengan pandangan menerawang."Bang, Dewa dan Alif itu berbeda, Abang jangan gitu. Kalau memang Abang sayang sama Alif, ya anggap dia seperti Alif, jangan anggap dia seperti Dewa. Dewa sudah tenang di Surga, begitu juga dengan Mbak Farah, Insyaallah. Mengapa Abang harus menyiksa diri? Dulu aku sangat menyukai Mbak Farah, karena dia b
Baca selengkapnya
empat puluh delapan
"Aku pernah berpikir kalau itu kamu, Yu," ucap Farida di tengah-tengah isak tangisnya. "Ya kan, Pak, Vin?" Farida meminta dukungan pada suami dan putrinya perihal kecurigaannya. Rahayu tak bisa berkata-kata, wanita senja itu semakin mempererat pelukannya. Ambar yang menyaksikan kejadian itu ikut terbawa suasana, sesekali jemarinya mengusap sudut matanya yang mengembun.Ambar melangkah menjauh setelah ponselnya berdering, tertera nama Fitri sedang memanggil, bundanya Alif itu segera mengangkatnya."Assalamualaikum, Fit," sapa Ambar setelah meletakkan ponsel di dekat telinganya."Wa'alaikumussalam, Mbak. Gimana kabar Alif?" tanya Fitri dari seberang sana."Alhamdulillah, baik. Kalau nanti ndak demam, besok sudah bisa pulang," sahut Ambar."Mbak, barusan aku dapat kabar dari kampung, kalau Mamakku sakit," ujar Fitri dengan suara yang terdengar lirih."Innalilahi, terus sekarang bagaimana, Fit?" tanya Ambar lagi."Aku ingin pulang, Mbak. Aku ingin bertemu dengan Mamak." Kali ini terdengar
Baca selengkapnya
empat puluh sembilan
"Panggil aku Iyan, saja." Seolah mengerti lelaki yang tengah menggunakan kaos oblong yang dipadukan dengan celana sebatas lutut itu berucap."Ndak, itu ndak sopan memanggil seseorang hanya dengan namanya saja, Bapak kan lebih tua dari saya. Kecuali bapak lebih muda, aku mau memanggil hanya nama." "Siapa bilang aku lebih tua dari anda?""Vina, siapa lagi," sahut Ambar cepat sambil menunduk.Ambar memegangi dahinya karena menabrak sesuatu, setelah mendongak bundanya Alif itu terjingkat karena berada sangat dekat dengan punggung lebar Iyan."Baiklah, kalau begitu panggil aku Mas, Bang, atau apalah, asal jangan Pak," kata Iyan setelah berhenti melangkah secara mendadak."I-iya, Mas. Duh." Ambar menutup mulutnya karena malu sudah memanggil Iyan dengan sebutan 'Mas'. Sebenarnya pada setiap lelaki dia memang terbiasa memanggil 'Pak' baru kali ini dia merasa kerepotan memanggil seseorang. "Nah gitu, terus sekarang aku harus panggil anda apa?" tanya Iyan dengan bibir mengulum senyum."Terser
Baca selengkapnya
lima puluh
Sebuah foto yang menunjukkan dua manusia berbeda jenis kelamin saling berciuman tanpa menggunakan sehelai pakaian terpampang di layar ponsel Rudi. Mungkin, bagi sebagian orang itu adalah sebuah foto yang sangat menarik, karena bisa memicu birahi. Akan lain cerita jika yang menjadi obyek adalah orang terdekat kita. Malu dan marah itulah yang terjadi."Apa yang kau inginkan?" tanya Rudi dengan suara tegas, jika diibaratkan benda, suaranya layaknya sebuah belati yang dingin dan sangat tajam, menakutkan. Rudi mengepalkan tangannya, andai orang tersebut ada didepannya detik itu juga Rudi akan menghajarnya. Mungkin, sampai lelaki itu menghembuskan napas terakhirnya."Tanyakan pada istri jalangmu itu, hahahaha," sahut si penelpon yang tak lain adalah Haris. Setelah tertawa yang terdengar puas, Haris langsung memutuskan panggilannya. Rudi masih bergeming, rahangnya mengeras sementara tangannya menggenggam kuat alat komunikasinya. Rudi berjalan mendekati Santi, tatapannya yang tajam membuat w
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status